Adi Parasakti

Malam itu, di ruang tamu, Sakti mendapat kunjungan istimewa dari Mbah Dewana, seorang ahli ilmu Kejawen keturunan Wali Songo asal Caruban. Mbah Dewana disambut dengan gembira, makanan dan minuman ala kadarnya, seperti kue-kue dan kopi pahit favorit Mbah Dewana. Tapi, Mbah Dewana seperti kurang berselera, ia lebih memilih untuk langsung kepada topik pembicaraan.

“Mbah datang kemari untuk menyampaikan mimpi Mbah.”

“Mimpi apa, Mbah?”

“Seperti yang mungkin sudah kamu maklumi, Mbah itu seringkali dijampangi oleh leluhur-leluhur yang memperingatkan akan adanya kejadian-kejadian buruk yang menimpa tanah air seperti gempa bumi, banjir bandang, kebakaran hutan, gunung meletus, wabah aneh dan lain-lainnya. Kejadian-kejadian itu benar-benar terjadi beberapa hari setelah Mbah memimpikannya. Awalnya Mbah menganggapnya sebagai sebuah kebetulan belaka, tetapi ketika Mbah diperingatkan bahwa istri Mbah akan sakit keras dan meninggal tak lama kemudian, Mbah mulai menyadari bahwa itu bukan sekedar firasat. Sejak saat itu, Mbah pun mulai berinteraksi dengan para leluhur itu dalam keadaan terjaga, memberikan do’a-do’a dan mengasih-ngasihkan hadiah atas nama mereka. Mbah sering berkonsentrasi meminta petunjuk Gusti Allah, atau nayuh. Banyak orang yang datang kepada Mbah sesuai dengan petunjuk yang mereka dapatkan dari leluhur mereka, ada yang datang meminta tolong, ada yang memberikan wejangan, macam-macam. Mbah juga akhirnya sering didatangi leluhur mereka untuk saling membantu, juga memberi pemahaman satu sama lain. Sampai masa akhir-akhir ini, Mbah tengah melakukan komunikasi batin dengan para leluhur kamu dalam mimpi Mbah, mereka meminta Mbah untuk memperingatkan kamu agar lebih berhati-hati dan mendekatkan diri kepada Gusti Allah, oleh sebab itu Mbah datang kemari padamu.”

“Hmmm… Itu sebuah berkat yang luar biasa, Mbah. Sayangnya saya sendiri tidak pernah didatangi oleh leluhur saya.”

“Itu sebab kamu telah memiliki pengajaran sendiri akan ilmu-ilmu yang mereka pegang, seperti alkitab dan mitos-mitos, begitu kata leluhur kamu.”

“Hmmm… Itu ada benarnya. Walau begitu, saya hanya tahu sedikit saja, Mbah. Lalu apa yang akan terjadi pada saya? Kenapa saya diperingatkan untuk lebih berhati-hati?”

“Ada sebuah skenario yang terjadi di tanah air di masa lalu yang harus diakhiri olehmu. Kamu harus memerankannya dengan baik. Sehingga mereka bisa menginspirasi manusia lainnya dengan spiritmu. Sebab, seperti itulah yang terjadi dalam konstelasi malaikat penjaga Surga. Itu saja yang mereka katakan pada saya. Kamu akan tahu sendiri bagaimana menjalankannya. Hanya dekatkan diri kepada Gusti Allah, karena semuanya adalah Gusti ingkang Maha Agung yang menciptakan. Sehingga tercapai tujuan yang semestinya, yaitu Manunggaling Kawula Gusti.”

“Saya mengerti, Mbah, bahwa dengan bersatunya seluruh manusia, maka tak ada skenario yang tercecer dan kita bisa hidup abadi dalam alam semesta.”

“Dengan menyadari adanya keabadian, kamu berarti percaya bahwa para leluhur masih ada bersama kita, dapat melihat kita dan masa depan kita. Kamu bukan satu-satunya orang yang terlibat dalam skenario alam semesta ini. Semua manusia membawakan peran masing-masing. Dari dahulu hingga kini. Kalau kita percaya, maka wahdatul wujud akan termanifestasikan seperti seharusnya.”

“Baiklah, kalau begitu. Saya sangat berterima kasih atas pengawalan Mbah atas diri saya. Saya rasa saya akan menemukan hikmah dari perjalanan hidup saya yang sudah Mbah peringatkan ini. Mudah-mudahan saya tahu apa yang harus saya lakukan dan dapat menjalaninya dengan baik.”

4 disukai 3.2K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction