"Good morning, my dear Sera."
Itu adalah kalimat pertama yang di ucapkan oleh sang ibu, ketika Sera - anak perempuannya, terbangun dari tidur. Sera tersenyum dan menyentuh pipi sang ibu dengan jari kurusnya.
"Makasih mama..." ucap Sera.
"Hari ini mama buat makanan kesukaan kamu..."
"Biskuit cokelat?"
"Iya, ayo kita ke meja makan..."
“Asyik...”
Sang ibu membantu Sera dengan sabar dan menuntunnya ke kursi roda di samping ranjang. Setelah Sera duduk, sang ibu meraih pegangan belakang kursi roda dan mendorongnya pelan menuju ruang makan.
Sera mengamati makanan yang berada di atas meja. Ada sepiring biskuit cokelat dan segelas susu.
"Mana sarapan buat mama...?" tanya Sera.
"Mama udah makan..." jawab sang ibu dan tentu saja, ia berbohong.
Dengan gemetaran, Sera menggenggam sebuah biskuit, mencelupkannya ke susu lalu memasukannya ke dalam mulut.
Melihat Sera yang makan dengan lahap, sang ibu segera mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memotret Sera.
"Jangan Ma, aku malu..."
"Kenapa? kamu anak mama yang paling cantik..."
Sang ibu melihat hasil jepretannya, tumor yang menggerogoti sebagian wajah Sera tampak begitu mengerikan, melihat itu sang ibu hanya tersenyum.
"Kamu cantik, my dear Sera..."
Bulir air mata pun mulai berjatuhan menuruni pipi kurus Sera.
"Jangan bilang aku cantik lagi Ma, please, jangan..."
Sang ibu segera menghampiri Sera, memeluknya dan bersenandung. Sebuah lagu yang tercipta dari penyesalan dan kasih sayang.
“Ini semua salah mama, mama terlalu sedih dengan kematian papa saat mama mengandung kamu... saat itu cuma racun dan kematian yang ada dalam pikiran mama... mama gak mikirin keselamatan kamu... maafin mama sayang... maaf...”
Sera menyentuh pipi sang ibu dan mengecupnya pelan, penuh rasa sayang dan terima kasih.
"Tapi aku masih dapat lihat matahari terbit dan makan biskuit cokelat kayak gini... aku bersyukur masih dapat menikmati hidup..."
Mereka pun saling pandang dan tersenyum.
“Mama... bukannya harus kerja?”
“Iya... Mama bakal kerja keras demi kamu sayang...”
Setelah sang ibu pergi, Sera melihat cermin dan menyentuh wajahnya, ia meraung-raung dan merintih kesakitan. Sera melihat sebuah pisau di atas meja, saat akan mengambilnya ia melihat foto sang ibu. Sera pun urung mengambil pisau, dan mengambil foto sang ibu lalu memeluknya sambil menangis.
***
Dua orang pemuda tengah berbincang di sebuah restoran. Mereka melihat Julia, pelayan restoran itu sedang bekerja dengan giat.
“Liat pelayan di sana? Dia kerja keras buat anaknya. Dari pagi sampai malam.”
“Cinta dan pengorbanan seorang ibu memang besar.”
“Iya, tapi--menurut gue cinta dan pengorbanan anaknya lebih besar lagi.”
“Maksudnya?”
“Anaknya Sera, dia udah sakit parah sejak kecil. Lo bayangin seumur hidup dia diem di rumah, menahan rasa iri ke gadis sebayanya yang sehat di luar sana, juga rasa sakit luar biasa yang selalu ia sembunyikan dari ibunya. Gue tinggal dekat rumah mereka, tiap hari setelah ibunya berangkat kerja, gue selalu dengar rintihan Sera. Gadis itu benar-benar hidup menderita gara-gara penyakitnya. Tapi dia masih bertahan hidup karena satu alasan--”
Mereka berdua memandang Julia.
“Kalau Sera menyerah dan pergi, hatinya bakal hancur.”
“Ya, Sera menunjukan kedalaman cintanya pada sang ibu dengan berusaha bertahan hidup dan tersenyum, di dunia yang sudah membuat hidupnya menderita."