Disukai
6
Dilihat
1076
UITDF
Slice of Life

Serumah tidak berarti satu sama lain sudi menceritakan apa-apa secara detail. Cukup garis besarnya saja. Sebagaimana aku yang tidak memberitahu anggota keluarga soal rencana hari ini di jam 10 pagi dan di hari-hari selanjutnya. Orang rumah hanya mengetahui bahwa aku duduk dan mengetik sesuatu di punggung laptop. Mata mereka tidak mampu melihat betapa penuh kamarku sebab gelembung imaji biru terang yang makin lama makin mengembang. Itu tidak mengherankan karena paragraf yang aku hasilkan akan terus bertambah tiap waktu. Mungkin ukuran gelembung bakal setinggi bohlam. Bersentuhan dengan langit-langit kamar dua meter lebih dari lantai.

Sekarang saatnya mengucap selamat tinggal pada kamar dan dunia faktual. Dan selamat datang dunia imaji yang berkilauan dalam gelembung. Terdapat selisih perbedaan waktu tiga jam antar keduanya. Jika di dunia faktual pukul 10 pagi maka di dunia imaji pukul 1 siang. Aku membiarkan diriku terbelah yang masing-masing menempati dunia berbeda. Aku juga menamainya berbeda. Ef (faktual) dan Ai (imajinasi). Ef bertugas memonitor kegiatan Ai yang berada di dunia imaji lantas membahasakannya dalam kertas yang memanjang dalam layar.

***

01.15 siang nanti, Ai memiliki jadwal pesentasi. Ai adalah seorang mahasiswa di Universitas Ide yang Terinspirasi dari Dunia Faktual. Namanya terlalu panjang sehingga Ai dan para mahasiswa lain menyingkatnya menjadi UITDF. Lima menit sebelum masuk, Ai sudah harus berada di kelas. Dengan begitu, masih banyak waktu untuk bersiap-siap. Mustahil pulang ke asrama sekarang, lantaran Ef menghendaki Ai berada di kampus. Otomatis Ai langsung berpindah ke sana. Ai berlari menuju toilet fakultas untuk mandi. Sesungguhnya itu melanggar aturan kampus, namun Ai tidak ada pilihan lain. Ditambah lagi durasi mandi Ai tidak terlalu lama. Hanya lima menit. Dengan begitu, muka dan telinga merah orang-orang yang mengantri di luar pintu tidak akan bertahan lama. Mungkin Ai hanya akan mendapat umpatan, teguran kasar, ataupun dengusan kesal. Ai pernah melihat orang lain menerima ketiganya. Itu sebabnya Ai dapat menebaknya. Dan kali ini, umpatanlah yang Ai terima.

 “Maaf, aku terpaksa.”

Balas Ai menyesal. Lantas kabur tanpa menyisir rambut maupun memoles muka dengan riasan tipis ala mahasiswa. Dua hal itu bisa Ai lakukan di kelas nanti. Sesuai dengan rencana, Ai tiba di kelas pukul 01.10. Kursi paling depan adalah pilihan Ai. Alat-alat make up beserta bahan-bahan presentasi sudah tersimpan di loker terkunci. Dengan demikian Ai hanya tinggal membuka dan mengambilnya dari sana. Di tempat duduk, Ai mulai menyisir rambut, menguncirnya tinggi. Mengoleskan muka dengan krim pelembab lalu melapisinya dengan bedak. Tak lupa mengaplikasikan pelembab pada bibir. Raga dan jiwa Ai telah siap untuk kegiatan hari ini. Ai bersemangat melakukan presentasi dengan baik. 

“Ide yang saya presentasikan ini bukan tentang seberapa besar pengaruhnya pada orang lain. Dari awal saya tidak mengincar trofi maupun hadiah apapun dari universitas. Namun menuangkannya di kertas dan bersiap mempresentasikannya di depan teman-teman sudah membuat saya puas. Baik, saya mulai sekarang!”

Ai berdiri di sisi layar proyektor yang menampilkan sebuah potret, mayat yang sudah terbungkus kain jarik di ruang tamu dunia faktual. Terlihat lengang sebab kursi-kursi beserta meja telah dikeluarkan di teras rumah. Mayat itu adalah bapak Ai. Ia meninggal karena sakit lambung yang parah.

Mulanya ibu Ai mengira bapak Ai hanya sakit perut biasa, hingga ketika dirujuk dari klinik ke rumah sakit yang lebih besar yakni Bina Sehat, baru ketahuan bila lambung bapak bocor. Lagi-lagi tidak ada perubahan di rumah sakit Bina Sehat. Bapak Ai lantas dirujuk ke Patrang. Itu adalah rumah sakit pusat di Jember. Alat-alat medis di sana jauh lebih lengkap. Apalagi di sana melayani pengobatan gratis bagi keluarga yang kurang mampu dengan syarat bersedia mengurus surat-surat. Biaya membengkak kala bapak Ai dirawat di Bina Sehat lantaran tidak memiliki kartu BPJS. Para perawat Bina Sehat menyayangkan itu. Mereka merasa kasian pada keluarga Ai. Namun pada akhirnya kondisi bapak Ai tak kunjung membaik. Seri wajahnya terus luntur. Tubuhnya lemas. Bahkan sekadar duduk bapak Ai kesusahan. Harus dibantu setidaknya Ai dan ibu. Ketika waktu bapak Ai telah lesap, Tuhan mengambil nyawanya melalui malaikat.

Bapak Ai adalah satu-satunya tulang punggung sehingga kejadian itu membuat peran ibu Ai dalam keluarga bertambah. Ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Ibu Ai berencana menggunakan uang tabungan untuk membuka toko kecil yang menjual sembako. Toko tidak perlu dibangun sebab ibu Ai akan menggunakan kamar adik bungsu Ai sebagai tempatnya. Jadi ibu hanya perlu membeli lemari untuk meletakkan barang-barang dagangan. 

“Ibu membicarakan soal itu pada paklek Danang dan bude Nur. Dan tahu bagaimana reaksi mereka?”

Reaksi kedua orang itu merupakan salah satu latar belakang Ai melakukan presentasi ide. Sebelum memberitahukan jawaban, Ai meminta teman-teman sekelas menebak. Namun kesempatan itu hanya diberikan pada tiga orang. Aknan dan Dila menjawab bahwa reaksi mereka mendukung dengan alasan satu keluarga. Sementara Kia menjawab tidak mendukung dengan alasan satu keluarga tidak selalu sedekat itu.

“Jawaban Kia adalah benar tapi alasannya bukan itu.”

Sepotong amplop berisi uang 100 ribu Ai hadiahkan pada Kia. Semua orang berkata wah karena sebelumnya tidak ada kesepakatan jika Ai akan memberi sesuatu pada penjawab yang benar. Kia semringah begitu mengintip isi amplopnya.

“Kami lumayan dekat, namun yang membuatku kesal adalah mereka justru menyangkut-pautkan rencana ibu dengan takhayul. Mereka mengatakan bahwa akan buruk hasilnya jika ibu membuka toko. Takut jika ada orang yang tidak suka dengan keluarga Ai lalu toko akan dibuat tidak laku menggunakan sihir.” Kepercayaan mereka akan hal-hal seperti itu memang lumayan kuat hingga sekarang. Semenjak kecil, sebelum tidur siang, bude Nur sering menceritakan pada Ai tentang pengalaman mistis dirinya maupun orang-orang. Ada yang diculik Nyi Roro Kidul, disembunyikan Wewe Gombel, pesugihan yang membawa petaka, lalu kata bude Nur, ia pernah melihat hantu uwil sepulang mengaji ketika masih kecil. Uwil adalah hantu anak-anak. Namun saat itu ia menampakkan diri dengan tubuh dan wajah tua. Ia tidak mengganggu bude Nur. Hanya melewati jalanan dan tidak sengaja terlihat bude Nur. Sensasi mendengar kisah-kisah itu sangat menegangkan dan membuat Ai ketagihan kala itu. Kendati sekarang Ai meragukan kebenarannya.

Ai bersyukur ibunya membuat pilihan tepat. Dengan tidak menuruti apa yang paklek Danang dan bude Nur takutkan. Lagipula mereka juga tidak menanggung seluruh biaya hidup keluarga Ai. Ibu Ai kekeh pada rencana awal. Ibu Ai melakukan kerja sama dengan om Adit untuk perkulakan. Lantaran beberapa waktu lalu ibu Ai pernah berinvestasi di toko om Adit. Membuat mereka berhubungan baik sejak saat itu.

Adaptasi merupakan proses yang mesti dilewati ketika memulai sesuatu. Namun proses itu juga cukup membuat ibu Ai pusing. Pelakunya adalah pelanggan sekaligus tetangga yang bernama Susan. Ai biasa menyapanya bude Susan sementara ibu Ai memanggilnya mbak Susan. Ai menunjukan gambar ibu Ai sewaktu melayani bude Susan pada slide kedua. Beberapa kali bude Susan membandingkan harga barang jikalau selisihnya lebih tinggi. Misalnya harga sabun di toko ibu Ai Rp 2500 sedangkan di toko lain Rp 2000 maka bude Susan tidak segan-segan untuk protes. Tak jarang ibu Ai mengalah, menuruti kemauan bude Susan agar menurunkan harga. Mendengar cerita itu dari ibunya, Ai tidak terima. Ai memberi tahu pada ibu Ai supaya lebih tegas memutuskan harga dan tidak terus-menerus hanyut akan taktik licik bude Susan. Lantaran sangat merugikan tokonya. Penetapan harga dagangan tentunya sudah dipikirkan masak-masak oleh ibu Ai, mempertimbangkannya dengan harga ketika kulak. Misal sabun di tengkulak dihargai Rp 2000 maka tidak akan mendapat untung bila ibu Ai menuruti bude Susan. Seseorang yang menolak rugi padahal tingkahnya merugikan orang lain.

Ibu Ai menghadapi tantangan baru berupa perasaan tidak enak tatkala berupaya bersikap tegas pada bude Susan. Bude Susan memang tetangga dekat, dengan demikian wajar timbul perasaan semacam itu dalam hati ibu Ai. Namun tidak berlangsung lama sebab ibu Ai juga mencontoh bagaimana Ai menerapkan ketegasan itu pada bude Susan. Masalah selesai. Ibu Ai dapat melayani bude Susan tanpa beban berkat kesediaannya mengesampingkan perasaan tidak enak pada tetangga yang Ai bilang tidak tahu diri itu.   

Ai menggeser gambar pada monitor. Slide ketiga adalah pemandangan seorang nenek tua berdiri di depan dua jendela toko yang terbuka. Bergelantungan rempeyek, seikat gayung-gayung, berplastik-plastik makanan ringan, dan sandal japit di hadapannya. Ia adalah tetangga yang pendengarannya berkurang bersamaan dengan etikanya.

Sebelum toko ada, Ai tidak pernah punya kepentingan dengannya. Meskipun tahu namanya, Ai berinteraksi dengannya hanya ketika lebaran. Sekarang nyaris tiap minggu, sebab ia salah satu pelanggan. Orang-orang memanggilnya mbah Darmi. Kesabarannya serentan kertas tisu. Tangannya bakal memukul-mukul keras palang kecil jendela toko sampai Ai atau ibu datang melayani. Lalu ia berbicara dengan nada tidak enak sambil memasang mata sinis. Itulah mengapa Ai tidak suka berhadapan dengannya. Ai baru akan melakukannya jika ibu tidak ada. Atau terkadang bila terlalu malas, Ai berpura-pura bahwa dirinya tengah menyelesaikan urusan di kamar mandi. Ai membuat peraturan pada diri tentang tidak akan menyahuti maupun tidak akan cepat-cepat menyelesaikan urusan di kamar mandi demi melayani pembeli. Suatu kebiasaan yang sama sekali berbeda dengan ibu. Serepot apapun, ibu akan tetap menyahuti seruan pembeli lantas lekas melayani mereka dengan senang hati. Namun sikap ibu akan sedikit berbeda ketika mbah Darmi pembelinya. Volume suara ibu akan naik untuk mengimbangi daya dengar dari telinga mbah Darmi. Mereka bak sedang bertengkar mulut. Ai rada ngeri mendengarnya.

“Lalu bagaimana Anda melayaninya?”

Dosen Jayanti bertanya.

“Saya hanya akan lebih memperjelas tiap suku kata dengan gerakan mulut dan gerakan tangan. Tidak menambah volume suara seperti ibu saya.”

Begitulah perbedaan cara Ai dan ibu berinteraksi dengan Mbah Darmi. Meskipun demikan, mbah Darmi tetap dapat menangkap apa yang Ai katakan. Sama halnya dengan ibu.

Kesan pertama mengetahui betapa tidak sopannya mbah Darmi membuat Ai berpikir apakah orang kalau sudah tua akan berubah semenyebalkan ini ya? Lantas Ai membandingkannya dengan mbah Siti. Ia tetangga Ai juga. Sewaktu ke toko, ia selalu membeli beras jagung satu kilo. Sikap dan kata-katanya lebih sopan ketimbang mbah Darmi. Dengan senang hati Ai melayaninya. Antusias membalas kata-katanya dengan kata-kata pula. Jika dengan mbah Darmi, sebisa mungkin Ai memangkas kata-kata yang keluar dari mulut Ai. Menanggapi secukupnya. Bisa juga mengalihkannya dengan bahasa tubuh seperti mengangguk ataupun menggeleng saja. Lantaran Ai sangat ingin mengakhiri obrolan dengan cepat.

Satu lagi mbah Rini, yang pendengarannya sudah tidak sebaik saat Ai SD dulu. Namun etikanya bagus-bagus saja hingga sekarang. Ia selalu membeli sabun krim cuci piring seharga Rp 2000. Kadang datang bersama cucu kecil perempuan untuk membelikannya sesuatu. Pemandangan interaksi sayang keduanya meneduhkan mata Ai. Dengan begitu kesimpulan yang Ai dapat dari perbandingan para mbah adalah, sifat menyebalkan bukan karena usia. Akan tetapi karena mbah Darmi membiarkan bibit-bibit menyebalkan tumbuh subur dalam dirinya. Terus merimbun sampai berbuah di usia yang menua.

Salon yang diletakkan di teras rumah tidak selalu beralasan pamer. Terkadang hanya demi kepuasan. Memutar musik keras memang dua kali lipat lebih menyenangkan bagi telinga sendiri. Begitulah pernyataan Ai pada gambar di slide berikutnya. Rumah itu berada di seberang hunian Ai. Berjarak hanya beberapa langkah. Ukuran salon pemilik rumah itu lumayan besar, sehingga bila menyalakan musik, jelas suaranya mampu menembus dinding-dinding rumah Ai. Ruang-ruang yang paling terdampak yaitu kamar adik Ai dan ruang tamu karena lebih dekat. Sementara kamar Ai tidak terlalu. Suaranya lumayan teredam jikalau pintunya ditutup.

Yang amat disayangkan adalah Ai dan tetangga seberang rumah memiliki selera musik berbeda. Seorang pria yang berumur 50 tahun itu kerap memutar lagu-lagu dangdut masa kini. Sementara Ai lebih menyukai lagu pop. Membuat Ai sama sekali tidak dapat menikmati lagunya dan berujung mengomel sendiri ketika keluar kamar. Begitu pintu kamar terbuka, Ai seperti diserang hembusan angin. Bukan sepoi-sepoi seperti di pesisir akan tetapi kencang seperti badai. Itu sangat mengganggu sebab musik amat penting bagi Ai. Ai yang kerap mendengar lagu-lagu yang digemari untuk menghangatkan suasana hati, kini hal itu tidak dapat Ai lakukan di rumah sendiri. Suara musik Ai masih kalah dengan milik tetangga.

Adik Ai juga pernah mendapat pengalaman yang mengesalkan karena salon kencang. Pagi-pagi adik Ai menggerutu. Semalaman salon tetangga tetap menyala kencang, membuat tidur nyenyak adik Ai terusik. Ai tahu bila tetangga dan salon kesayangannya turut memeriahkan hari raya tertentu namun ia lupa bahwa orang-orang juga perlu istirahat dari suara-suara berisik supaya esok bisa bangun lebih awal. Adik Ai berjalan ke kamar mandi dengan muka kusut. Ai tidak tahu sampai kapan kesuraman yang mengelilingi tubuhnya akan hilang padahal hari itu sangat spesial bagi orang-orang seperti keluarga Ai.

Ibu menyalurkan piring berisi makanan pada Ai dan adiknya. Makanan yang akan diantar ke mbak Yuyun. Itu adalah tujuan akhir sebab beberapa tetangga dekat sudah diantar makanan semua. Tempat mbak Yuyun dua puluh langkah dari rumah kira-kira. Gambar Ai, adik, dan ibunya merupakan slide presentasi yang ke lima. Ibu Ai habis mengadakan selamatan untuk kematian ayah Ai. Inti acaranya ialah melantunkan doa-doa untuk mendiang ayah Ai. Berdua Ai dengan adiknya melangkah menuju hunian mbak Yuyun. Begitu sampai, mbak Yuyun ternyata tengah duduk-duduk di luar bersama bude Kokom. Ai langsung memberikan piring beserta muatannya pada mbak Yuyun. Dengan bude Kokom, Ai tidak begitu mengenal meskipun tetangga, sehingga Ai diam saja. Lantas bude Kokom berceletuk. Mengomentari fisik Ai yang lebih pendek dari adik Ai padahal Ai kakaknya. Kejujuran Ai tentang siapa dirinya tidak sesuai ekspektasi bude Kokom sehingga ia berbalik melempar pertanyaan.

“Loh kok lebih tinggi adiknya?”

Ai hanya tertawa canggung mendengarnya. Pikir Ai, memangnya ia kudu mengatakan apa bila ada orang yang secara tiba-tiba menanyakan hal yang sensitif? Pendek adalah salah satu kekurangan fisik yang Ai sadari. Dulu ia sempat merasa jelek karena badannya yang mungil, lebih-lebih adik Ai sampai menyalip tinggi badannya. Ai merasa makin tidak percaya diri kala itu. Namun waktu terus berjalan. Waktu tidak pernah bersedia menunggu siapapun untuk pulih dari perasaan sakit. Di usia yang terus bertambah Ai juga mempunyai banyak pengalaman hidup yang menyakitkan melebihi komentar fisik. Akan tetapi, situasinya adalah Ai sama sekali tidak mengenal bude Kokom. Hanya sekadar tahu namanya. Lalu tiba-tiba bude Kokom secara tersirat tidak puas akan kondisi fisik seseorang dengan melontarkan pertanyaan retoris. Hati Ai tercubit. Semenjak saat itu Ai enggan mengantar makanan ke area mbak Yuyun lagi. Ai malas bertatap muka dengan bude Kokom dan mulut kurang ajarnya.

***

Sesi selanjutnya adalah penjelasan bagaimana kelima gambar beserta ceritanya merupakan latar belakang ide Ai. Ai ingin menciptakan alat penuli otomatis dan penghapus memori otomatis. Tujuannya adalah bahagia.

“Selain karena diri sendiri, ketidakbahagiaan juga disebabkan orang lain. Entah dari tingkah maupun omongan. Pada kasus pertama yang mana ibu saya tidak terpengaruh dengan ketakutan bude Nur dan paklek Danang adalah salah satu contoh keberhasilan dalam membentengi diri dari pengaruh orang lain. Itu bagus. Akan tetapi tidak semua orang mampu. Juga tidak semua orang dapat mempertahankan benteng diri itu terus-menerus.”

Ai lalu mengingatkan teman-teman sekelas saat ibu Ai kesulitan untuk tidak menuruti bude Susan agar menurunkan harga barang dagangan. Saat menghadapi situasi itu, Ai ingin menghapus sementara ingatan bude Susan soal harga yang lebih rendah di toko lain. Dengan begitu bude Susan urung membandingkan maupun urung melakukan protes.

Kemudian kasus ke tiga, memori yang ingin dihapus adalah milik Ai sendiri. Ai bilang, ia adalah tipe orang yang tidak tahan menerima sikap kasar ataupun sikap tidak sopan dari orang lain. Terus-menerus menyimpan ingatan tentang pengalamannya melayani mbah Darmi sungguh menjengkelkan bagi Ai. Ai ingin menghapus kenangan-kenangan buruknya bersama mbah Darmi ataupun orang lainnya di masa lalu. Dengan begitu Ai hanya fokus memandang ke depan tanpa menengok ke segala hal yang telah Ai lewati.

“Kasus ke empat tentu teman-teman sudah bisa menebak.”

Salah seorang di kelas menjawab lantang bahwa Ai ingin menggunakan alat penuli otomatis jika menghadapi situasi seperti kasus ke empat. Pun Ai menambahkan bahwa ia melakukan itu sebab iba kepada adiknya. Ai juga berkeinginan alat ciptaannya nanti dapat berguna bagi orang lain salah satunya sang adik. Dengan begitu, tidur nyenyak adik Ai tidak akan terganggu jika tetangga menyalakan musik kencang. Bangun di hari berikutnya dalam keadaan bugar. Tidak berwajah kusut sebagaimana waktu itu.

Sementara kasus terakhir, Ai ingin menggunakan keduanya. Alat penuli dan penghapus memori otomatis. Alat penuli otomatis yang nantinya membuat Ai tidak mendengar kata-kata yang menyakitkan lagi dari orang-orang seperti bude Kokom. Lalu karena hal itu sudah terjadi, Ai ingin menghapus kenangan buruk ketika mengantar makanan ke hunian mbak Yuyun.

   “Bagaimana fitur-fitur dan cara kerjanya? Saya tahu alat penuli otomatis untuk menulikan pendengaran agar tidak mendengar kata-kata buruk. Lalu penghapus ingatan otomatis untuk menghapus kenangan buruk. Lantas bagaimana gambaran selanjutnya?”

Potong dosen Jayanti.

“Saya mengerti maksud Ibu. Saya baru akan menjelaskannya.”

Ai senang dosennya begitu antusias hingga mengosongkan gelas kesabarannya. Ai lantas mengganti slide-nya yang isinya gambaran kasar alat-alat ciptaannya. Alat penuli otomatis dirancang lunak seperti jeli transparan namun sangat tipis dan lentur, sehingga dapat menyesuaikan ukuran telinga. Sebelum menutup telinga pengguna, ukuran alat penuli otomatis sangat kecil. Hanya seukuran biji kacang hijau. Nantinya akan diselipkan di belakang telinga. Seperti bunglon, begitu alat itu dipasang di belakang telinga, warnanya akan bermimikri sebagaimana warna kulit pengguna. Alat itu memiliki fitur sensorik yang mampu membaca perasaan pengguna. Bila perasaan pengguna waspada ataupun tidak enak, fitur pelindung akan aktif. Selain itu alat penuli otomatis juga mampu membaca niat seseorang yang dihadapi pengguna, bila terdeteksi bakal mengatakan hal buruk, telinga pengguna secara otomatis tertutup. Alat penuli otomatis tidak dapat terlihat siapapun selain pengguna. Pemandangan yang tampak bagi mata orang lain hanyalah kedua telinga tanpa penghalang apapun.

Sedangkan penghapus memori otomatis berbentuk seperti bando kawat. Berona hitam. Pengguna maupun orang lain dapat melihatnya. Alat itu dipasang hanya ketika pengguna membutuhkan, sehingga rancangannya berukuran lebih besar dari alat penuli otomatis. Alat penghapus memori otomatis memiliki dua fitur utama yakni dapat mengendalikan memori pengguna maupun di luar pengguna atas sugesti pengguna alat. Pengguna hanya tinggal memikirkan memori mana yang ingin dihapus. Namun efek sampingnya, pengguna akan merasa pusing selama lima menit ketika proses penghapusan berlangsung.

Kemudian penghapusan memori orang lain atas sugesti pengguna, syaratnya adalah harus berdekatan. Jarak minimal 60 cm sedangkan jarak maksimal 3 meter. Alat akan mengirim sinyal asing ke otak orang yang dikehendaki pengguna. Orang tersebut tidak akan sadar bahwa memorinya diprogram ulang. Namun, efek samping yang diterima pengguna akan dua kali lebih besar dari menghapus memori sendiri. Pengguna bisa mengalami sakit kepala yang parah hingga pingsan, tergantung seberapa banyak memori yang ingin dihapus. Bedanya dengan yang pertama, efek samping ke dua terjadi dua puluh menit setelah penghapusan memori. Jadi tidak langsung.

“Bagaimana dengan perawatan alat?”

Pertanyaan itu diajukan oleh mahasiswa bernama Frans. Ia tampak tertarik dengan ide Ai bahkan mencatat bagian-bagian penting dari presentasi Ai. Mungkin setelah ini Frans akan meminta file presentasi pada Ai. Frans termasuk mahasiswa jenius di bidang teknologi dan informasi sehingga tidak ada salahnya bila Ai berharap Frans turut andil dalam mewujudkan penciptaan alat-alat Ai.  

“Enam bulan sekali pengguna harus mengecek kesehatan alat penuli maupun penghapus memori di pusat check up alat-alat UITDF. Selain itu, dalam box kedua alat, akan ada kartu garansi yang berlaku selama dua tahun.”

Presentasi Ai berakhir dengan tepuk tangan. Ai pun menutup laptop, menentengnya kembali tempat duduk. Ai hanya tinggal menunggu pengumuman selepas semua mahasiswa melakukan presentasi ide. Masih sisa dua puluh tiga mahasiswa yang belum menunjukkan ide-ide briliannya di kelas.

Nantinya, pengumuman akan di tempel di papan besar yang terletak di lobi kampus. Hanya peringkat 1-10 yang akan diwujudkan impiannya. Dan hanya peringkat pertama yang akan mendapat hadiah utama dari kampus. Bagi mahasiswa yang mendapat kesempatan mewujudkan impian, akan ada tim khusus yang disiapkan oleh kampus. Soal biaya, UITDF yang akan menanggung semuanya.

***

Ai melayang mundur dalam gelembung imaji menuju ke tempat semula, pertama kali ia muncul. Sebab Ef memanggilnya keluar. Tulisan Ef sudah cukup banyak. Sebelum menulis tamat, terlebih dahulu Ef mengurus Ai yang masih menyimak presentasi di kelas. Gelembung pun pecah. Ai menghilang selepas mengucap salam perpisahan pada Ef dan mendengar ungkapan terimakasih dari Ef. Malam pukul setengah delapan, di hari ketiga, tubuh Ai kembali menyatu ke dalam diri Ef.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi