Same Sky Different World
8. BAGIAN DELAPAN

55. KANTOR BANK TEMPAT ANDRA BEKERJA – RUANG MARKETING – PAGI HARI

Kantor ramai seperti biasa di pagi hari. Andra berjalan cepat menuju ke lantai dua. Tangannya membawa roti sandwich dan kopi seperti biasanya. Senyum mengembang di bibirnya. Namun, senyum itu langsung hilang saat melihat meja Ale kosong dan masih rapi seperti saat ditinggalkan jumat.

Andra meletakkan sandwich dan kopi di meja Ale, mengambil ponsel dari saku celana dan mencoba menelepon Ale.

Terdengar bunyi telepon terhubung, namun tidak terangkat.

FANDY

Ale sakit apa, Ndra?

Andra menggeser layar ponselnya. Dia menatap Fandy (35th), staf human capital, dengan tatapan bingung.

ANDRA

Ale sakit?

FANDY

Kamu tidak tahu? Bukannya kalian teman baik? Dia dirawat di rumah sakit sekarang. Papanya baru saja telepon.

ANDRA

(wajah berubah panik) Thanks infonya, Fan. Aku keluar dulu. (langsung melangkah pergi)

FANDY

Loh Ndra, ini gimana rotinya?

ANDRA

Udah habisin saja! (berteriak sambil menuruni tangga)

Andra melangkah cepat menuju ke halaman parkir mobil. Dia sangat mengkhawatirkan Ale.

56. RUMAH SAKIT – LOBBY – PAGI HARI

Lobby rumah sakit ramai seperti ini. Beberapa pasien tengah berjalan-jalan di sekitar lobby, atau beberapa orang yang tengah menjalani rawat jalan. 

Andra mengedarkan pandangannya di seluruh lobby. Napasnya terengah-engah. Dia mencari tempat informasi, karena dia tidak tahu dimana Ale berada.

ANDRA

Mbak, bisa tanya ruangan Alessandra Ishtar Ibrahim?

PETUGAS INFORMASI

Masuk kapan, Pak?

ANDRA

(berpikir sejenak) Kemarin malam atau tadi pagi.

Petugas informasi mengetikkan sesuatu di keyboard, sambil matanya fokus pada layar komputer.

PETUGAS INFORMASI

Ruang VIP, Pak. Ada di lantai 4. Bapak bisa naik lift dari sana. Kamar 411.

ANDRA

Terima kasih. (berjalan cepat menuju ke lift)

57. RUMAH SAKIT – SELASAR VIP – PAGI HARI

Pintu lift terbuka. Andra melangkah keluar dan langsung terlihat bangsal VIP. Andra berjalan menyusuri selasar sambil mencari-cari kamar yang dicarinya. Hingga akhirnya, matanya menemukan nomor kamar 411. Andra hendak membuka pegangan pintu, tapi pandangannya sudah terlanjur menemukan Papanya Ale yang sedang berada di dalam dan sedang berbicara dengan laki-laki yang kemarin dilihatnya di rumah Ale di kaliurang. Laki-laki yang disebut Ale sebagai masa lalunya.

Andra melangkah mundur. Lalu, memilih duduk di kursi tunggu yang berjarak dua kamar dari kamar Ale. Dari tempatnya, Andra mengawasi pintu kamar Ale.

Selang beberapa saat, Bara keluar dari kamar Ale masih dengan jas dokternya. Papanya Ale mengikutinya hingga keluar, lalu mata mereka saling bertatapan. Andra yang menyadarinya langsung berdiri dan menghampiri Papanya Ale.

ANDRA

Pagi, Om. Bagaimana Ale?

PAPANYA ALE

Ale hanya butuh istirahat. Dia terlalu stres.

ANDRA

Boleh saya masuk?

PAPANYA ALE

Silahkan. Tapi, Ale masih tidur.

Andra mengikuti Papanya Ale masuk ke dalam kamar.

58. RUMAH SAKIT – KAMAR TEMPAT ALE DIRAWAT – SIANG HARI

Ale masih tertidur. Sementara Andra menunggu di kursi, tepat di samping ranjang Ale. Papanya Ale duduk di sofa sambil membaca koran.

PAPANYA ALE

Kamu tidak kerja? (meletakkan koran di meja, lalu menatap Andra)

ANDRA

Ijin hari ini, Om.

PAPANYA ALE

Karena Ale?

ANDRA

(mengangguk) Saya ingin menjaga Ale.

PAPANYA ALE

Kamu serius dengan Ale?

ANDRA

(terdiam sejenak, mencari kata-kata) Iya, Om.

PAPANYA ALE

Seserius apa? Apakah kalian sudah memutuskan menikah? (PAUSE) Karena Ale bilang belum.

ANDRA

Kami masih memikirkannya.

PAPANYA ALE

Maaf sebelumnya, ya. Tapi, mau seperti apa kalian memikirkannya, kalian tidak akan menemukan jawabannya. Jalan kalian sudah buntu.

Andra terdiam. Ada yang terasa sangat sakit di hatinya, seperti sedang mendapatkan vonis.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Kalian itu kan seperti dua daratan yang dipisahkan lautan. Memang, melihat langit yang sama, tapi enggak mungkin menyeberang. Jadi, kalau menurut Om, enggak perlu lah harus mikir kelamaan. Akhirnya sama.

ANDRA

Tapi, selagi masih bisa, saya ingin melakukan yang terbaik untuk Ale.

PAPANYA ALE

(tersenyum) Kalau kamu ingin yang terbaik untuk Ale, biarkan dia menikah dengan laki-laki yang benar-benar bisa menikahinya dan menyayangi dia. Kasihan Ale.

Andra diam lagi. Hatinya semakin berdarah.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Om bukannya mau bersikap jahat sama kamu. (PAUSE) Sebagai Papanya Ale, Om cuma ingin anak semata wayang Om ini bisa bahagia. Bukan terus-terusan sakit hati karena tidak ketemu laki-laki yang tepat. Sama seperti kamu, ingin yang terbaik untuk kebahagiaan Ale. (PAUSE) Kamu lihat, kan, laki-laki tadi yang pakai baju dokter? Dia itu tunangannya Ale dulu, tapi mereka gagal bertahan. Dan kamu tahu kan seberapa terlukanya Ale setelah itu. Om tidak ingin hal seperti itu terulang lagi.

ANDRA

Saya tahu, Om. (meremas-remas jarinya sendiri, menahan perasaannya)

PAPANYA ALE

Semua orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, seperti orang tuamu juga. Om kira, orang tuamu akan berpendapat sama dengan Om.

Andra teringat ucapan Ibunya beberapa waktu lalu pada Ale. Hubungannya dengan Ale memang tidak pernah mendapatkan restu dari orang tua mereka.

PAPANYA ALE

Om ingin kamu melakukan yang terbaik untuk Ale. Dan Om yakin, kamu tahu itu.

Andra mengangguk. 

PAPANYA ALE

Om, titip Ale sebentar, ya. Ada pekerjaan yang harus Om lakukan. (PAUSE) Om percaya sama kamu.

Papanya Ale berjalan keluar dari kamar, menyisakan Andra yang tertunduk, menahan sakit hatinya.

59. RUMAH SAKIT – KAMAR TEMPAT ALE DIRAWAT – MALAM HARI

Andra masih duduk di samping ranjang Ale, sembari menggenggam tangan Ale yang lemah. Tadi Ale sempat bangun, berbincang sebentar, lalu makan dan minum obat, setelah itu tidur lagi.

Pandangan Andra tidak berhenti memandangi Ale. Dia menggerakkan tangannya, menyentuh kening Ale, menyibakkan rambut-rambut tipis yang menutupi kening.

ANDRA (V.O)

Bagaimana aku bisa meninggalkanmu, Le? Jika membayangkannya saja, rasanya sudah sesakit ini?

Pintu tiba-tiba terbuka. Bara melangkah masuk.

BARA

Maaf, aku kira Ale sendirian.

ANDRA

Tidak apa-apa. (menarik tangannya dari kening Ale)

BARA

Hanya mau ngecek keadaan Ale. (mendekati Ale, berdiri disisi ranjang yang berseberangan dengan Andra, mengecek infus) Dia sudah makan?

ANDRA

(mengangguk) Obat dari perawat juga sudah diminum.

BARA

Ale memang punya bawaan tipus. Kalau banyak pikiran, susah makan, atau makan sembarangan, pasti kambuh.

ANDRA

(menatap dengan tatapan sinis) Dia masih baik-baik saja sebelum kamu tiba-tiba datang.

BARA

(terkejut) Kamu tahu?

ANDRA

Ale sudah cerita banyak tentang kalian.

BARA

(tersenyum tipis) Tentang betapa jahatnya aku.

ANDRA

Kenapa kamu harus datang lagi ke hidupnya?

BARA

Aku ingin menebus kesalahanku pada Ale.

ANDRA

(mengernyitkan kening) Kamu ingin kembali pada Ale?

BARA

(tertawa kecil) Mana mungkin Ale mau. Aku hanya ingin kembali sebagai seorang kakak untuknya.

ANDRA

Apa kamu yakin dengan hal itu? Perasaanmu sudah hilang?

BARA

Sejak dulu, perasaanku pada Ale, hanyalah perasaan seorang kakak pada adiknya.

ANDRA

Tapi kalian bertunangan.

BARA

Karena aku berhutang budi pada keluarga mereka.

ANDRA

Semudah itu?

BARA

Aku pikir begitu dulu. Tapi, setelah aku bertemu perempuan yang membuatku tahu apa itu cinta, aku yakin aku sudah salah besar pada Ale.

ANDRA

Bukankah dengan tidak muncul lagi di hidupnya, itu sudah jadi hal terbaik yang bisa kamu lakukan untuknya.

BARA

(menggeleng) Ale butuh seseorang yang bisa mengerti dia untuk bisa membantunya melewati hal berat.

ANDRA

Aku akan melakukannya.

BARA

Kamu tidak akan bisa, karena kamu sendiri tahu, kamu tidak akan bisa selamanya bersama dia.

ANDRA

(terdiam) Apa maksudmu?

BARA

Aku mendengar pembicaraanmu dengan Om Osman tadi.

Andra tidak bisa berkata-kata. Dia berada pada posisi yang kalah pula. 

BARA (CONT’D)

Bukankah kita pada posisi yang sama, ingin memberikan yang terbaik untuk Ale?

Andra tidak mengatakan apapun lagi. Dia memalingkan wajahnya dari Bara, dan memilih menatap Ale. Dia sudah kalah telak dua kali dalam satu hari ini.

DISSOLVE TO

60. INT. RUMAH SAKIT – KAMAR TEMPAT ALE DIRAWAT – PAGI HARI

Ale duduk bersandar pada bantal yang disandarkan pada tembok. Kakinya lurus dan tertutup selimut. Tangannya memegang ponsel, sedang mengetik sesuatu dilayar.

Tiba-tiba pintu terbuka, Bara masuk dengan jas dokternya.

BARA

Bagaimana keadaanmu?

ALE

Baik.

BARA

(mendekati Ale, memeriksa botol infus) Perawat sudah datang mengantar obat?

Ale mengangguk. Tatapannya masih tidak berpindah dari layar ponsel.

BARA

Kamu mencari pacarmu?

ALE

(menoleh, menatap Bara dengan kening berkerut) Kamu tahu?

BARA

Kami bicara semalam. Dia pergi subuh tadi.

ALE

Apa yang kalian bicarakan?

BARA

Banyak. (PAUSE) Dia laki-laki yang baik dan sayang sama kamu.

Ale memalingkan pandangannya dari Bara, menatap ke jendela kamar. Di luar, langit cerah dan biru tanpa awan.

BARA (CONT’D)

Kalian sangat serasi.

ALE

(sinis) Kamu tidak perlu mencampuri urusan pribadiku. Karena kamu tidak pantas melakukannya, setelah apa yang kamu lakukan.

BARA

(menghela napas panjang, menghembuskannya) Aku memang sudah melakukan hal yang sangat buruk padamu dan Om Osman. Aku sadar kalau kamu tidak akan memaafkanku.

ALE

Lalu, kenapa kamu kembali? (Menatap Bara dengan nanar)

BARA

(terdiam sejenak) Aku ingin menebus kesalahanku padamu, Le. Aku ingin menjadi seorang kakak untukmu, seperti yang dulu selalu aku lakukan.

ALE

Telat! Aku tidak ingin kamu berada di dekatku.

BARA

Aku tahu, kamu masih sulit menerimaku kembali. Tapi, aku tidak akan berhenti. (PAUSE) Aku akan memberimu waktu.

Bara berjalan menuju ke pintu. Berlama-lama di sini akan membuat Ale semakin membencinya.

ALE

(tersenyum sinis) Kenapa kamu tiba-tiba ingin melakukannya? Perempuan itu sudah meninggalkanmu? Dan kamu menyesal?

BARA

(menghentikan langkahnya, menoleh pada Ale) Zoe meninggal 6 bulan yang lalu. Dan kalau kamu tanya apakah aku menyesal, aku tidak pernah menyesal sudah menikahinya.

Ale tidak lagi berkata-kata. Dia melihat wajah Bara yang berubah sedih setelah mengatakannya, dan membuatnya merasa bersalah.

Bara pun akhirnya keluar kamar, tanpa mengatakan apapun lagi. Sementara Ale terdiam terpaku, menatap pintu yang menutup kembali.

CUT TO

61. INT. KANTOR TEMPAT ANDRA BEKERJA- RUANG MARKETING – SIANG HARI

Karyawan-karyawan lain hilir mudik di sekitar Andra. Ada yang sambil bercanda, atau sedang serius dengan berkas kreditnya.

Andra hanya duduk diam di kursinya. Layar notebook di depannya, menyala terang sejak tadi, namun diabaikan.

Pikirannya masih memutar ulang pembicaraannya dengan Papanya Ale kemarin.

FANDY

Ndra, sibuk?

ANDRA

(tergugah dari lamunan) Kenapa, fan?

FANDY

Ada surat buat kamu. Aku kirim di email office.

ANDRA

Nanti aku baca.

FANDY

Sepertinya, kamu harus membacanya sekarang.

Andra mengerutkan kening, sepenting apakah surat itu? Dia kemudian menggeser mouse dan mulai mengklik-klik di layar notebook-nya. Sesekali, dia mengetik sesuatu

FANDY

Aku pergi dulu. (menepuk pundak Andra, lalu berjalan pergi)

Andra mengklik surat yang tadi dikirimkan Fandy ke emailnya. Matanya bergerak seiring dengan kata-kata yang dibacanya. Tangan yang sebelumnya menggenggam mouse, seketika menjadi lemas. Punggungnya yang tadi masih tegak, langsung bersandar pada sandaran kursi. Dia benar-benar merasa lemas setelah membaca surat itu.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar