Balada Rindu Rahwana

“Untuk yang terkasih, Shinta.

kau terlihat cantik hari ini,meski aku menatapmu jauh, pesonamu indah menusuk kalbu, mawar yang tumbuh di bibirmu mengalahkan wangi bunga-bunga di taman Argosoka.

sudah beberapa waktu sejak saat itu, aku selalu ingin bertatap mata denganmu, namun sikap acuh dan penolakanmu membuat hatiku remuk redam

aku tulus mencintaimu Shinta, bahkan Jika aku perlu gunakan air mataku untuk membuatmu tersenyum, maka itu lebih dari sekedar layak

untuk kesekian kali aku menyuratimu, dan untuk kesekian kali aku tau akhirnya hanya akan menjadi abu, 

namun satu harapanku, walaupun kemarin, esok, dan lusa berubah abadi, kau dan aku tidak akan pernah kemanapun, hanya akan ada kita, dan waktu yang membeku.

Yang merindumu, Rahwana”

Derap langkah tak beraturan, menggetarkan tiap-tiap jiwa, bulan berkhianat seketika bercahaya, ribuan panah api beterbangan di langit alengka.

Berdiri seorang pria dengan chandrahasa pemberian siwa ditangannya, membuat musuh-musuh meringkuk tersudut takut

Teriakannya membakar semangat raksasha, seketika bumi berdarah,langit terbelah, api-api kian menari-nari dalam alunan teriakan kesakitan.

Satu-persatu korban berguguran di tangannya,teriakannya semakin menggelegar ia berdiri tegar sambil menjilati darah segar dipedangnya

“dimana kau! Keluarlah! hanya padamu seorang kutanam dendam, hati wanitaku tersayang tertutup kabut kemunafikan!” pedar Rahwana.

Pasukan kera melawan hidup mati.

Busur, dan pedang mereka ranting kering bagi Rahwana yang tiada tanding.

Derap langkah tak beraturan, menggetarkan tiap-tiap jiwa, awan berkhianat pada hujan, seketika petir menyambar bersahutan.

“Dimana kau! Keluarlah! Hanya padamu seorang ku tanam dendam, ratu ku tak pantas hidup dengan pria sepertimu! Akulah yang akan membahagiakan dia dengan segala kelayakan yang ada di dunia” Rahwana menyerang membabi buta.

Sementara di taman replika surga, argosoka. Shinta bergetar mendengar teriakan, suara dentingan pedang mengalunkan hymne kematian, bertahun menahan kerinduan, ia bermunajat pada dewa.

“oh dewa cintaku pada Rama adalah cinta surgawi, cinta seorang petapa pada doanya , maka aku mohon menangkanlah Rama”

Dewa mendengar doa Shinta.

Dingin menyibak, angin membisikan ridha-nya,derap langkah tak beraturan hilang, seorang pria melangkah penuh wibawa, dengan busur kokanda di tanganya ia arahkan pada Rahwana.

“disana kau rupanya! Wahai Rama! Aku akan melakukan apapun untuk shinta, karena aku benar-benar mencintainya, bukan hanya sebatas pembuktian seperti dirimu yang memenangkan dirinya atas sebuah sayembara! semua perbuatanku yang kau sebut mengacau adalah usahaku dalam rangka memenangkan hatinya!” teriak Rahwana.

Panah Rama bak menghantam baja, panah kedua teriakan mereka membara, dan panah ketiga terbakarlah rahwana dalam api dan rindunya.

Di tengah tangisan semesta, Rahwana berkata. ”Oh dewa, cinta memang tak harus memiliki,tapi sanksi yang kuterima karena mencintai shinta sungguh tiada terkira. Dan untukmu shinta! jika aku berhak mencintaimu, namun tidak dicintai olehmu,maka biarkan aku mati dengan apa yang menjadi hak-ku”

Rahwana menemui ajal dengan cinta yang melangit pada shinta, tetes air mata terakhirnya bukan karena ia takut pada maut, tapi karena jiwa dan raganya belum siap untuk berpisah dengan shinta.

Teriakan sunyi sembunyi.

Shinta berlari temui rindu, hati Rama ragu “apakah Shinta sudah di sentuh Rahwana?”. 

Menyalalah api suci, di tengah kobaran api, Shinta membakar diri, api padam ditengah rindu yang berkobar.

7 disukai 4 komentar 5.2K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
jahat sekali
Tetes air mata terakhirnya bukan karena ia takut pada maut, tapi karena jiwa dan raganya belum siap untuk berpisah dengan shinta.😢
@ikakarisma : Rama emang jahat
Rama apa yang kamu lakukan pada Rahwana itu "jahat"
Saran Flash Fiction