Kopi dan Kata

"Aku tidak ingin menambahkan gula." kata itu muncul dari dia yang duduk dihadapanku saat ini.

Aku meneguk kopiku, tentu saja ini kopi yang berbeda, bukan kopi hitam, tanpa ampas dan tentu saja rasanya tidak pahit, kurasa ini kebanyakan creamer.

"Bagaimana kabarmu?" ujarnya lagi.

"Tidak banyak yang berubah, aku hanya kadang-kadang merasakan......., saudade." jawabku.

Aku tidak tahu bahwa dia benar-benar ingin menanyakan hal ini atau hanya sekedar basa-basi tapi senang dia menanyakannya.

"Bagaimana perasaanmu padaku? apa masih sama seperti dulu." tanyanya lagi, sebelum meneguk kopi pahitnya lalu mengalihkan pandangannya.

"Agak sulit membuat segala sesuatu tetap sama, sayangnya perasaanku juga seperti itu. Ketika aku ingin melihat bunga tulip tapi tidak bisa mendapatkannnya, aku hanya akan melihat Amaryllis yang tumbuh disamping rumah, jauh lebih praktis. Aku akan mencari orang lain ketika orang yang kuinginkan tidak menginginkanku kembali, sekalipun pada awalnya mencari pengganti akan sesulit mencari Amarylis dimusim panas".

"Tidak tersisa sama sekali?" tanyanya lagi dengan tawa kecil diujung bibirnya. Pria ini adalah seseorang yang setiap bulannya membuatku menuliskan surat cinta yang sengaja kuselipkan di laci mejanya, dengan cuma-cuma tanpa dibayar, dibalas cinta-pun tidak.

Surat-surat itu kadang bisa sampai padanya, kadang terabaikan dalam laci meja selama beberapa minggu hingga menumpuk, kadang anak yang lain akan menemukannya lalu membacakannya di depan kelas, aku tak keberatan, kapan lagi karyaku akan mendapatkan tempat yang pantas ia dapatkan, pendengar yang setia, kepopuleran di seantero sekolah, aku juga akan mendapatkan beberapa hater untuk hal itu, seolah mereka mendapatkan bayaran yang lebih besar dariku yang tidak mendapatkan balasan setelah repot-repot menulis surat cinta dengan wajah tersenyum lebar disaat semua orang tengah tertidur.

Aku tidak suka bersosialiasasi tapi surat-surat itu telah menjadikanku populer, aku mendapatkan hater lebih banyak, makian lebih banyak, oh.., menjadi populer sangatlah merepotkan.

"Aku masih punya kenangannya,"kataku.

"Seperti yang kukatakan, aku mengalami saudade, apa yang terjadi di sekolah adalah satu dari banyak hal yang membuatku seperti itu. Jika kuingat aku tidak punya banyak hal bagus untuk diingat pada saat itu, teman yang menjadikan bahan lelucon, aku tahu kamu adalah salah satunya, guru yang terus meremehkan dari pada yang mengajari tapi aku merindukan semuanya, aku bahkan merindukan bagian terpahit yang pernah terjadi. Aku tidak menyukai rasa pahit dikopiku, agak ironis bukan? secagkir kopi harusnya terasa pahit, aku harusnya membencimu untuk apa yang pernah terjadi, aku harusnya tidak merindukan hal yang terjadi disekolah, aku melakukan yang sebaliknya."

"Aku ingin melakukan apa yang ada dipikiranku bukan apa yang orang lain pikirkan untukku bahkan ketika semua terasa kontra."

1 disukai 2 komentar 5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@khansaop : Makasih.. kamu juga semangat
Bagus kak, semangat terus menulisnya yaa👍
Saran Flash Fiction