Makan malam spesial

Daging Spesial

"Dik, izinkan, aku menikah lagi," ucap Dito pada Tiara, istrinya.

Tiara terkejut setengah mati. Ia melotot. Detak jantungnya terasa sesak. Perlahan kedua matanya memanas dan berair.

"Apakah, aku sudah tak cantik lagi, Mas?" tanya Tiara. Suaranya bergetar sekaligus menahan perih di dalam gumpalan daging.

Dito memeluknya dan membelai rambut yang menutupi sebagian wajah Tiara. Ia mengatur napas. 

"Cantik kok, tapi---," kalimatnya terputus.

"Tapi, apa? Mas punya wanita lain begitu!" Tiara menepis tangan Dito ia pun, segera beranjak.

Dito mengejar langkah istrinya. Ia merosot ke bawah dan memegangi kedua kaki Tiara 

"Mas ingin punya keturunan, Dik." Ucapan Dito merobohkan pertahanan Tiara.

Dadanya bergemuruh. Ada yang nyeri tersayat sembilu. Jantungnya seperti ditaburi garam dan dihujam ribuan pisau.

Bergetar kedua bibirnya. Bulir bening lolos ke pipi mulusnya. Kurang apa dirinya? Tinggi, cantik dan ramping. 

"Baik. Akan aku pikirkan." Tiara melangkah pergi dari kamarnya.

"Terima kasih, Dik." Dito berulang kali mengatakannya. Ia pun melepaskan tangannya.

Tiara melenggangkan kaki meninggalkan pria yang sepuluh tahun telah menikahinya. Diusia pernikahan terbilang lama itu mereka belum dikaruniai seorang anak. Wajar, Dito ingin memilikinya sebab, ia dituntut keluarga besarnya.

*

*

*

Suatu hari Miranti, ibu mertuanya berkunjung ke kediaman Tiara untuk menemui Dito. Tiara meninggalkan Minanti ke dapur ia menyediakan air untuk ibu mertuanya.

Sekembalinya Tiara dari dapur tak sengaja ia mendengarkan pembicaraan Dito dan Minanti.

"Bagaimana? Kamu sudah membicarakan hal ini ke Tiara," ujar Minanti setengah berbisik.

"Sudah. Sedang ia pikirkan," sahut Dito.

"Jangan kelamaan! Ibu sudah tak sabar melihat kamu menikah dengan Indri. Berharap Ibu punya cucu yang lucu," seloroh Minanti. Senyum cerah mengembang di bibir wanita setengah abad itu.

"Indri?" Batin Tiara. 

Tiara segera mendekati keduanya di tangannya membawa nampan berisi dua cangkir teh dan setoples biskuit.

"Kamu sudah pikirkan kalau Dito akan menikah lagi?" tanya Minanti terus terang.

Tiara tertegun. Ia meneguk salivanya yang tiba-tiba terasa kaku.

"Sudah," sahut Tiara singkat.

"Apa jawabannya?" 

Minanti dan Dito memandang Tiara. Menunggu jawaban yang keluar dari mulut Tiara.

"Aku mengijinkannya." Tiara menunduk. Menahan butiran bening yang menganak sungai.

"Sungguh?" Dito memeluk Tiara. Kedua matanya terpancar kebahagiaan.

Tiara mengangguk lalu, tersenyum getir.

"Terima kasih, Sayang. Mas janji akan berlaku adil." 

"Siapa calon maduku?" tanya Tiara. Lidahnya terasa pahit.

"Calon madu? Cih!" Tentunya ia menggerutu dalam hati.

Dito mengambil ponselnya dan menunjukkan poto seorang wanita yang Tiara kenal.

"Indri Hapsari," ucap Dito.

Tiara terbelalak lebar. Indri adalah sahabatnya dari kecil. Mengapa orang terdekat yang tega menikamnya dari belakang?

Tiara berdiri dan berkata, "Lusa bawa dia kemari kita akan mengadakan makan malam spesial untuk menyambut calon maduku,"

"Alhamdulillah, baik. Siap, Sayang!" Dito bersemangat. Begitu juga dengan Minanti.

*

*

*

Di suatu tempat ….

Indri sedang pulang larut malam. Langkahnya ia percepat, karena seseorang membuntuti dari belakang.

Seseorang itu semakin dekat dan … Mulut Indri dibekap. Indri tak sadarkan diri.

Dito terlihat mondar-mandir cemas, seraya mengecek ponselnya.

"Kenapa, Mas?" tanya Tiara. 

"Indri tidak ada kabar sejak pagi tadi," sahut Dito cemas.

"Mungkin ia sibuk." Tiara mengelus punggung Dito.

"Aku harap begitu."

"Aku sudah mempersiapkan segalanya. Makan malam spesial. Kita barbeque-an," kata Tiara.

"Wow! Benarkah? Kau memang istri yang paling aku cinta." Dito memeluk erat Tiara.

Pukul sepuluh malam Indri tak kunjung memberi kabar. Dito dan Minanti menunggu cemas.

Tiara menyiapkan menu daging besar-besaran.

"Makan saja dulu, Bu. Tiara masak banyak nih." Tiara menyodorkan satu piring daging panggang. Di meja lain bermacam-macam olahan daging lainnya.

Dito dan Minanti melahapnya.

"Kamu tidak makan?" 

"Tidak, Bu. Sudah kenyang." Tolak Tiara.

"Enak loh, Dik. Manis dagingnya," ucap Dito seraya mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.

"Iya, manis. Seperti calon maduku." Katanya dalam hati. Tiara menyeringai.

Tiga hari berturut-turut, Dito mencari kabar keberadaan Indri. Sampai sekarang pun, tak ada kabarnya.

Ramai orang membicarakan berita yang beredar luas di media sosial. Seseorang menemukan kepala wanita tanpa badan. 

Ah, Tiara. Dia tersenyum puas seraya memandangi isi kulkas yang penuh dengan daging beku.

4.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction