Seorang pria berkemeja putih duduk di sudut sebuah kafe. Setiap malam ia selalu berada di sana. Memesan secangkir Espresso hangat. Sambil menangkap pesona seorang biduan bergaun merah yang bernyanyi di atas panggung.
Biduan itu terkadang melirik sang pria, namun pria yang dilirik segera mengalihkan pandangannya. Sang biduan pun tersenyum kecil. Bibir merahnya bergerak, menyesuaikan lirik sebuah lagu.
Aku tahu kau berada disana, di sudut kafe kecil ini...
Setiap malam kau memerhatikanku...
Apakah kau tahu, diam-diam aku pun memerhatikanmu...
Datanglah padaku...
Agar kutahu...
Kau bukan sekedar pemimpi...
Lagu itu terus terulang setiap malam. Namun sang pria hanya diam, lalu pergi ketika biduan usai bernyanyi. Biduan pun terus bersabar, menunggu respon sang pria akan kode cintanya.
Hingga pada suatu malam, sang pria datang dengan jas yang rapih. Ia membawa seikat bunga mawar dan secarik memo pada biduan.
Aku tahu kita saling menyukai.
“Akhirnya kau memahami lirik laguku,” ucap biduan. Sang pria melakukan sebuah isyarat agar biduan menuliskan kata-katanya.
Maaf, aku tuli.
Sang biduan kaget, dan menulis di memo, Lalu bagaimana kau tahu isi hatiku?
Diam-diam aku melihat matamu. Setiap malam.
Sang biduan tersenyum. Ternyata selama ini sang pria menyadari sebuah kode yang tak disadari oleh sang biduan. Kode cinta yang berasal dari jendela hati.