Disukai
1
Dilihat
4,579
Cinta Kedua
Romantis

Seorang lelaki tengah melangkahkan kakinya menyelusup ke dalam kegelapan malam. Ia menuju sebuah pohon beringin yang ada di pertengahan hamparan sawah. Suasana mencekam tengah menyelimuti dirinya, suara-suara serangga malam saling berseru. Ia juga kerap mendengar suara cekikikan kuntilanak yang tak dihiraukannya. Seekor burung gagak menatap tajam ke arahnya, dari atas pohon waru.

Sampailah ia di depan sebuah pohon yang terkenal wingit. Sebagian orang percaya, jika ada yang meminta sesuatu dengan bersungguh-sungguh, keinginannya akan terwujud.

Di carinya sebuah batu yang berukuran tidak terlalu besar. Ia merogoh ke dalam saku celananya mengambil sebuah foto seorang wanita dan juga sebuah paku yang telah disiapkan.

Buk! Buk! Buk!

Cukup tiga kali ia memukulnya, kini foto yang ada di tangannya telah tertancap kuat di batang bohon beringin yang begitu kekar.

Senyumnya mengembang di balik bibirnya yang dihiasi kumis tipis. Tubuhnya berdiri tegak, disatukannya kedua telapak tangannya yang diletakkan di depan dada, matanya kini terpejam, mulutnya mulai berkomat-kamit entah apa yang sedang di lafalkannya.

"Karina Asyari binti Bapak Aji Santoso, selama kamu menikah dengan Hadi Wijoyo bin Bapak Beni Ariyanto, aku bersumpah! Pernikahan kalian sampai kapan pun tidak akan bahagia! Dan kalian berdua juga tidak akan pernah memiliki keturunan!" ucapnya begitu lantang di bawah pohon beringin yang hampir dipenuhi akar-akar besar bergelantungan. Hembusan angin menerpa dedaunan yang berserakan di bawahnya.

Jgeeer!!!

Jgeeer!!!

Jgeeer!!!

Suara petir menyambar dengan keras. Hujan deras mulai mengguyur, lelaki itu membentangkan kedua tangannya, wajahnya ditengadahkan ke atas. Di nikmatinya setiap guyuran-guyuran air yang kini telah bercampur air matanya.

Suara beberapa kuntilanak yang sedang berada di atas pohon beringin, menambahkan suasana kengerian malam itu.

Pernikahan Karina dan Hadi yang akan dilaksanakan keesokan harinya, telah membutakan mata hatinya.

****

Udara dingin menjelang subuh, membuat Karina terbangun. Ia celingukan melihat suaminya kini tidak berada di sampingnya. Handphone suami yang biasa ditaruhnya di atas meja, juga tak terlihat. Karina bangun dari atas kasurnya, ia mencari-cari keberadaan suaminya tanpa bersuara ke segala arah; dari arah ruang tamu menuju ke arah dapur. Langkahnya terhenti, saat ia mendengar suara seorang lelaki dan perempuan yang sedang bermesraan di dalam kamar mandi.

Seketika bulir-bulir air mata Karina terjatuh, suaminya ternyata sedang berselingkuh lewat telepon dengan wanita lain tanpa sepengetahuannya.

Ia segera kembali memasuki kamarnya, menangis di balik selimut meratapi keadaannya. Beberapa bulan ini, Karina mengalami pendarahan yang tak kunjung berhenti selepas menstruasinya. Berbagai pengobatan juga telah dilakukan, tetapi tak kunjung mereda. Suaminya juga telah lama tidak pernah menyentuhnya, atau sekedar bercumbu rayu. Wanita selingkuhannya, kini benar-benar telah menghilangkan keberadaannya. Karina kiyan hari kiyan pasrah, ia menyadari akan penyakitnya dan juga kekurangannya.

Ia memilih diam, untuk mencoba meredam rasa sakitnya. Hadi yang mencium gelagat aneh istrinya, terus mencecarnya.

"Rin, kamu kenapa? Jangan diemin aku gini dong Rin? Rin ... dari pagi loh kamu diem."

"Kamu mau tau aku kenapa Mas? Ayo kita duduk bareng, banyak yang mau aku utarakan."

Mereka berdua duduk di ruang tengah. Air mata Karina mulai mengucur deras. Setelah tenang ia mulai berkata, "Tadi pagi sebelum subuh, aku sudah terbangun tanpa sepengetahuan kamu ... dengan jelas, aku mendengar kamu bermesraan dengan seorang wanita. Aku sadar diri Mas ... aku gak cantik, aku penyakitan! Dan belum sembuh juga sampai sekarang; sudah hampir dua bulan. Apa gunanya aku Mas? Aku sudah tak berarti apapun buat kamu. Kalau kamu emang mau pisah, ayo pisah aja! Ini sudah kesekian kalinya Mas, selama ini aku pendam setiap kali aku tak sengaja dengar kamu teleponan sembunyi-sembunyi sama wanita lain ... mau aku secantik dan seseksi apapun, kamu juga gak akan pernah puas! Udah tabiat kamu sepertinya, sebelum aku sakit pun, kamu kerap melakukan hal yang sama! Lebih baik aku tidak tahu Mas, aku gak denger. Tapi Allah baik ya, selalu menunjukkan apa yang tidak pernah aku ketahui. Hiks,hiks,hiks ... aku juga gak bisa menjanjikan kamu anak, lantas untuk apa kita bersama? Bukankah selama ini kita hidup sendiri-sendiri? Kamu asik dengan kehidupanmu sendiri? Dengan ponselmu yang sudah seperti mulut yang kamu bawa kemana saja? Bahkan ke kamar mandi pun kamu bawa? Sedangkan aku, hanya kamu manfaatkan untuk mengurusi kehidupan kamu, tanpa kamu memperhatikan kehidupan aku."

Hadi terlihat mulai meneteskan air matanya.

"Rin, maafin aku Rin ... ia Rin, itu memang tabiatku dari dulu sebelum aku menikah sama kamu. Tapi aku mohon Rin, jangan pisah Rin ... masalah penyakit kamu, kita kan lagi berusaha buat ngobatin. Aku cinta kamu Rin ... aku mohon, jangan pernah tinggalkan aku."

Hadi segera memeluk Karina dalam dekapannya, diciumnya berkali-kali keningnya.

Karina yang sadar diri, ia juga sebenarnya takut berpisah. Ia takut kelak tidak ada lelaki yang mau menerimanya sebagai seorang Istri. Bahkan mungkin ada calon mertua yang akan menganggapnya sebelah mata, lantaran pernikahannya yang telah lama; belum juga ia dikaruniai anak.

Paginya Karina dan Hadi kembali akur; walau dalam hatinya, Karina masih merasakan sakit. Ia seperti biasa, melakukan dengan baik tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Keinginannya untuk memiliki seorang anak, telah membuatnya memilih untuk berhenti bekerja.

****

Hilman melajukan mobilnya dengan penuh emosi, hingga ia tak sengaja menabrak motor Karina yang hendak pulang dari pasar.

Kaki Karina yang terluka cukup parah, membuat Hilman bergegas membawanya ke rumah sakit.

"Maaf Mbak, saya gak sengaja nabrak Mbak ...."

Hilman terlihat menyesal, telah membuat kaki Karina pincang untuk sementara waktu.

Sebagai rasa tanggung jawab, Hilman meminta nomor ponsel Karina; agar ia bisa mengantarkannya saat hendak control ke rumah sakit.

Karina berusaha untuk berjalan seorang diri, langkah kakinya yang masih sakit membuatnya hampir ambruk. Hilman segera membantu memapahnya. Kedua mata mereka saling beradu pandang, sebuah benih-benih perasaan mulai muncul diantara keduanya.

Hadi yang melihat kaki istrinya pincang, membuat ia semakin tak berselera. Ia segera menelpon Hilman, untuk bertanggung jawab atas keadaan istrinya berikut biaya pengobatannya. Hilman dengan tegas meng-iyakan.

Semakin hari, Karina dan Hilman semakin dekat. Mereka berdua semakin leluasa curhat tentang kehidupan rumah tangganya yang ternyata hampir sama. Hilman dan Karina sama-sama merupakan korban perselingkuhan.

Di tengah obrolan mereka, Hilman menatap Karina lekat-lekat, ia mulai mendekatkan wajahnya, sebuah ciuman hangat telah mendarat di bibir Karina. Cinta telah membutakan keduanya, sebuah hubungan terlarang akhirnya mereka lakukan.

Tak lama, Karina hamil.

Hadi mulai curiga, sudah lama mereka berdua tidak bersama; bahkan semenjak Karina sembuh dari sakitnya, Hadi masih

jarang menyentuhnya.

Mata Hadi mendelik tak percaya melihat istrinya yang tiba-tiba hamil.

Karina yang menyadari kesalahannya, kini mantap untuk berpisah dengan Hadi. Sementara Hilman yang telah diselingkuhi istrinya berkali-kali, segera melayangkan gugatan cerai.

****

Pernikahan Hilman dan Karina tengah dilangsungkan.

Adam yang merupakan mantan kekasih Karina, turut menghadiri acara pernikahannya walau ia tak diundang.

Di sela-sela kekosongannya, Adam mengajak Karina berbincang. Ia mengakui kesalahannya, bahwa dirinya telah menancapkan foto Karina di batang pohon beringin dan telah bersumpah di bawahnya. Semua itu ia lakukan karena masih sangat mencintai Karina. Adam mengetahui jika Hadi bukanlah lelaki yang baik. Sebelum mereka berdua menikah, Adam kerap melihat Hadi berkali-kali pergi bersama wanita lain. Tetapi pada saat itu, Karina tidak pernah percaya dengan ucapannya. Karina selalu menganggap Adam cemburu dengannya.

"Maafkan aku ya Rin, aku memang sakit hati Rin pada saat itu. Aku masih sayang kamu ...," ujar Adam menyesal.

"Iya Dam, gak papa ... makasih ya Dam, kamu udah perhatian sama aku. Sampai akhirnya aku terbebas dari pernikahanku yang tak pernah bahagia Dam ...," Karina berucap sambil menyeka air matanya.

"Kali ini, aku doain kamu bahagia sama Hilman, dia lelaki baik. Kamu tau gak dia siapa? Pasti kamu bingung kan? Tau-tau aku datang ke pernikahanmu?"

"Hemmm, ia si ... emang kamu siapanya Mas Hilman?"

Hilman menghampiri Adam dan Karina yang sedang berbincang sambil membawakan kue.

"Adam ... kamu belum ambil kue kan? Ini buat kamu."

"Makasih Pak ..."

"Pak?" tanya Karina penasaran.

"Iya Rin, Pak Hilman ... Atasan aku di kantor. Dia baik banget. Kamu harus tau Rin, 'wanita baik untuk lelaki baik'."

"Bisa aja kamu ...," ujar Hilman sambil menepuk-nepuk pundak Adam.

Karina terlihat sangat bahagia di pernikahan keduanya. Ia sebenarnya juga tidak akan menikah dengan Hadi, jika tidak karena ibunya.

Selama ini ibunya yang selalu memaksa Karina untuk menikah dengan Hadi, yang menurutnya sudah mapan. Tetapi pada akhirnya Karina harus merasakan sakit yang selama ini ia pendamnya sendiri.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi