Aku tidak pernah menyangka, hidupku akan berputar sejauh ini. Dulu, saat aku masih meringkuk di pojok kamar, buku-buku Biologi menjadi satu-satunya pelarianku. Cita-cita menjadi ilmuwan biologi adalah bintang penunjuk arahku, satu-satunya hal yang membuatku terus bernapas di tengah rumah yang terasa dingin. Hari-hari itu, aku bersyukur luar biasa ketika email penerimaan beasiswa itu tiba. Sebuah gerbang menuju kebebasan, jauh dari bayangan ayahku yang sibuk bersenang-senang menghamburkan uang pensiunan almarhumah ibu dengan kekasih barunya, Tante Dian. India, negara yang dulunya hanya ada dalam cerita-cerita film Bollywood kesukaan ibu, kini menanti.
Keberangkatan ke India adalah sebuah kelegaan. Aku meninggalkan Jakarta dengan hati yang campur aduk; lega karena terbebas, tetapi juga membawa beban kesendirian yang mendalam. Aligarh menyambutku dengan hiruk-pikuknya, aroma rempah yang pekat, dan warna-warni yang memukau. Di sanalah, di tengah kesibukan kuliahku, media sosial mempertemukanku dengan Tipu Sultan. Namanya lan...