Disukai
0
Dilihat
1507
IBLIS BETINA
Horor

Malam pun larut. Bagai binatang terjepit, tangisan Lisa terdengar semakin kecil melenguh rendah, ia masih berusaha melepaskan ikatan tali yang melilit tubuhnya pada sebatang pohon tepat di pinggiran hutan, di mana mitos tentang manusia jadi-jadian tersiar menghuni.

Wajahnya berantakan oleh baluran tepung di atas cairan anyir lengket berwarna bening juga kuning mengkilat, serta di beberapa bagian terdapat cairan merah seperti sengaja diguyurkan ke badan gadis remaja itu. Rambut panjangnya kusut menutupi hampir seluruh wajah yang lesu dan hanya menyisakan sebelah mata yang memerah berair.

"Reisha, Dhea, Amel tega banget sih kalian," lenguhnya. Nafasnya sedikit tersengal. Ia sudah terlihat lemah. Terkapar, namun tali itu menyangga erat tubuhnya pada batang beringin.

Sesekali Lisa mengerak-gerakan siku dan bahunya lagi, berharap ikatan terlepas, tapi kedua tangannya terikat ke belakang membuatnya tidak maksimal menghasilkan tenaga, malah membuat kulit pergelangan lecet. Perih.

Sesaat kemudian, kabut mulai berangsur datang. Di sela-sela rimbunnya dedaunan muncul sedikit demi sedikit hingga tak lama menebal. Udara menjadi basah, gelap, dan dingin.

Suara-suara binatang malam yang sedari tadi menemani mendadak hilang. Hening. Mencekam. Hanya helaan nafas Lisa tersengal berat jelas terdengar merintih.

Tiba-tiba, muncul sesosok bayangan di balik kabut. Tinggi. Sesuatu–atau seseorang itu berjalan perlahan. Lisa yang memang sengaja dihadapkan langsung ke arah hutan terkesiap. Sebelah matanya seketika melotot melihat bayangan itu. Lisa beranjak berdiri kepayahan. Sekali lagi ia menggesek-gesekan tali di lengannya. Ia berontak, jantungnya berdegup kencang. Kemudian berteriak sejadi-jadinya.

Semakin lama semakin jelas terlihat. Sosok itu adalah wanita tua, berpakaian kebaya lusuh dengan tubuh jangkung dan rambut berkonde acak-acakan. Bertelanjang kaki, ia berjalan normal layaknya manusia, lalu tiba-tiba berkelabat hingga tak perlu lama untuk berdiri di hadapan Lisa.

Bibir itu menyungging, lalu menyeringai kegirangan memperlihatkan gigi-gigi kuningnya yang tajam. Perlahan tangan hitam kotornya itu menghampiri wajah Lisa, menyibakkan rambut kusut yang menutupinya. Lisa tercekat tak bisa berteriak lagi. Matanya terbelalak meneteskan air mata ketakutan.

Tercium aroma anyir dari sosok manusia jadi-jadian itu. Lebih anyir dari apa yang melekat pada tubuh Lisa. Kemudian tangan yang satunya lagi ia asongkan, menampakkan kuku-kuku yang mulai mencuat memanjang tajam di ujung jari yang berdaging merah.

"Selamat ulang tahun," bisik wanita itu serak. Lalu tangan kurus tapi terlihat kuat itu diangkatnya seakan bersiap menghabisi tubuh remaja itu dengan kuku-kukunya. Dan....

Aaaaaa...!

•••••

Tawa pecah di ruang kelas pagi ini. Reisha dan Dhea sedang berembuk menghadap layar ponsel yang Amel pegang. Mereka tengah mengedit video yang diambil tadi malam saat ulang tahun Lisa, teman se-geng-nya. Sebagai hadiah ulang tahun, mereka sengaja mengerjai Lisa.

Terlihat di video, Lisa pasrah saja menerima lemparan telur dan tepung sementara ia telah terikat pada pohon. Yang aneh mereka sengaja mengguyurkan darah yang mereka bawa, entah dapat dari mana. Memang ada senyum dari wajah gadis belia itu, ia mengerti kalau itu adalah hari ulang tahunnya, ia menerima saja apa yang dilakukan teman-temannya. Penyiksaan manis yang brutal.

Sesekali terdengar Lisa meminta ampun, tetapi mereka tak menghiraukannya dan acuh pada penderitaannya. Keterlaluan memang, tapi menurut geng 'iblis betina' yang terdiri dari empat orang -termasuk Lisa-, hal semacam itu adalah wajar. Namun kemudian, menjadi tidak wajar ketika mereka mulai meninggalkan Lisa dengan keadaan masih terikat seperti itu. Amel masih sempat merekam Lisa meminta tolong sebelum mereka benar-benar pergi dengan mobil. Di detik-detik akhir video terlihat Lisa berteriak ketakutan sambil berjingkat-jingkat, meronta-ronta, hingga akhirnya menjauh dan ponsel berhenti merekam.

"Kasihan sih sebenarnya," ucap Dhea dengan wajah imutnya.

"Halah! Tidak ada kata kasihan di kamus kita!" seru Reisha mendelik, "toh dia sendiri yang dulu menantang membuat kejutan di hari ultahnya."

"Iya sih," timpal Amel.

"Nah sekarang kita kerjain dia dengan hantu, dia kan paling takut hantu," ucap Reisha puas, "konon katanya, hutan itu adalah tempat penghuni manusia jadi-jadian pemakan bayi dan gadis muda kayak kita. Menurut cerita, sudah banyak orang menghilang di sana," jelas perempuan berambut panjang ikal itu.

"Waduh, Lisa hilang juga dong, Reis?"

"Taaau." Reisha mengangkat bahu.

"Sudah nih, beb!" seru Amel.

"Ya sudah langsung upload saja!"

"Oke ... Done!"

Selain menjadi nama geng, 'iblis betina' juga diusung sebagai nama channel youtube pribadi mereka. Tak banyak yang mereka unggah sebenarnya, hanya beberapa video keusilan mereka mengerjai teman-teman, keseharian mereka yang memperlihatkan kehidupan elite, atau curhatan ala-ala remaja, serta beberapa video bodoh lainnya.

Tawa pun kembali pecah saat mereka melihat lagi video yang baru saja diunggah. Reisha tampak puas. Teman-teman sekelasnya yang lain menengok sinis ke arah geng yang paling dibenci di sekolah itu.

Beberapa saat kemudian. Suara cekikikan riuh itu tiba-tiba hilang seketika. Mereka menyaksikan sosok Lisa sedang berdiri di depan kelas. Reisha dan yang lainnya pun terburu-buru menyembunyikan kegaduhan. Mata Lisa melihat balik mereka dengan mimik datar tapi tajam.

Lalu ia beranjak duduk di bangku yang masih kosong. Dentingan nada-nada khas bel sekolah terdengar tanda jam pelajaran akan dimulai.

"Kamu tidak apa-apa, Lis?" tanya Reisha beringsut duduk di samping Lisa.

"Tidak." Suara Lisa terdengar pelan dan kaku. Ia menjawabnya tanpa menengok.

"Oh, syukurlah kalau begitu," ucap Reisha, ia lalu tersenyum puas. Lalu menutup mulutnya dengan tangan dan tertawa kecil di baliknya. "Oh iya, Beb. Pesta nanti malam jadi, kan?" tanya Reisha kembali, berlagak sok peduli.

Kali ini Lisa menengok sahabatnya itu. "Pesta?" tanyanya. Ia masih terlihat datar tanpa ekspresi. Tetapi kemudian ia tersenyum simpul, "tentu saja," jawabnya. Senyumnya kini mengembang. Tampak tak biasa.

Reisha pun merasa aneh melihat raut Lisa yang seketika berubah. "Iya, oke." Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

•••••

Pintu terbuka lebar. Ketiga anggota geng Iblis Betina masuk bersamaan, masing-masing membawa kado yang berbeda bentuk dan warna.

"Permisi. Lisa, kami sudah di rumah."

"Ke mana nih si Lisa, di-whatsaap nggak ngejawab!" rutuk Dhea.

"Langsung saja ke kamar. Lisa sudah menunggu di sana." Tiba-tiba saja seorang pria berujar di belakang menyuruh mereka ke lantai dua di mana kamar Lisa berada. Lalu ia menutup pintu dengan segera.

"Eh, Om." Reisha, juga yang lainnya terkejut. "Iya, Om, terima kasih."

Mereka, terutama Rheisa merasa ada yang ganjil. Tak seperti yang disangka, tidak ada aktifitas yang menandakan akan digelar pesta di rumah Lisa. Hanya ada mereka bertiga di sana selain pria tadi yang mereka kenal adalah ayah Lisa, juga Lisa sendiri yang belum menampakkan dirinya.

Balon-balon, pita-pita, lampu-lampu tumbler, atau apapun yang biasa ada menata ruangan di sebuah hajatan ulang tahun, sama sekali tak terlihat. Aneh, karena ulang tahun ke tujuh belas seharusnya spesial. Tapi mereka tak lantas ambil pusing. Mungkin pesta akan dihelat di kamar Lisa, pikirnya.

"Rheisa," panggil pria itu. "Om ingin bicara denganmu, sebentar. Yang lainnya boleh lebih dulu ke kamar Lisa."

"O-ow," batin Rheisa. Sepertinya ia tahu apa yang akan dibicarakan. "Baik." Ia menurut.

Sementara Dhea dan Amel pergi menaiki tangga, Rheisa mengikuti ke mana ayah Lisa berjalan, langkahnya pelan mengarah menuju ruang makan. Sempat ia menengadah pada Dhea dan Amel yang sudah di ujung tangga, mereka melambaikan tangan lalu tertawa kecil kemudian hilang di balik dinding.

"Lisa," panggil mereka. Lalu keduanya segera masuk walau belum ada jawaban dari dalam. Aroma bebauan rempah menyeruak. Tentu saja Amel maupun Dhea tak tahu apa yang mereka cium itu. Tidak ada sedikitpun curiga. Mereka langsung saja duduk-duduk di sofa tempat biasa berkumpul.

Lisa berjalan masuk dari luar kamar. Pelan. Wajah sayunya memandang para sahabatnya. Dingin. Bukan dari pendingin ruangan, atau pun angin di luar, suasana itu ada begitu saja.

"Kok, cuma begini doang sih, Lis?" celetuk Dhea.

"Iya," imbuh Amel, "aku pikir ini bakal spesial, secara, ini 'kan sweet seventeen kamu, Lis," lanjutnya.

"By the way, Tante sama adik kamu mana kok nggak kelihatan?" tanya Amel. Lisa tak lantas menjawabnya. Ia terdiam. Butuh beberapa saat untuk Amel dan Dhea mendapatkan jawaban dari lisan perempuan tak bergaun itu.

"Tenang saja, ini adalah malam yang spesial untukku, Beb!" Mata Lisa berubah tajam lalu memicing, kemudian seketika melotot. Iris matanya berubah kuning lancip, persis seperti mata kucing. Mereka yang tengah duduk terkaget lalu terbelalak.

Bagai asap hitam terbawa angin, berkelabat, dalam sekejap Lisa sudah berada di depan kedua perempuan itu. Meraung pekik. Kedua gadis itu tak sempat bergerak sedikitpun. Dengan tangannya, Lisa mencengkeram bahu mereka dan melemparnya ke belakang hingga menabrak dinding lalu jatuh terbaring di atas kasur.

Sementara di ruang lainnya.

Rheisa berdiri di hadapan Ayah Lisa. Berjarak agak jauh dengan meja makan menjadi penghalang. Canggung. Gadis itu menunggu. Pria berpakaian kemeja hitam itu berbalik dan mulai bicara, "kenapa kamu lakukan itu pada Lisa?" Pertanyaan yang sudah diduga.

"Lakukan apa?" Tanya Reisha mengernyitkan dahi seolah tidak tahu menahu. Pria bertubuh tegap itu menatap Rheisa, lekat, lalu membungkuk mendekatkan pandangan pada perempuan di depannya dengan telapak tangan menopang pada meja. "Oh, itu." Reisha tampak tegang. "Ah, itu kan biasa, Om."

"Biasa?"

"Wajar lah ... Ah, Om, kayak yang nggak pernah muda saja." Rheisa memasang senyum getir.

Beberapa saat mereka terdiam. Detak jam sayup terdengar. Mereka bersitatap dalam emosi yang berbeda. Rheisa tampak canggung, sedikit gugup. Ia menggerakkan jari-jari seakan memainkan irama mengiringi detak jam, juga degub jantung. Gelisah. Pria paruh baya itu belum berniat mengalihkan pandangannya dari orang yang telah mempermainkan gadis kesayangannya.

"Om, saya ke kamar Lisa dulu, ya." Reisha memalingkan wajah dan berlalu pergi.

"Aku belum selesai bicara!" ucapnya tegas. Suaranya terdengar berbeda, lebih serak dan lebih menyerupai suara wanita tua. Ekor matanya masih lekat mengikuti gerak langkah Rheisa yang berlalu. Kemudian hilang ditelan pintu.

Di kamar Lisa.

Amel terbaring di bawah ranjang terbujur kaku. Darah di sekujur tubuh melumuri gaun putih yang dikenakan. Wajah cantiknya kini rusak tercabik-cabik. Kepalanya pecah, cairan kental merah itu masih mengalir deras menyembulkan isi di dalamnya. Sesekali tubuhnya menggelepar kejang. Gadis itu sedang berada di ujung maut.

Sementara di atas ranjang. Lisa yang kini sudah berubah wujud penampakannya, terduduk di atas perut Dhea dan akan melakukan hal yang sama padanya. Mulutnya menyeringai lebar memperlihatkan gigi-gigi tajam. Mata kucingnya melotot murka. Ia angkat tangan lalu menghantam kepala sahabatnya itu. Kemudian dengan kuku-kuku tajamnya, ia mencabik-cabik wajah dan dada. Brutal. Darah menciprat ke segala arah. Tubuh Lisa berubah merah. Ia mengerang puas.

Pintu terbuka, Reisha kaget menyaksikan pemandangan di dalam kamar. Terpaku sebentar, lalu berteriak histeris. Mimik mukanya tak bisa menyembunyikan apa yang tengah dilihatnya. Tak percaya. Ia segera berbalik untuk berlari. Akan tetapi, seorang wanita tua sudah menunggu di belakangnya.

Rheisa kembali dikagetkan saat melihat sosok tersebut. Tanpa ampun, wanita berpakaian kebaya dan batik compang-camping itu langsung menusuk perut Reisha dengan kuku-kukunya. Kemudian, melemparnya ke dalam kamar. Dari dalam, Lisa sudah siap meloncat dan menerkam Reisha. Pintu terbanting menutup.

•••••

"Pasang di seluruh area rumah! Cepat!" seru salah satu anggota polisi yang sibuk menangani kerumunan warga sekitar juga beberapa wartawan.

Perlu empat hari bagi masyarakat sekitar komplek menyadari bahwa ada yang janggal dengan rumah bercat biru itu. Tak ada aktifitas seperti biasanya. Tukang kebunlah yang pertama kali tahu. Saat ia akan bekerja seminggu sekali di rumah tersebut, gerbang sama sekali tidak terkunci, bau busuk tercium dari dalam rumah. Ia memberanikan diri masuk dan terkejut melihat sesuatu yang mengerikan di sana.

Ia menemukan gelimpangan mayat dengan kondisi mengerikan. Tiga tubuh gadis membusuk serta mayat satu keluarga di kamar utama. Anehnya, tukang kebun tak menemukan Lisa. Ia menghilang, entah kemana.

Dengan tersiar kabar berita tersebut, sontak, video terakhir yang diunggah akun 'Iblis Betina' di youtube menjadi viral. Tentu saja spekulasi yang berkembang bahwa Lisa adalah pelaku utama pembunuhan ini menjadi sangat masuk akal. Mereka mengkait-kaitkan apa yang ada di video pada peristiwa tersebut.

•••••

Lisa tersungkur persis di hadapan wanita berkebaya lusuh itu. Hanya butuh satu kali tebasan untuk memotong tali yang melilit Lisa pada pohon. Lemah. Ia menunduk lesu, gemetar ketakutan, ingin berlari tapi tubuh tak kuasa.

"Ikutlah denganku. Akan kuwarisi semua ilmu hitam yang kumiliki. Kau akan menjadi seperti aku." Lisa masih tertunduk. Nafasnya tersengal-sengal. Ia berusaha mengatur helaan yang terdengar seperti isakan tangis. "Kau bisa melakukan apa pun pada sahabatmu yang biadab itu," tambahnya. "Tak perlu khawatir, aku hanya perlu seorang perempuan muda sepertimu untuk mewarisi semua ilmu yang kumiliki. Dan aku memilihmu. Jangan kau sia-siakan itu!" erang wanita itu, "anggap saja ini hadiah ulang tahun dariku, kau bisa hidup abadi!"

Sejenak Lisa terdiam. Kemudian ia mengangkat wajah yang masih dilumuri pelbagai cairan lengket dan tepung menutupi wajah ayu dibaliknya. Meski masih ragu dengan perasaannya, ia menatap mata wanita itu yang kelam. Sesaat kemudian, perempuan polos itu mengangguk pelan. Wanita itu menyungging, lalu menyeringai.

_________________________________

Cerpen ini ditulis tahun 2019 lalu untuk sebuah lomba cerpen dan sudah masuk dalam buku antologi dengan judul "HAUNTED" di tahun yang sama.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi