Ms. Priority

“AKU banyak kerjaan dan kamu malah merengek minta dijemput.” Wan membanting pintu mobilnya dengan geram. Bertolak pinggang di hadapan Kay yang menunggu dengan tas selempangnya seperti anak kecil.

Pria dengan potongan rambut belah samping dan masih berpakaian setelan kantor itu sedang dalam rapat direksi ketika ponselnya berbunyi dan menampilkan nama Kayla. Awalnya ia menolak panggilan itu dan kembali memusatkan perhatiannya pada rapat penting itu. Namun, ponselnya berbunyi lagi, lagi, dan lagi. Akhirnya Wan memberi instruksi agar rapat dihentikan sementara sampai ia kembali dari urusannya.

“Kamu ini kan pac—”

“Calon suamimu,” potong Wan cepat. Nada bicaranya seperti tidak suka.

“Iya-Iya, calon suami,” ralat Kay sesaat setelah ia memutar bola matanya tanpa sepengetahuan Wan. Bisa merajuk lagi pria kesayangan ibunya itu kalau sampai melihatnya memutar bola mata dengan ekspresi muak. Kemudian ia mendongak menatap pria di hadapannya dengan percaya diri. “Jadi, gak masalah kan kalau aku minta dijemput?” tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya.

Sesaat dahi Wan tampak mengkerut sebelum ia mengangkat satu alisnya dengan tampang curiga. “Apa kamu sedang mencoba mempermainkanku, Gadis?”

“Mempermain ....” Mata Kay membesar. “Tunggu. Apa kamu berpikir aku sedang main-main supaya kamu bosan denganku dan membatalkan pernikahan kita, begitu?”

Wan hanya menaikkan satu alisnya sebagai jawaban, seolah mendukung gagasan itu. Dan Kay memutar bola mata karenanya.

“Korban drama,” desisnya sambil memalingkan wajahnya ke samping.

“Aku bahkan gak punya waktu untuk menonton televisi, kalau kamu mau tau,” balas Wan angkuh.

“Begitukah?” Wan bisa mendengar nada tersinggung dalam suara Kay. Wanita berambut hitam sebahu itu kini menatapnya dengan marah.

“Ya udah, kalau memang gak mau menjemput, untuk apa repot-repot datang ke mari. Kamu kan bisa mengirimiku pesan singkat dengan mengatakan kalau kamu sibuk. Beres, kan?”

“Masalahnya gak sesederhana itu.”

“Maksud kamu?”

“Kamu harusnya tau aku gak pernah bisa mengabaikanmu.” Wan membuka pintu mobilnya dan berkata, “Masuklah!”

Melihat itu Kay jadi tersenyum senang penuh kemenangan. “Aku suka pola pikirmu, Pak Awan.”

“Dan aku suka kamu.”

1 disukai 5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction