Tantangan Pelengkap Iman

"Duuh ... syarat keduanya sulit banget sih, Dek?" tanyaku pada Abida, gadis berjilbab yang sudah lama kupuja dan ingin kupacari.

"Seharusnya nggak akan sulit, jika Abang emang menyukaiku," tantangnya memastikan kesungguhanku.

"Baiklah, aku terima tantanganmu. Tapi, berjanjilah! Kau akan menerimaku sebagai pacarmu jika bisa kupenuhi permintaanmu itu."

"Eeemmm ...." Tampak ragu Abida berpikir.

"Bagaimana?" desakku sekali lagi.

"InsyaAllah ... dalam Islam saat berjanji harus mengucapkan insyaAllah," jawabmu terdengar ambigu, masih dengan nada ragu.

Aku mengangguk. Kupercaya integritasmu dalam menepati janji. Jadi, aku tak akan pernah ragu saat kau menjawab dengan kalimat insyaAllah.

Susah payah, kucoba memenuhi permintaanmu. Pagi, siang, malam, kuupayakan. Tak lupa pula, doa kupanjatkan sebagai pendamping ikhtiarku. Sebagai muslim, aku tahu bahwa doa adalah senjata terampuh orang beriman.

Setelah enam bulan segala ikhtiar kulakukan, hari ini aku kembali berjumpa dirimu di kafe dekat rumah. Tidak seperti sebelumnya, hari ini kudatang mengajak adik perempuanku untuk menemani, agar tidak ada setan di antara kita.

Dengan bangga, kutunjukkan kemampuanku memenuhi tantangan darimu. Saat itu, kau tersenyum sangat manis. Kutundukkan pandangan, demi menjaga zina mata. Takut khilaf, jika memandangmu terlalu lama.

"Terima kasih sudah memenuhi semua permintaanku," kau jeda ucapanmu lalu bertanya, "setelah ini apa Abang masih ingin mengajakku pacaran?"

Inilah pertanyaan yang sejak tadi kutunggu terlontar dari bibirmu. "Udah nggak, Dek. Saat ini Abang dah nggak ingin berpacaran denganmu."

Terkejut, wajahmu tampak bermuram durja saat mendengar jawabanku. Dulu kau tolak-tolak, kini aku sudah tak berminat berpacaran denganmu, kecuali ...

"Tapi, apa boleh Abang mengunjungimu di rumah?"

Kembali kau terkejut, "Untuk apa?"

"Untuk segera menghalalkanmu."

Walau tipis, kulihat seulas senyum terlukis di bibirmu.

"Tantangan pertama, kau memintaku rutin salat lima waktu tepat waktu dan berjamaah. Katamu, salat wajib bagiku di masjid. Ia dapat menjadi penolong segala urusanku serta sebagai penjaga diriku. Lalu, tantangan kedua, kau memintaku menghafal seluruh surah Juz 30. Katamu, agar Al Quran juga menjadi prioritas dalam pikiranku, selain urusan duniawi. Aku merasa seperti menjadi lelaki baik sekarang. Orang tuaku senang melihat perubahanku. Jadi, aku tak ingin berhenti belajar menjadi baik hanya sampai di sini dengan mengajakmu berpacaran. Dalam Islam tak ada pacaran. Menikahlah denganku agar kita dapat bersama-sama dalam kebaikan. Abida Khadeeja, Will you marry me?"

"Datanglah ke rumahku bersama kedua orang tuamu hari Jumat besok. Selepas salat Jumat. Akan kujawab pertanyaan Abang saat itu," jawabmu malu-malu sambil menunduk.

"Ciieee ... Calon Imam sebentar lagi dapat Pelengkap Iman," bisik adikku sambil mengerlingkan mata.

7 disukai 6 komentar 6.7K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@rainzanov Makasih ❤
Aaaa sweeet banget endingnya
@alwinn wkwkwk 😄
Sama aku aja dek akwkwk
@jannywijaya Makasih ❤
love it!
Saran Flash Fiction