Ramadhan dua tahun ini pasti terasa berbeda dari sebelumnya. Tetapi, kalau boleh meminta, perempuan itu ingin bermain sebentar dengan kenangan lamanya. Bulan ramadhan saat ia berusia 10 tahun.
Sore itu raganya kecewa pada energi yang sudah menipis padahal buka puasa masih 2 jam lagi.
Tiba-tiba saja jeritan beberapa anak mengagetkannya yang melamun di atas kursi ruang tamu. Langkah kecilnya membawa raga di ambang pintu.
"Siapa?"
Senyuman manis tergambar di wajahnya saat Lily dan Farina melambaikan tangan di depan pagar rumahnya.
"Ayo main," ajak salah satu dari mereka.
Ranti menimang sebentar, "Apa nggak capek? Kan puasa..." tanyanya pada mereka. Yang satu menggeleng. "Enggaklah! Masa udah gede nggak kuat puasa?"
Ranti merasa tertantang.
Lagipula tidak ada orang di rumah, orang tuanya bekerja. Ia kemudian menutup pintu dan mengambil sendal di rak.
"Ayo ke masjid dulu!" Keduanya menuntun gadis sebaya mereka ke halaman masjid yang berjarak beberapa ratus meter.
Perjalanan singkat itu berakhir di depan masjid yang ternyata sudah dipenuhi beberapa pedagang es cendol, es buah, dan gorengan.
Ranti menahan nafsu diam-diam takut terlihat kelaparan. Padahal, siapa yang enggak ngiler, sih?
Di lain sisi, ada beberapa anak yang sudah berkumpul seperti menyiapkan strategi.
Di depan mereka ada sendal yang tersusun seperti menara. Ranti tahu mereka akan bermain kejar-kejaran barang kelompok siapa yang sanggup mengenai menara sandal itu.
"Sini Ranti, Lily, Farina mainnnn!" ajak salah satu dari mereka.
Mereka semua pun berkumpul. Teman kelompok dan lawan ditentukan oleh hompimpah.
Ranti senang Ia bisa satu kelompok dengan Lily dan Farina, kebetulan apa ini?
Kelompok Ranti mulai pertama, namun tidak ada satupun yang mengenai menara.
"Kejauhan sendalnya! Ulang, lah!"
Keributan pun mulai dan pada akhirnya mereka tidak diperbolehkan mengulang melempar sandal.
Raut wajah yang murung-murung itu semakin kecut begitu kelompok lawan mengenai sasaran.
Tapi, saat mereka bermain kejar-kejaran, rasa iri karena tidak bisa menjatuhkan menara sendal terganti dengan rasa asyik yang berkobar saat mereka harus melempar sandal mengenai lawan.
"Hahaha! sini kenain aku kalau bisa!!" ejekan yang menjadi motivasi itu terus-terusan dilontarkan dan semua bermain dengan riang gembira, sampai akhirnya audio mengaji dari masjid berkumandang.
"Eh, bentar lagi buka!"
Suara yang melengking itu kemudian menghamburkan satu persatu anak pulang ke rumah. Ranti paham, orang tua mereka menunggu mereka pulang di rumah, sedangkan Ranti di depan masjid menunggu orang tuanya untuk pulang.
Tak berapa lama mobil hitam berhenti dan kaca jendela yang menghadap Ranti perlahan turun.
"Kamu ngapain, Nak? Ayo pulang."
Ranti tersenyum melihat orang tuanya di dalam mobil kemudian berlari kecil untuk ikut masuk ke dalamnya.
Sore itu Ranti menyadari bahwa ia dan semua temannya mempunyai kisah kehidupan berpuasa yang berbeda, tapi ia tahu mereka merasakan kebahagiaan yang sama.
Kilas balik yang sebentar, namun mampu membuat Ranti senyam-senyum saat mengingatnya. Kenangan lama yang murni terjadi setahun sekali. Itulah yang membuat orang orang takjub akan nikmatnya bulan ramadhan.
Tahun ini, mungkin berbeda, namun kita harus membuat kenangan manis yang sama semanis tahun-tahun sebelumnya. Untuk semuanya, Ranti berharap agar kita diperbolehkan bertemu ramadhan untuk tahun-tahun kedepannya.
Terimakasih telah membaca ceritanya!