Flash Fiction
Disukai
1
Dilihat
4,638
Putus
Romantis

Mata memerah miliknya tak bisa berhenti menatap seorang perempuan yang tepat berada di depan matanya. Sayup-sayup ia dengar percakapan di meja sebelah, beberapa kali kepalanya mengadah sedikit ke atas, ia takut pertahanannya runtuh seketika begitu perempuan itu membuka mulutnya. Namun, tak ada jawaban atas pertanyaan yang telah ia tunggu.

Manik matanya kini menatap ke bawah, sepatunya kotor. Berbanding terbalik dengan sepatu sendal bersih model kekinian yang sering dipakai wanita-wanita sosial media yang berada bersebrangan dengan sepatunya.

“Kamu … masih kerja di sana?”

Perempuan itu mengangguk, “Iya.” Jawaban singkat yang sebenarnya lelaki itu sudah ketahui. Ia mengangguk. Hawa bingung menyeliputi mereka berdua. Si perempuan tidak berniat sedikitpun menatapnya. Ia hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Ia tidak berniat menjelaskan lebih jauh, apalagi menjawab kegelisahan yang lelaki itu telah alami selama beberapa bulan terakhir ini.

“Jadi … ekhem.”

“Apa?”

“Eh…”

Ia salah tingkah tiap si perempuan berani menatap matanya. Namun, itu terlihat seperti tatapan kesal. Tidak seperti beberapa bulan lalu ketika netranya masih seteduh hujan gerimis di pagi hari.

“Ini udah malem.”

Lelaki itu kembali gelagapan. “Loh, udah mau pulang?”

Perempuan itu menaikkan sebelah alisnya. “Iya, udah malem.” Satu alasan yang membuat perempuan itu memakai kembali maskernya.

“Tapi … kita belum ngobrol banyak …”

“Mau ngomong apa? Udah malem.”

Yang lelaki itu tau, perempuan di depannya ini sangat membencinya. Entah apa yang merasuki tapi ia ingat betul bahwa perempuan ini tidak seperti dulu lagi. “Kamu benci banget ya sama aku?”

Kembali diam bukanlah jawaban yang lelaki itu mau. “Aku salah apa?”

Hembusan napas yang perempuan itu keluarkan keras-keras juga membuatnya jengah. Ia juga kesal. ‘Kenapa hanya diam? Kenapa tidak bicara sejujurnya?’

“Bisa unblock Whatsapp aku?”

“Nggak.”

Lelaki itu Kembali tertegun. ‘kenapa secepat itu menjawabnya?’

“Kenapa? Aku kan ngga gangguin kamu. Siapa tau kamu butuh aku. Nanti aku bisa bantu. Kita bisa saling bantu.”

“Ini udah malem, aku pulang ya?”

Lelaki itu menggeleng. “Tapi unblock WA aku yaa? Kita baikkan, kan??”

Tapi perempuan itu sudah menarik kursinya ke belakang dan berjalan menjauh.

Lelaki itu harusnya tau. Ia tidak dimaafkan. Mereka tidak baikkan.

Mungkin tidak akan.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Duh jadi curhat :)
Untuk yang memilih untuk putus, coba pikirin lagi, jangan sampai membuat orang yang tulus ke kamu menderita, sakit karena beneran cinta, kadang yang se desperate mempertahankan itu bukan karena tidak memiliki harga diri, tapi karena ia tahu arti komitmen, sedangkan yang brengsek segampang itu pindah hati.
Relate sama kisahku, tapi aku diposisi cowo, mertahanin hubungan, tapi cowoku mudah banget cut hubungan yg udah dirintis sedemikiannya, hanya karena masalah sepele, aku berusaha mertahanin tapi dia patahkan, ternyata dia udah ngecrush orang baru, segampang itu dan secepat itu.
bagus sampe bikin gw mau curhat jdi nya [oni-27]
bagi lelaki tersebut perempuan yang berada di hadapannya adalah "segalanya". namun ia sadari 'ternyata perempuan tersebut tidak memandang nya dengan sama'. wajar saja matanya memerah. melahap habis harapnya yang dulu memang diberikan khusus oleh perempuan tersebut. menangis melihat perempuan yang ia cintai tak dapat memahami arti cinta.
jahat juga perempuannya huhu, bagus tulisannya kak, yang membaca jadi bisa merasakan sudut pandang pilu lelaki tersebut, dan jadi terasa teganya seorang perempuan didalam alurnya, keep going baguss👍
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi