Jojo dan Jeje

“Ada apa dengannya?”

Tahu-tahu Jo diperlihatkan sebuah pemandangan yang tidak mengenakkan di kamar. Kakaknya terdiam seperti patung. Tidak ingin didekati siapapun. Bahkan adik kembar yang amat disayanginya itu tidak diperbolehkan untuk mendekat apalagi memeluk. Padahal ia begitu merindukan kakaknya. Ia ingin cerita banyak hal. Sekaligus meminta saran soal masalahnya. Biasanya Jeje akan dengan senang hati melakukannya namun sekarang yang didapat Jo hanya suruhan dingin untuk segera keluar. Jo sakit hati. Dengan terpaksa ia menuruti keinginan Jeje.

“Tidak biasanya Kak Jeje bersikap jahat padaku. Kenapa Kak Jeje bersikap seperti itu Mbak?”

Mbak adalah sapaan Jo untuk pengurus rumah tangga di rumah itu. Selama ini Jo dan Jeje hidup secara terpisah. Jeje tinggal di Jakarta bersama ayah-ibu, sedang Jo di Bandung bersama kakek-nenek. Jeje menempuh pendidikan di sekolah formal sedangkan Jo homeschooling. Jadi Jo bebas menentukan kapan ia ingin liburan.

Tolong jangan sakit hati ya Nona?” 

Si Mbak lalu bercerita bahwa teman-teman di sekolah yang membuatnya seperti itu. Jeje mengalami trauma karena bullying. Jo marah. Benar-benar marah. Gara-gara teman-teman, oh bukan teman, bagaimana menyebutnya? Baik, kenalan lebih cocok. Gara-gara kenalan kakaknya, Jo jadi tidak bisa menikmati liburan. Padahal ia ke Jakarta untuk bertemu dan menghabiskan waktu liburan bersama kakaknya. Di Bandung ia tidak menemukan seseorang seperti kakaknya yang baik dan asik diajak bermain. Selain kakak, Jeje sudah merangkap sebagai sahabat Jo. Siap mendengar Jo bercerita apapun-kapanpun.

“Mbak bilang Kak Jeje selalu menolak sekolah kan?”

Mbak mengangguk.

“Kapan terakhir kali Kakak sekolah?”

“Dua bulan lalu.”

Jo kemudian pergi ke kamarnya sendiri. Ia belum berberes. Pakaiannya masih terlipat rapi di dalam koper, berlum dipindahkan ke lemari. Ayah ibunya baru akan pulang nanti malam. Setelah itu ia akan bicara pada mereka berdua.

***

 Jo belum pernah mengenakan seragam SMA. Ia berputar-putar di depan kaca berlagak keren. Membuat rambut ponytail-nya ikut bergerak-gerak. Saat melihat roknya. Ia tampak tidak puas dengan ukurannya. Sebab menurutnya kurang pendek. Ia kemudian melipat bagian pinggangnya sebanyak dua kali. Sekarang penampilannya sempurna. Pembicaraan dengan orang tuanya soal menggantikan kakaknya sekolah berakhir baik. Meskipun terjadi perdebatan kecil namun Jo berhasil meyakinkan mereka.

Di sekolah tidak ada yang terjadi. Jo mengikuti pelajaran dengan baik. Ia menyalin catatan siswa yang duduk di depannya saat jam istirahat. Ia fokus menulis di buku milik kakaknya. Meskipun tidak serapi tulisan tangan kakaknya namun setidaknya masih bisa dibaca. Batinnya menghibur diri. Tetiba sekaleng susu meluncurkan isinya tepat di buku milik Jo. Pelakunya adalah Karin. Ia tersenyum puas diikuti Yola dan Jesi.

“Ups maaf. Aku tidak sengaja menumpahkannya.”

Tidak sengaja bukan kata yang bagus untuk diucapkan sebab betapa kentara niat mereka sedari awal. Terlihat dari raut wajah mereka. Jo kini paham, ketiga orang di depannya ini adalah yang membuat kakak tercintanya menderita. Jo meraih botol yang ada di mejanya. Ia sudah tidak peduli bahwa air itu ia beli untuk mengatasi tubuhnya yang gampang sekali dehidrasi. Ia lantas melakukan hal yang sama. Namun bukan pada buku Karin melainkan wajahnya yang berhias make-up tebal layak ondel-ondel.

“Sialan kau!”

Umpat Karin. Setelah itu Jo menendang perut Karin hingga membuat punggung Yola dan Jesi turut mencium lantai sebab posisi mereka tepat di belakang Karin.

“Bukan aku yang tiba-tiba datang dan menumpahkan susu di buku catatan. Itu salah kalian sendiri!”

Jo marah. Sangat marah. Ia kemudian mengembalikan catatan siswa yang ada di depannya sembari minta maaf. Siswa itu bilang tidak apa-apa karena memang bukan salah Jo. Karin, Yola, dan Jesi lantas pergi dari kelas itu dengan perasaan dongkol dan dendam.

“Apakah kau adalah Jeje yang kukenal?”

Itu adalah Marry. Marry sahabat Jeje. Ia sudah mempelajarinya semalam bersama sang kakak. Itu adalah saat yang melegakan bagi Jo karena kakaknya telah kembali. Akan tetapi Jeje masih menolak untuk sekolah sehingga demi kebaikan kakaknya, ia ingin membantu dengan menggantikannya ke sekolah setidaknya sampai Jeje membuat keputusan apakah ia akan lanjut ke sekolah formal ataukah homeschooling seperti adiknya.

“Ya ini aku. Kenapa kau bertanya?”

“Hanya saja, biasanya kau lebih memilih menerima perlakuan mereka ketimbang melawan.”

“Lupakan Jeje yang itu. Aku sudah berubah. Kau harus membiasakan diri mulai sekarang Marry.”

Jo pergi ke kantin. Ia haus. Sementara Marry terdiam dan bingung. Jeje yang sekarang selain pandai berkelahi, suaranya lebih keras dan tegas. Tidak lembut seperti dulu.

***

Jo tertawa sembari memegangi perutnya yang agak nyeri. Ia geli sendiri melihat ketiga gadis di depannya. Kemampuan bertarung mereka payah. Tiga gadis di depannya kira, Jo akan tumbang setelah perut dan pipinya dipukul sekali. Nyatanya tidak.

“Apa kalian bercanda? hanya segini kemampuan kalian?”

Jo pun bangkit. Ia balik melawan. Jo menendang kuat perut Karin sekali lagi. Yola berlari ke arah Jo, melayangkan pukulan namun gagal. Jo menghindar dan menendang perutnya. Kali ini Jesi datang pukulan terprediksinya. Jo terkekeh, ia memegangi tangan Jesi dan memelintirnya. Jesi menjerit lalu Jo menendangnya ke arah Karin jatuh. Karin mengaduh karena bobot tubuh Jesi yang menimpanya.

“Teruslah keras kepala untuk melawanku. Maka aku tidak akan segan-segan membuat kalian tidak bisa melihat hari esok.”

Jo meraih tasnya, meninggalkan gadis-gadis payah yang kesakitan di sana. Dalam hati, Yola dan Jesi masih ingin hidup.

“Karin, aku berhenti. Aku tidak ingin ikut denganmu lagi untuk mencari masalah dengan Jeje.”

Jesi berdiri dengan susah payah.

“Apa yang kau bicarakan? bukankah kita teman?”

Padahal Karin sudah merencanakan sesuatu untuk membalas perbuatan Jeje.

“Teman tidak akan pernah membahayakan teman yang lain bukan? aku juga berhenti. Jangan libatkan kami lagi.”

Sambung Yola. Ia menyusul Jesi. Mereka pergi bersama, membiarkan Karin dan perasaannya yang terhianati. Karin geram. Dadanya memanas. Ia semakin menyalahkan Jeje. Baginya, Jeje yang membuat Yola dan Jesi pergi dari sisinya.

***

 

3 disukai 3 komentar 3K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@semangat123 : Waaah saya tahu dua orang itu... Mood banget pas nonton videonya, dulu...😁
Judul FF nya mengingatkan saya dengan Sinta dan Jojo penyayi 'Keong Racun' 😁.
Saran Flash Fiction