Same Sky Different World
12. BAGIAN DUA BELAS

87. EXT. PELATARAN ABHAYAGIRI – SORE MENJELANG MALAM

Langit mulai memerah. Namun, Merapi masih terlihat tinggi menjulang. Ujung Prambanan juga bisa terlihat di sini.

Ale berdiri di jalan setapak dari kayu yang berada di antara tanaman padi yang hijau namun tampak kuning karena pantulan sinar jingga matahari sore. Di sisinya, ada lampu warna kuning yang menggantung pada tiang.

ANDRA

Kagum sama keindahannya, Le?

ALE

(tersenyum) Sangat. Matahari itu datang dan pergi selalu dengan indah. Seperti kamu.

ANDRA

(tertawa) Kenapa kamu jadi jago gombal gitu?

ALE

Karena kenal kamu.

ANDRA

(tertawa lebar) Bukan lagi godain aku supaya enggak jadi pergi.

ALE

I wish I could. Tapi, realita juga enggak semudah gombalan orang. (tertawa) Kita foto, yuk! (mengambil ponsel di dalam tas, lalu memilih ikon kamera)

Andra menuruti Ale. Dia merangkulkan tangannya di pundak Ale. Mereka berdua tersenyum lebar menatap ke arah kamera ponsel. Beberapa kali, mereka berganti gaya, hingga saat terakhir, Andra mencium pipi Ale tepat saat Ale menekan tombol start. Seketika ekspresi Ale terkejut. Dan jadilah sebuah foto dengan ekspresi aneh Ale.

ALE

Kok gitu sih, Ndra. Aku jadi jelek, nih.

ANDRA

Jangan dihapus, Le. Itu yang paling bagus.

ALE

Apaan sih, Ndra. Aku jelek, nih. (menunjuk ke arah layar ponsel)

ANDRA

Kamu tetap kelihatan cantik, kok. Apapun ekspresinya.

ALE

Gombal banget!

Mereka lalu tertawa. Andra memindahkan tangannya ke tangan Ale. Dia menyelipkan jari-jarinya pada jemari Ale, lalu saling menggenggam erat.

ANDRA

Ayo, kita ke meja.

Andra menggandeng tangan Ale menuju ke meja yang sudah dipesannya. Dia ingin mengakhiri kebersamaannya dengan Ale, dengan sesuatu yang indah. Seperti matahari sore hari ini. Bersinar jingga yang sangat menawan.

88. INT. RESTORAN ABHAYAGIRI – MALAM HARI

Andra dan Ale duduk berhadapan di sebuah meja persegi yang sudah dihias buket bunga kecil, dua mawar merah dan daisy. Juga ada lilin- lilin yang diletakkan di meja, atau di lantai. Lantai menuju ke meja ini pun, di hias dengan taburan kelopak mawar merah yang membentuk simbol hati.

ALE

Makan malamnya cantik. (tersenyum) Terima kasih, ya.

ANDRA

Untuk orang secantik kamu, ini semua rasanya masih kurang.

Ale hanya tersenyum. Dia meletakkan pisau dan garpu yang tadi dipakainya memotong BBQ Short Rib. Dia meletakkan tangannya pada punggung tangan Andra.

ALE

Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu, Ndra. Kamu sudah membuatku hidup kembali. Meski, kita belum satu tahun, tapi rasanya, aku sudah melewati bertahun-tahun denganmu.

ANDRA

Kamu juga, Le. Jangan kamu kira, kamu saja yang menemukan kehidupan. Aku juga. Kamu adalah orang yang membuatku bisa tersenyum saat bangun pagi, dan masih tersenyum saat mau tidur. Kita berdua saling memberikan warna satu sama lain.

ALE

Aku tahu. Dan aku harap, setelah ini, hidup kita masih berwarna, seperti saat kita masih bersama.

ANDRA

Kenapa rasanya sulit berpisah kalau baik-baik begini?

ALE

(tersenyum lebar, namun mata mulai berair) Kamu mau kita bertengkar berpisahnya?

ANDRA

(menggeleng) Janganlah. Nanti kita enggak bisa makan malam kaya gini.

Ale hanya membalasnya dengan senyum. Dia kemudian memalingkan wajahnya dari Andra, menatap ke arah langit, berharap airmatanya tidak akan menetes kali ini.

ANDRA (CONT’D)

Le…

ALE

(menoleh) Hmm.

ANDRA

Aku mau bilang sesuatu. Tapi, aku tidak mau kamu marah setelah mendengarnya, atau membantahnya.

ALE

Apa?

ANDRA

Jika suatu saat nanti, ada laki-laki yang menurutmu baik untukmu, entah itu Bara, atau Abimana, atau orang lain, tolong jangan membandingkannya denganku. Aku ingin kamu membuka hatimu karena memang apa adanya dia. Kamu tidak akan menemukan siapapun kalau kamu terus membandingkanku dengan laki-laki manapun, karena hatimu sudah terlanjur mengenaliku.

ALE

Kenapa kamu bilang gitu, sih? (suara mulai serak)

ANDRA

Karena menurutku, aku harus mengatakannya. Aku ingin kamu bahagia, sebesar Papamu ingin kamu bahagia juga. Aku tidak mau kalau aku menjadi beban untukmu nanti.

ALE

Kamu juga harus begitu, Ndra. Jangan cuma bilang ke aku. Kalau nanti di Jakarta, kamu bertemu dengan perempuan yang satu keyakinan denganmu, baik dan disukai Ibumu, maka kamu jangan menolaknya.

ANDRA

(terdiam sejenak, lalu mengangguk)Aku akan melakukannya, Le. Asalkan kamu juga melakukannya. Jangan sampai kita menyesali kebersamaan kita suatu saat nanti.

Ale tidak bisa lagi menahan airmatanya, yang terlanjur menetes satu persatu membasahi pipi. Dia kemudian mengusapnya dengan ujung jarinya.

ANDRA (CONT’D)

Aku yakin kamu akan bahagia. Aku juga akan bahagia. Kita berdua akan bahagia meski hidup kita berdua tidak bersinggungan lagi. Setidaknya, kita akan bahagia jika kita tahu kalau salah satu dari kita sudah bahagia duluan.

Airmata Ale semakin deras, dan dia tidak sanggup menahannya. Kelopak matanya sudah tidak bisa membendungnya lagi.

ALE

Sepertinya, aku pergi dulu, Ndra. Kita bertemu lagi, besok di Stasiun Tugu.

Ale beranjak dari kursi, mengambil tas tangannya, lalu berjalan menjauh dari Andra. Ale terus berjalan hingga Andra tidak lagi bisa melihatnya di antara kerumunan orang. Namun, pandangan Andra sama sekali tidak berpindah dari terakhir kali dia melihat punggung Ale.

89. INT. DALAM PERJALANAN KE RUMAH ALE - DI DALAM TAKSI – MALAM HARI

Taksi melaju cepat menembus jalan raya. Ale duduk di kursi belakang. Dia bersandar pada sandaran kursi, sambil terus menatap jendela. Airmatanya terus mengalir tanpa bisa berhenti. Dia sampai harus menutup mulutnya supaya isak tangisnya tidak terdengar.

ALE (V.O)

Cinta selalu menjadi misteri. Dia tidak pernah tahu kapan datang, atau akan pergi. Dia masuk begitu saja ke dalam hati, tinggal di sana, dan berakar kuat. Lalu, saat ingin pergi, dia pergi begitu saja, tercerabut paksa dari dalam hati, meninggalkan bekas yang susah sekali kembali. Kenapa cinta disebut sebagai kata kerja? Cinta adalah subjek dari segala hal. Mendominasi dan berakar. Menjadi penggerak dari sebuah kata kerja. Cinta bisa melakukan segalanya. Seperti yang terjadi sekarang, cinta memutuskan untuk melukai diri sendiri untuk menunjukkan besarnya hati yang dimiliki.

 

CUT TO

90. INT. DI DALAM MOBIL ANDRA – MALAM HARI

Andra masih terdiam di dalam mobilnya. Menatap ke arah stir mobil, namun tatapannya kosong. Otaknya membawanya berkelana ke tempat yang jauh. Pada momen pertemuannya dengan Ale, kebersamaannya, hingga momen terakhir di Pok tunggal tadi siang.

Terus berputar ulang, hingga dia lelah dengan sendirinya.

ANDRA (V.O)

Pepatah bilang, belahan jiwa hanya akan datang satu kali di dalam hidup, menggoyahkan hidupmu dan menunjukkan sebuah cinta yang sejati. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Saat hati begitu yakin telah menemukan cinta, otakku justru mengingatkanku, kalau aku dan dia berdiri di dua belahan dunia yang tidak akan pernah bersatu. Kalau cinta yang sekarang ini tidak nyata, bukan sebuah cinta sejati, kenapa terasa sangat dalam? Tapi jika cinta ini adalah bentuk cinta yang sejati, kenapa harus berpisah saat kami tidak menginginkannya? Sekejam itu kah cinta, atau permainan takdir yang lebih kejam?

CUT TO

91. INT. KANTOR ABIMANA – MALAM HARI

Abimana berdiri di dekat jendela kaca besar di dalam ruang kantornya. Lampu ruangan dibiarkan menyala temaram. Namun, berdiri di ketinggian dua puluh lantai, membuat Abimana bisa melihat gemerlap lampu Jogjakarta. Tidak semeriah ibukota, namun Jogja selalu membawa kenangan.

Lebih dari satu jam, Abimana hanya berdiri menatap kosong ke luar jendela. Kedua tangannya berada di saku celananya. Pikirannya sedang berkelana ke berbagai tempat.

ABIMANA (V.O)

Berdiri di depan sebuah tembok tebal, dan berusaha menghancurkannya hanya untuk memiliki apa yang ada di balik tembok, bukankah itu sebuah obsesi? Obsesi karena keinginan memiliki yang sangat besar, walaupun cinta menjadi sesuatu yang digadang-gadangkan. Tembok yang besar dan tebal tidak mudah diruntuhkan, apalagi jika hanya memiliki kedua tangan untuk menghancurkannya. Belum lagi, jika apa yang ada di balik tembok lebih dulu pergi atau diambil orang. Apa yang akhirnya kita dapat? Tangan yang terluka dan patah, begitu juga hati. Maka pilihannya adalah, berhenti sekarang atau membiarkan tanganmu patah tanpa kepastian kamu bisa memilikinya.

Abimana lalu berjalan menuju ke meja kerjanya. Menatap sekilas pada tiket pesawat yang tergeletak di meja. Sebuah pesawat one way ke Australia. Dia kemudian mematikan lampu mejanya, lalu berjalan keluar dari ruangannya.

DISSOLOVE TO

92. INT. STASIUN TUGU – SIANG HARI

Stasiun tugu tidak pernah sepi. Beberapa orang hilir mudik di sekitar stasiun. Ada yang sedang berjalan santai menuju peron, ada yang berlari-lari karena nyaris ketinggalan kereta, ada juga yang sedang duduk santai menunggu keretanya datang.

Andra berdiri di sudut stasiun, mengawasi setiap orang yang masuk. Dia mencari wajah yang sudah ditunggunya satu jam yang lalu.

Terdengar suara panggilan dari pengeras suara. Penumpang tujuan Jakarta diminta untuk segera check-in. Andra melihat ke arah jam tangannya, lalu berpindah lagi ke pintu.

ANDRA

(lirih) Kamu memilih tidak datang, Le?

Andra kemudian menarik koper besarnya dan membawanya ke arah pintu check-in.

ALE

Andra!

Andra menghentikan langkahnya, menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Dia menemukan Ale yang sedang berlari ke arahnya. Ale langsung menghambur ke arahnya dan memeluknya.

ALE

Bolehkan, aku meluk kamu sebentar. (memeluk Andra dengan erat)

ANDRA

Tentu saja. (menepuk-nepuk punggung Ale dengan lembut)

Terdengar lagi, panggilan dari pengeras suara.

ALE

Udah cukup. Baik-baiklah di sana. Aku akan baik-baik di sini.

ANDRA

(mengangguk) Masih ingat kata-kataku di Pok Tunggal kemarin?

ALE

(mengangguk) Hari ini, buku kita sudah ditutup. Besok, kita harus membaca buku yang lain. Mengulang-ulang buku yang sama, tidak akan membuat kita mengerti realita lain di dalam hidup kita.

ANDRA

(tersenyum) Jadi, sudah ya, Le. Kita tutup bareng buku kita ini. Kamu dan Aku. Kita dua pasang hati yang bahagia selamanya, meski bukan definisi happily ever after versi dongeng.

Andra memeluk Ale lagi, mengecup keningnya dengan lembut dan dalam. Lalu, menarik kopernya lagi. Dia menyentuh pipi Ale dan mengelusnya lembut sembari tersenyum. Ale pun melakukan hal yang sama. Tersenyum selebar mungkin.

Lalu, mereka berdua sama-sama berbalik. Berjalan ke arah masing-masing. 

Andra menghapus airmatanya yang menetes tanpa kendali dari kelopak matanya. Sementara Ale langsung menutup mulutnya, agar isak tangis dan jeritan hatinya tidak terdengar oleh siapapun.

FADE TO BLACK

-THE END-

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar