INT. RUANG TAMU RUMAH ERIN - SIANG
Kita melihat Erin dan Idan duduk bersebelahan di sofa. Kamera di atas meja. Wajah Erin terlihat banyak pikiran dan bingung. Sedikit melamun. Idan mengawasi Erin, menunggunya buka suara.
Beberapa detik berlalu, belum ada yang bicara. Sampai akhirnya Idan memecahkan keheningan.
Mereka terdiam lagi, tenggelam dalam kebingungan.
Erin langsung menoleh.
Satu keanehan lagi. Fakta baru ini menghantamnya seperti tinju. Erin akhirnya yakin bahwa jelas ada yang kejadian luar biasa di sini. Ia pun memegangi pelipisnya yang berdenyut, pusing.
Mulut Idan terngaga karena kaget. Ia berusaha mengeluarkan suara untuk merespon.
Kalo bukan kamu, aku mungkin gak akan percaya, Rin.
Erin tidak bisa menahan dirinya untuk menoleh, menunjukkan ekspresi bersyukurnya pada Idan. Ia kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Idan.
Idan mengernyit, memutar-mutar gelas air yang dia pegang dari tadi di tangannya, sebelum akhrinya merespon.
Nada pertanyaan Idan seperti skeptis, seakan Erin tidak layak dibantu. Erin sontak mengangkat kepalanya dan mencubit lengan Idan.
Jari Idan menunjuk kamera di meja. Erin menggeleng pelan. Idan tersenyum kecut.
Erin menghela napasnya, lalu menoleh ke area dapur.
Idan nyengir, tertawa kecil. Lalu ia berdiri sambil mengambil tasnya.
Mereka melakukan "salam" khas mereka: sambil mengepalkan tangan, Idan dan Erin saling mempertemukan pinggiran telapak tangan mereka, dengan tepukan ringan. Idan pun berimprovisasi dengan sedikit mengacak rambut Erin di kepalanya, lalu pergi.
FADE TO
INT. DEPAN PINTU AUDITORIUM KAMPUS - SIANG
Kita melihat pintu besar menuju auditorium, di mana sedang diadakan sebuah acara yang ramai. Mahasiswa berlalu lalang keluar dan masuk.
Di atas pintu masuk itu, banner besar tertulis: JOB FAIR & CAREER TALK 2022 - SIAPKAN KARIRMU DARI SEKARANG!
Suara dari panggung di dalam terdengar cukup keras.
Kemudian kita melihat Idan berdiri di depan pintu, asyik dengan HP-nya. Tak lama, Erin berjalan keluar dari auditorium dan berhenti di depan Idan. Ia menghela napasnya panjang.
Idan hanya diam. Erin kemudian menenggak air putih dari tumblrnya. Setelah memasukkan tumblr kembali ke tas, ia mengeluarkan selembar brosur dan menunjukkannya ke Idan.
Idan mengambil brosur itu dan membacanya:
"International Seminar: The Next 10 Years of Indonesian Fisheries Industry - Grand Auditorium, Kamis, 24 November 2022"
Erin hanya mengangkat alisnya, menunggu Idan menemukan sendiri jawabannya. Beberapa detik kemudian...
CUT TO:
INT. AUDITORIUM KAMPUS - DUA HARI KEMUDIAN - PAGI
Kita melihat Erin, dengan kamera dan tas kameranya, berdiri di tengah auditorium penuh dengan orang berlalu lalang, mempersiapkan seminar. Kursi-kursi peserta sudah hampir penuh. Suara obrolan ringan dan sapaan terdengar pelan dari berbagai penjuru auditorium.
Di display panggung, tertulis "International Seminar: The Next 10 Years of Indonesian Fisheries Industry - Grand Auditorium, 24 November 2022".
Kemudian Idan muncul dan menghampiri dari samping.
Erin berbicara sambil menunjuk ke bilik interpreter berwarna merah di bagian ujung kiri belakang auditorium, di mana 2 orang interpreter perempuan sedang bersiap-siap.
Suara mic yang dinyalakan terdengar dari panggung. Pembawa acara bersiap di samping panggung. Erin dan Idan pun langsung menghampiri bilik kecil berlapis bahan karpet itu.
INT. BILIK INTERPRETER - PAGI
WENDY (31 tahun) yang sedang sibuk membaca kertas handout menoleh. NAYA (29 tahun) yang sudah stand by di depan mic-nya kemudian ikut menoleh. Idan bersalaman sopan dengan kedua interpreter itu. Wendy melepas headset dan mengalungkan di lehernya, sementara Naya tetap menggunakannya.
Mereka pun duduk di belakang kursi Naya dan Wendy.
Idan mengangguk, mendukung alasan Erin. Erin tidak kuasa memperhatikan pakaian Naya dan Wendy yang rapi dan formal, juga elegan dengan jas dan rok hitam, inner krem, dan rambut ditata rapi.
Wendy tersenyum, dan Naya pun tersenyum terharu.
Ia menunjuk mesin dengan berbagai tombol yang tersambung ke mic yang ada di depan masing-masing dari Naya dan Wendy.
Mereka berdua hanya manggut-manggut.
Naya kemudian melihat ke arah panggung, dan langsung bersiap.
Idan dan Erin mengangguk. Naya menegakkan tubuhnya dan menyiagakan mulutnya di depan mic, sementara Wendy memasang headset, memeriksa jam dan rundown di depannya.
Saat pembawa acara di panggung mulai berbicara, tangan kanan Naya menekan tombol ON di konsolnya.
Mulut Erin mulai menganga karena terkagum selagi pembawa acara terus berbicara dan Naya terus melanjutkan penerjemahan. Ia tampak speechless dan terpaku.
Idan kemudian mencolek Erin dan menunjuk kameranya. Erin pun langsung tersadar, dan segera mempersiapkan kameranya untuk memotret.
Kita melihat jari Erin sudah siaga di tombol shutter dan matanya sudah berada di viewfinder.
POV VIEWFINDER: Erin mencari angle yang pas, ia bergerak mundur sedikit untuk mendapatkan console dan sisi tubuh Naya. Lalu... KLIK!
BLITZ PUTIH memenuhi layar selama beberapa detik, lalu hilang, dan Erin kembali merasakan atmosfer aneh yang dirasakannya saat di workshop Pak Galih.
Ia pun menurunkan kameranya, dan di dua kursi di bilik kecil itu, Naya dan Wendy sudah tidak ada. Digantikan.... ERICA!
Erin menutup mulutnya, tak bisa berkata-kata. Matanya melotot memandang Erica yang sudah duduk di kursi Naya dengan pakaian yang sama formal dan elegannya seperti pakaian Naya.
Ia spontan menoleh ke kanan, di mana seharusnya Idan berada. Dan sahabatnya pun tidak ada...
Sementara itu, acara seminar masih berlangsung, dan Erica terus menerjemahkan. Saat dia bisa berhenti menerjemahkan, ia menoleh ke kiri, dan tersenyum menyapa ke Erin, lalu meneruskan menerjemahkan di depan mic.
Erin segera membuka pintu bilik dan keluar.
INT. AUDITORIUM KAMPUS - PAGI
Ia menoleh ke sekeliling, mencari Idan. Tidak ada di mana pun. Suara sambutan yang keras dari panggung dan tepuk tangan yang memenuhi ruangan pun tidak menurunkan ketegangannya sama sekali.
Erin mendekati bilik interpreter lagi, lalu berhenti dan berpikir. Ia meraih kamera yang masih dikalunginya, berusaha mencari penjelasan atas fenomena yang sudah terbukti nyata ini.
Lalu ia meraih HP-nya dari tas, mencoba menelepon Idan.
Erin memasukkan kembali HP-nya. Dari bilik interpreter, Erica melongok keluar dan memanggil Erin dengan isyarat tangannya. Wajahnya tampak agak panik. Erin menghela napasnya, lalu masuk.
INT. BILIK INTERPRETER - PAGI
Habis sudah tenaganya untuk melogika kejadian ini. Ia pun duduk di sebelah Erica, di kursi Wendy, dan meletakkan kamera di ujung meja di depannya.
Setelah memastikan dirinya bisa lepas dari mic, Erica kemudian menoleh ke Erin, memegang lengannya, menatap dalam ke matanya.
Erin menimbang. Entah kenapa, suara Erica yang lembut ini membuatnya tenang. Saat Dekan mulai berjalan ke arah panggung, Erica kembali menatap Erin.
Ia mengisyaratkan untuk Erin memasang headset. Erin memasangnya. Dekan naik ke panggung, dan berjalan menuju mic di tengah. Erin kemudian mengatur napasnya, melirik ke Erica.
Erica menggenggam lengan Erin lagi, menenangkan, dan mengangguk.
Erica segera menunjukkan tulisan di depan Erin.
Erin seperti bisa bernapas lagi. Jantungnya berdebar kencang, dan langsung meneguk air mineral di depannya. Erica mengacungkan jempolnya ke Erin sambil terus melanjutkan.
Usai minum, Erin mulai tenang lagi. Erica kemudian memberi isyarat dia harus menerjemahkan 5 menit lagi. Meski masih nggak yakin, Erin mengangguk.
CUT TO:
INT. BILIK INTERPRETER - JAM ISTIRAHAT
Para peserta seminar mulai bubar untuk mengambil makan siang. Erin mematikan mic sebelum menghembuskan napasnya panjang, merasa super kelelahan. Ia melepas headset, lalu meneguk airnya lagi. Erica bertepuk tangan pelan, tersenyum lebar.
Erica menaikkan alisnya, menunggu respon. Erin menaruh botol air mineralnya dengan cukup keras di meja.
Erin malas menjawab.
Ia tersenyum, memancing Erin. Yang dipancing kemudian mendengus.
Jawaban itu mengubah semangat di wajah Erica. Ia kembali ke wajah biasanya yang kalem dan agak misterius itu.
Erin ingin membalas, tapi omongan Erica ada benarnya. Mungkin dia memang terlalu buru-buru memutuskan.
Pertanyaan itu membuat Erica agak kaget. Ia memandang Erin beberapa detik, lalu tersenyum, kembali memasang peragai biasanya.
Erin mengernyit.
Erica tersenyum penuh arti. Ini membuat bulu kuduk Erin berdiri, dan langsung sadar bahwa ia sedang mengalami fenomena tidak biasa bernama Erica.