Same Sky Different World
1. BAGIAN SATU

FADE IN

1. EXT. KOTA JOGJAKARTA, DUA TAHUN LALU – MALAM HARI

Jogjakarta diguyur hujan di sabtu malam. Lalu lintas tidak terlalu padat. Beberapa mobil lalu lalang. Tugu Jogja yang biasa ramai, menjadi cukup lengang. Beberapa penjual di pelataran Malioboro sibuk membereskan barang-barang dagangannya karena hujan yang tiba-tiba turun. Para pejalan kaki yang sedang menikmati malam minggu berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. 

ALE (VO)

Mereka bilang, hujan adalah wujud rindu langit pada bumi. Seperti yang terjadi sekarang. Berawal dari gerimis, lalu berubah menjadi tetesan riuh yang menghujam bumi. Langit mungkin sedang rindu-rindunya pada bumi, makanya menurunkan hujan selebat ini. Memecah kepadatan di jalan. Membuat mereka yang berniat menikmati malam minggu urung bertemu. Tapi, apa pedulinya langit, selama rindunya tersampaikan. Meski dia dikutuk banyak orang, hujan juga tidak peduli. Karena, hujan yakin sedang menjalankan tugas mulianya, menyampaikan cinta langit pada bumi.

2. INT. KAFE – MALAM

Ale (31st) duduk sendiri di kursi pojok kafe. Menghadap kaca besar. Hujan sedang turun dengan deras di luar. Di depannya, secangkir kopi latte yang sudah kehilangan panas.

Ale memalingkan wajahnya dari jendela. Mengambil cangkir latte dan meminumnya.

ALE (VO) (CONT’D)

Kenapa mereka yang mengutuk itu tidak berpikir kalau langit juga berhak berkencan dengan bumi malam ini?

3. EXT. TERAS KAFE – MALAM

Ale berdiri di teras. Memandang hujan yang tidak kunjung berhenti. Tukang parkir yang tadi duduk di kursinya sudah menghilang sejak hujan.

Ale memang penyuka hujan, tapi tidak untuk membuatnya basah.

Seorang laki-laki berdiri di samping Ale. Memakai kemeja flannel yang digulung sampai siku. Menoleh pada Ale sambil tersenyum dengan sebuah rokok terjepit di mulut.

ANDRA (35th)

Takut basah? (menyalakan korek api dan menempelkan pada rokok yang dijepit di mulut)

Ale menggeleng.

ANDRA

(membuka payung) Ayo, aku antar ke mobilmu!

Karena tidak punya pilihan lain. Ale ikut Andra. Mereka berjalan bersisihan menuju ke mobil. 

ALE

(duduk di kursi kemudi, membuka kaca jendela)

Terima kasih.

(menginjak pedal gas mobil, setelah menutup kaca jendela mobil)

ANDRA

Senang bertemu denganmu.

Mobil Ale melesat meninggalkan halaman kafe. Meninggalkan Andra yang masih menatapnya.

4. EXT. KANTOR BANK, PRESENT DAY – ATAP KANTOR – SORE HARI

Langit mendung. Angin bertiup cukup kencang. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi.

Sepasang laki-laki dan perempuan berdiri bersisihan, menghadap ke pagar atap. 

ALE

Sepertinya hujan akan turun.

ANDRA

Langit mungkin sedang rindu-rindunya pada bumi.

ALE

(Tersenyum) Klise banget.

ANDRA

Yang pasti, aku berhutang budi pada hujan.

ALE

Kok bisa?

ANDRA

Karena hujan yang membuat kita bertemu.

Ale melangkahkan kaki mendekati Andra. Dia berdiri tepat di belakang Andra, lalu menyandarkan kepalanya pada punggung Andra.

ALE

Dan aku bersyukur karena bertemu denganmu.

ANDRA

(Tersenyum lebar) Kamu enggak takut dilihat orang kantor, Le?

ALE

Aku sudah mengganjal pintu masuk di atap.

ANDRA

(Senyum Andra berubah menjadi tawa) Jail banget, kamu!

Tidak ada respon dari Ale. Dia masih menyandarkan kepalanya pada punggung Andra. Napasnya naik turun teratur. Matanya kemudian terpejam.

ANDRA

Kamu kenapa, Le?

ALE

Sebentar saja. Aku merasa nyaman seperti ini.

ANDRA

(Menengadahkan tangannya, merasakan tetesan hujan mengenai telapak tangannya) Tapi hujan.

Tetesan hujan semakin lebat.

ALE

Kenapa enggak bilang?

Ale dan Andra berlari-lari menuju ke pintu. Membuka pengganjal pintu yang dipasang Ale, lalu menarik pegangan pintu. Mereka berhenti di balik pintu. Sebagian baju mereka basah. Tetapi, mereka tidak bingung dan malah tertawa.

5. INT. KANTOR BANK – RUANG MARKETING – MEJA ALE – SORE HARI

Ale duduk di mejanya. Sebagian rambutnya basah. Begitu juga blousenya. 

Andra menangkupkan jaketnya di punggung Ale.

ALE

Kamu sendiri juga basah.

ANDRA

Lemakku banyak.

Ale tertawa. Satu tangannya menyalakan notebook. Lalu, menggerakkan mouse. Mengetik beberapa huruf di keyboard. Sementara Andra berjalan pergi. 

Kembali sepuluh menit kemudian dengan dua cangkir di tangan kanan dan kiri.

ANDRA

Teh hangat untukmu. (Meletakkan satu cangkir di meja Ale)

ALE

Thanks.

Andra lalu berjalan menuju mejanya sendiri, yang bersebelahan dengan meja Ale.

ANDRA

Jadi lembur hari ini?

ALE

(masih sibuk mengetik) Ya. Aku tidak mau jadi sasaran tembak besok.

ANDRA

Oke. Aku temani.

Andra mengambil ponselnya, mencari lagu dari playlist, lalu menyalakan lagu favoritnya, Frank Sinatra ‘Fly Me to The Moon’.

Mendengar suara Frank Sinatra, lalu gumaman Andra, membuat Ale tersenyum. Dia menoleh pada Andra sesaat, lalu kembali pada layar notebooknya.

6. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – KAMAR ALE – MALAM HARI

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Lampu kamar menyala redup. Hanya ada satu lampu meja yang menyala terang. Meja kerja Ale penuh dengan berkas kredit, juga notebook yang menyala terang, menunjukkan angka-angka di neraca keuangan.

Ale duduk di kursi kerjanya. Tangannya memegang sebuah foto, yang tidak sengaja ditemukannya di sebuah buku catatan. 

(BIG CLOSE UP) Foto dua orang, laki-laki dan perempuan, saling merangkul. Senyum mereka sangat lebar. Satu tangan perempuan mengenggam buket bunga dan dia sedang mengenakan jubah wisuda.

Ingatan Ale berputar ulang pada peristiwa di foto itu. Dalam waktu cepat, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya masih sakit mengingat sosok laki-laki di dalam foto itu.

ALE (VO)

Sudah lebih dari tiga tahun berlalu, tapi aku masih tidak bisa lupa sakit yang kamu akibatkan.

CUT TO

7. INT. RUMAH KOST ANDRA – KAMAR ANDRA – MALAM HARI

Andra sedang merebahkan badannya di tempat tidur. Satu tangannya masih memegang ponsel, sementara tangan satunya sibuk menggeser-geser layar. Di layar ponsel, tampak aplikasi Instagram, dan akun seseorang. Ada sebuah foto yang terpajang di akun itu. Foto sebuah rumah modern yang tampak mewah. Di kolom caption, ada tulisan ‘Our Home’. Foto itu diupload 4 tahun yang lalu.

Hampir satu tahun bersama Alessandra, satu-satunya hal yang tidak berani Andra tanyakan adalah foto ini. Ale juga tidak pernah membahasnya. Dan Andra tahu, ini juga bukan rumah Ale.

ANDRA (VO)

Apakah seseorang ini yang membuatmu masih ragu untuk lebih dekat denganku, Le? Apakah dia masih bertahan di hatimu sampai sekarang?

DISSOLVE TO

8. EXT. JALANAN JOGJAKARTA – SIANG HARI

Jalan raya ramai. Beberapa mobil tampak memadati jalan. Ada pula, sepeda motor yang menyalip dari sisi kiri atau kanan mobil. Beberapa orang juga masih mengayuh sepeda di siang hari yang terik.

9. INT. MOBIL SUV HITAM MILIK ALE – SIANG HARI – 3 P.M

Andra sibuk mengemudikan mobil. Sementara Ale sibuk membaca laporan di tablet yang digenggamnya. Satu tangannya memegang es boba yang tinggal separuh.

ANDRA

Mau kemana lagi, nih?

ALE

Balik kantor saja.

ANDRA

Enggak bosan kerja terus?

ALE

Trus, kita mau kemana?

ANDRA

Mau ikut aku?

ALE

(menoleh pada Andra. Alisnya mengerut) Kemana?

ANDRA

Just say yes.

Ale mengeluarkan tatapan menyelidik. Sementara, Andra malah tersenyum lebar. Dia mengemudikan mobil menuju ke tempat yang ada di pikirannya sekarang.

10. EXT. CANDI RATU BOKO – PELATARAN CANDI – SORE MENJELANG MALAM

Langit cerah sore ini. Semburat jingga memenuhi langit. Matahari sudah siap terbenam.

Pelataran Candi Ratu Boko tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang tampak berbicara atau mengabadikan gambar melalui kamera ponsel masing-masing. 

Ale dan Andra duduk di salah satu spot.

ALE

Kenapa tiba-tiba kesini?

ANDRA

Sudah lama kita tidak kesini. Terakhir kali hampir satu tahun lalu.

ALE

Saat kamu tiba-tiba menggenggam tanganku.

ANDRA

(Tersenyum. Lalu, menoleh pada Ale. Menatapnya dengan dalam) Waktu itu, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku sendiri.

ALE

Kenapa tidak mengatakannya saat itu?

ANDRA

Karena aku tahu kalau belum saatnya aku masuk ke dalam kehidupanmu.

ALE

Tapi, kamu sudah berani menggenggam tanganku dan mengajakku berlari?

ANDRA

Karena aku pikir itu adalah satu-satunya kesempatanku menunjukkan perasaanku padamu. (pause) Kamu sendiri, apa yang kamu rasakan waktu itu?

Ale terdiam. Dia memalingkan wajahnya dari Andra, menatap ke arah langit senja yang cantik.

ALE

Yang aku rasakan adalah harapan.

Andra mengerutkan kening, menunggu Ale melanjutkan ucapannya.

ALE (CONT’D)

Harapan kalau aku mungkin bisa membuka hatiku lagi. Harapan, kalau aku mungkin bisa mempercayai cinta lagi.(mata Ale mulai berkaca-kaca)

ANDRA

(Meraih tangan Ale dan menggenggamnya) Terimakasih karena kamu sudah mempercayaiku sebesar itu.

Ale menoleh pada Andra, memandangnya dengan mata yang mulai berair, namun bibirnya mengulas senyum.

ALE

(menggeleng pelan) Bukan kamu, ndra. Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Kamu bisa membuatku hidup lagi.

ANDRA

(memindahkan tangannya dari tangan Ale ke rambut Ale, mengelusnya lembut) Kita sama-sama menghidupkan satu sama lain dari luka masa lalu kita.

Ale hanya tersenyum, lalu mengajak Andra untuk pergi karena langit sudah mulai gelap. Mereka berjalan kembali ke tempat memarkirkan mobil.

Matahari semakin tidak terlihat. Hanya tersisa semburat jingga di ufuk barat, sementara di bagian lain sudah mulai gelap.

11. INT. RUMAH KOST ANDRA – KAMAR ANDRA – MALAM HARI

Kamar kost ukuran 4x6 meter persegi dengan cat warna putih tampak cukup berantakan karena beberapa barang yang hanya diletakkan asal. Lampu kamar menyala terang. Terdengar suara Scott Mc Kenzie mengalun pelan dari music player di meja kerja.

Andra merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kaos oblong warna putih dan celana pendek membalut tubuhnya. Tangannya sedang menggeser-geser layar, melihat beberapa post feed Instagram.

Tiba-tiba layar ponsel berubah menjadi call screen. Tertera nama Ibunya dan terdengar dering ponselnya. Andra membenarkan posisi tidurnya dulu sebelum mengangkat telepon dari Ibunya. Dia menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur.

ANDRA

(menggeser layar) Malam, bu.

IBUNYA ANDRA (O.S)

Kamu sudah tidur?

ANDRA

Belum. Baru mau mengerjakan paket kredit.(pause) Tumben Ibu telepon malam-malam?

IBUNYA ANDRA (O.S)

Sabtu ini kamu jadi pulang?

Andra tidak langsung menjawab. Satu tangannya mengusap wajahnya kasar.Dia masih ingat pesan Ibunya minggu lalu.

ANDRA

Masih belum tahu, bu.

IBUNYA ANDRA (O.S)

Kok belum tahu? Ibu kan sudah pesan ke kamu, kalau kamu harus mengosongkan jadwalmu akhir pekan ini.

Andra menarik napas panjang. Otaknya sedang berpikir mencari alasan.

ANDRA

Sedang banyak pekerjaan, bu.

IBUNYA ANDRA (O.S)

Pokoknya Ibu tunggu ya,Nak. Ibu sudah tidak sabar mengenalkanmu dengan anak teman Ibu. Dia anak yang baik dan rajin ke gereja.

ANDRA

Iya, bu. (pause) Teleponnya ditutup dulu ya, bu.

IBUNYA ANDRA (O.S)

Iya. Kamu sudah makan, kan? Jangan tidur malam-malam, ya. Jangan kecapekan. Dan selalu ingat berdoa.

ANDRA

Iya, bu.

Sambungan telepon dimatikan. Andra meletakkan ponselnya. Dia sudah tidak tertarik melihat post feed IG atau apapun. Dia beranjak dari tempat tidur, lalu mengambil botol air mineral dari meja, meminumnya hingga habis. 

Dia lalu duduk di meja kerjanya, menyalakan notebook, lalu membuka berkas yang dibawanya dari kantor. Andra butuh sesuatu yang bisa mengalihkannya dari memikirkan ucapan Ibunya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar