Third Party
7. Bab 6: Pandora

Suatu ketika selesai ulangan pelajaran sejarah, Aretha berputar dan memanggil aku, Bayu, Devan dan Joshua. Baru kemarin ia melihat iklan dari Instagram -nya tentang suatu permainan. Dimana kita dimasukkan ke dalam suatu ruangan dan tujuan utama kami adalah mencari jalan keluar dari ruangan itu sebelum waktunya habis, dengan cara memecahkan teka-teki dan mendapatkan kunci untuk keluar dari ruangan tersebut. Dan sekarang disinilah kami dikunci di dalam ruangan pertama yang redup, hanya berbekal buku kamus tentang bunga dan bolongan-bolongan di tembok dengan simbol-simbol muka dengan bentuk mata, hidung dan mulut berbeda. Untuk memecahkannya kami harus melihat sekeliling ruangan dan membaca buku panduan. 

Ruangan pertama kami pecahkan dibawah 5 menit dan pintu menuju ruangan kedua terbuka. Di ruang kedua terdapat lorong dan jajaran bunga yang ditanam di lorong batu. Kami harus memecahkan pola warna dan arah kelopak bunga menghadap itu mengurutkan batu membuka pintu selanjutnya. Butuh sekitar 10 menit untuk memecahkan karena bentuk bunga yang hampir mirip dan skenario Bayu bersin-bersin menghirup terlalu banyak serbuk sari. 

Hingga 45 menit sudah dilewati, kami berhenti dan terjebak di babak ketiga. Kelompok kami terpisah sekarang entah bagaimana. Aku, Joshua, Devan dan Bayu di ruangan ketiga, sementara Mika dan Aretha di ruangan keempat. Sudah mau menyerah, aku duduk di lantai putus asa memecahkan teka-teki tiga kotak di dinding dimana kami harus menancapkan tongkat-tongkat kayu dalam urutan yang tepat. Bayu yang duduk disebelahku benar-benar bingung tak tahu harus berbuat apa. Sesekali berteriak, “Terus kita ngapainnn?!”. Lalu kembali duduk di sebelahku menatap kosong karena lapar. Joshua masih berusaha memecahkan teka-tekinya dengan Devan di sebelahnya mengamati tongkat-tongkat tadi, berharap menemukan teka-teki. Masih menatap kosong ke depan, samar-samar aku bisa mendengar suara Mika dan Aretha mengobrol di balik dinding. Iseng, aku dan Bayu bertukar pandang dan menempelkan telinga kami ke dinding untuk mendengarkan percakapan mereka. 

Bingung ketika kami mendengar suara Aretha dan Mika tertawa. Semakin lama kami mendengarkan, semakin jelas apa yang dibicarakan. Tentu saja karena bosan, satu kelebihan yang dimiliki Mika adalah mengeluarkan lelucon receh. Bahkan recehan Mika yang sudah banyak terdengar di masyarakat, mereka tertawa terbahak-bahak.

“Tauga kalo Dilan naik motor kan bisa ditilang. Kalo Dilan naik tangga...DITIBAN!”

Aku dan Bayu menatap heran mendengar betapa aneh dan garingnya lelucon mereka. Daun aja dikira ular. 

“Mereka tadi ga minum aneh-aneh kan?”

Tanya Devan. Kami bertiga menggeleng. Tawa mereka semakin terdengar keras dan sekarang sudah berubah menjadi adu receh antara keduanya. Kami menduga mungkin di ruangan mereka ada gas yang membuat mereka menganggap segala hal lucu tapi ditempat kami tidak ada. Masa sih kita diracuni?

“Bakso malang tau gak bahasa inggrisnya apa?”

“Engga tauu…” Disela-sela nafasnya Aretha menjawab.

“Poor meatball!”

Tawa mereka semakin keras dan berubah menjadi teriakan karena saking lucunya bagi mereka. Makin lama, recehan mereka makin tidak masuk akal dan garing. Ternyata Mika menyelundupkan gawainya dan sudah 5 menit keduanya menonton satu video yang sama dan tertawa tanpa henti berturut-turut. Sampai gila, kami berempat yang harus menyelesaikan teka-tekinya. Bahkan ketika kami minta bantuan mereka mengoper tongkat-tongkatnya, mereka berpura-pura sedang perang pedang lalu setelah itu, menjadi nenek sihir. Satu jam setengah sudah kami lewati, dan akhirnya kami keluar. Kelaparan dan kelelahan, kami berempat berjalan mencari makan di mana Aretha dan Mika menyanyikan lagu Beauty and the Beast dalam genre opera.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar