Reverse # 3 : Gelombang

-       Untuk Sesaria Kiki Tamara

 

 

Saat buah tengkawang berbaling-baling cokelat tua telah tersebar di antara serasah, semua kejadian bergerak mundur. Lantai hutan di punggung bukit itu penuhi helikopter yang siap terbang. Langit beranjak gelap.

Di antara tumpukan serasah, buah tengkawang pertama mulai memuntir baling-balingnya. Helikopter siap terbang, kemudian melesat ke udara. Satu per satu mulai berdesingan. Bagai peri hutan yang menari di udara, mereka enggan terkubur lagi di dalam serasah. Satu per satu biji menerobos udara. Ada yang salto. Ada yang langsung terbang ke udara.

Ribuan buah tengkawang mencari pohon induknya masing-masing. Sayap-sayap lentik mereka saling menderu. Mereka terbang sambil mengembuskan kembali air ke udara. Pasukan helikopter semakin berderak. Setelah merapat pada tangkai asalnya, dan sang waktu menderu mundur, baling-baling bijinya akan melunak, kemudian memerah, lalu terbenam ke dalam pangkal tangkai yang saling bersisian.

Mulanya, di saat waktu masih bergerak maju, matahari sangat menghormati pohon meranti. Dalam cahaya terangnya, matahari memberi isyarat ke pohon meranti, kapan musim berbunga yang tepat. Empat, lima atau enam tahun sekali pohon meranti akan menyebarkan tanda-tanda ke jenis pohon lainnya. Tanda-tanda dari pohon meranti terus bergerak. Dari pohon meranti yang satu ke pohon meranti yang lainnya. Tanda-tanda itu akan menyelinap, dan menembus dari petak hutan satu ke petak hutan lainnya. Berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Tandanya musim bunga telah tiba.

Tapi itu semua sudah tidak berlaku lagi. Ketika waktu sudah terlanjur bergerak ke belakang seperti sekarang ini, para pemakan buahlah yang justru akan menentukan kapan musim bunga yang tepat. Mereka akan datang untuk menyatukan kembali buah-buahan yang telah mereka makan. Babi berjenggot akan memuntahkan kembali buah-buah itu ke sela serasah lantai hutan, dan bangsa berekor panjang akan menyatukan kembali buah ke tangkai-tangkai asalnya. Selamat datang musim bunga.

Hutan di punggung bukit itu menjelma jadi surga bunga tengkawang. Aroma madu tipis-tipis akan bergerak di sekujur punggung bukit itu. Daun-daun berdesiran. Dahan di bawah tajuk akan menguncupkan kembali bunga-buanganya. Dari petak hutan yang satu, ke petak hutan berikutnya. Sambung menyambung, saling menebarkan tanda-tanda.  

Para pemakan buah tengkawang akan terus berpindah-pindah. Mereka mencari ke arah petak hutan yang masih mengundang aroma serbuk sari. Ada yang terus mengalir dari tajuk ke tajuk, berpuluh-puluh kilometer jauhnya. Meski perlahan, tajuk pepohonan bergerak seperti gelombang.

Waktu bergerak mundur dengan cepat, satu per satu buah merekat di tangkainya aslinya, satu per satu buah menyusut, satu per satu bunga bermekaran, kemudian kuncup-kuncup bunga terus mengatup. Seperti arah gelombang, pohon-pohon meranti menyedot kembali aroma bunga dari segala arah. Aroma surgawi terus berputar. 

466 disukai 13 komentar 12.1K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
luar biasa. tapi aku yang orang awam gak ngerti. 😭 🌟🌟🌟/🌟🌟🌟🌟🌟
Saat alur maju dan mundur, Kakak sedang tidak ingat Syharini kan? "Maju Mundur Cantik" Hehehe begitulah karya Kakak. Menarik❤❤❤❤❤
gaya pembawaan ceritanya keren. Penataan kata-katanya luar biasa, hampir mirip (tapi ngga mirip kayak kak Tere Liye). Imajinatif sekali
Cara menulisnya berirama, tp ga pake rima persamaan bunyi. Ini bikinnya pasti ga mudah ya?
Benar-benar unik! Dengan gerak dan peristiwa mundur, visual jadi lebih runut dan indah, ditutup dengan aroma bunga yang terasa nyampe ke hidung
Reverse. Benar-benar teknik yang sulit dipelajari. Bisa menulis ini tentu memiliki imajinasi yang luar biasa. Saya berharap suatu saat bisa menulis sebaik Mas Yesno.
Ngebayangin ini jalan mundur kok jadi cantik banget ya 😍😍😍
Untaian kalimatnya terasa bagus akan tetapi amatir seperti aku perlu berkerut dahi memikirkan apa yg sebenarnya penulis ini tulis. Hihihi
Cakep..
Mantap Abangku👍
Sesuai judulnya; Reverse. Semua berjalan mundur
Saran Flash Fiction