Same Sky Different World
3. BAGIAN TIGA

20. INT. KANTOR BANK – MEJA ALE – PAGI HARI

Sebuah papercup berisi kopi dan box berisi sandwich diletakkan di meja Ale. 

Pandangan Ale tertuju pada dua paket sarapan itu. Dia tentu saja tahu siapa yang meletakkan di mejanya.

Ale kemudian menoleh pada meja sebelahnya. Rapi, seperti tidak tersentuh sejak pagi. Ale meletakkan tas tangannya di meja, mengambil ponselnya dari dalam, menggeser-geser layar, lalu menelepon.

Terdengar beberapa kali nada sambung, namun tidak terangkat. Ale mencoba lagi, tetap tidak diangkat. Dia kemudian mengetikkan beberapa kata dan mengirim pesannya.

Setelah itu, dia duduk di kursinya, meraih papercup dan meminumnya. Lalu, membuka box dan mulai memakan sandwich.

CUT TO

21. EXT. LAHAN KOSONG – PAGI HARI – 9 a.m

Terik panas matahari sudah mulai terasa menyengat meski masih pukul 9 pagi. 

Andra menggulung kemejanya hingga siku. Sibuk berbicara dengan debitur tentang lahan yang akan dijadikan agunan kredit. Sesekali, dia menulis di berkas kredit yang dibawanya.

Andra mengambil ponselnya dari saku celananya, setelah selesai berbicara dengan debitur. Ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Ale dan juga pesan. Setelah membacanya sekilas, Andra memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu berjalan menuju ke mobil.

Dia menjalankan mobilnya, menuju ke tempat debitur yang lainnya.

DISSOLVE TO

22. EXT. KANTOR BANK – ROOFTOP – SORE HARI

Langit mendung. Angin bertiup kencang, menerbangkan beberapa daun yang berguguran dari rantingnya. Hujan sudah siap turun.

Andra berdiri di rooftop. Menatap kosong pada langit. Satu tangannya menjepit rokok di antara sela-sela jarinya. Ini adalah rokok ketiga sejak dia sampai di kantor, dan langsung menuju ke rooftop. Di dekat kakinya, ada dua puntung rokok.

Pintu penghubung rooftop terbuka. Ale muncul dari dalam. Rambut panjangnya yang digerai langsung berkibar-kibar terkena hembusan angin. Dia berjalan mendekati Andra lalu berdiri di sampingnya. Mata Ale tertuju pada dua puntung rokok di dekat Andra

ALE

Sejak kapan kamu sudah di sini?

Andra tidak menyahut. Dia menghisap rokoknya, lalu menghembuskan asapnya, yang langsung terbang tersapu angin.

ALE (CONT’D)

Ada yang kamu pikirkan? Tidak biasanya kamu merokok di kantor.

ANDRA

Tidak.

Ale menoleh pada Andra, menatapnya dan mencoba mencari tahu dari mata Andra.

ALE

Kamu marah karena kemarin?

ANDRA

Tidak.

ALE

Lalu, kenapa kamu seperti itu? Kamu ngomong saja kalau tidak suka dengan apa yang terjadi kemarin.

Andra menoleh pada Ale. Tatapan matanya dingin.

ANDRA

Kalau aku ngomong tidak suka, apa kamu akan membatalkannya?

Ale yang sekarang diam. Keningnya berkerut. Dia tidak mengerti dengan sikap Andra.

ALE

Kamu cemburu?

ANDRA

Tidak.

ALE

Lalu?

ANDRA

Aku sibuk. (membuang rokoknya, menginjak puntungnya, lalu hendak berjalan pergi)

ALE

(Meraih pergelangan tangan Andra, menggenggamnya erat) Kalau kamu marah, lebih baik kamu katakan sekarang. Kenapa harus berpura-pura?

ANDRA

(menoleh pada Ale, menatapnya tajam) Aku sibuk, Le. Enggak usah kekanak-kanakan.

ALE

(menyentakkan tangan Andra, mendesah kesal) Kamu bilang aku kekanak-kanakan? Bukannya kamu yang kekanak-kanakan dengan bersikap seperti tadi pagi? Tiba-tiba menghilang dan sama sekali tidak membalas pesan. Bersikap seolah baik-baik saja semalam, tapi kamu bersikap dingin di pagi harinya. 

ANDRA

Siapa yang menghilang? Aku kerja. Aku kunjungan ke nasabah, seperti yang kamu lakukan kemarin. Aku juga masih menyiapkan sarapan untukmu seperti hari-hari biasanya. Siapa yang tiba-tiba menghilang setelah bertemu dengan laki-laki yang akan dijodohkan? (Suaranya tertahan, seperti emosi yang berusaha ditahan juga)

ALE

(mendengus kesal) Terserah dengan semua tuduhanmu! Yang jelas, aku tidak melakukan apapun yang kamu tuduhkan.(Berjalan menuju ke pintu, meninggalkan Andra)

Andra masih berdiri mematung di tempatnya berdiri, pandangannya tertuju pada punggung Ale yang kemudian menghilang di balik pintu. Tangan Andra mengepal kuat, menahan emosinya. Terbersit penyesalan di dalam hatinya, telah bersikap seperti itu pada Ale. 

Tetesan air hujan mulai turun dari langit. Tidak terlalu deras. Hanya gerimis tipis seperti serbuk yang berjatuhan dari langit.

Andra kemudian berjalan meninggalkan rooftop. Tangannya meraih pegangan pintu, menariknya, setelah pintu terbuka, dia melangkah masuk. Kakinya menuruni tangga dengan lambat, seolah-olah dia telah kehilangan banyak tenaga. Kakinya masih melangkah lambat saat mendekati mejanya. Matanya menemukan Ale yang sedang membersihkan meja, lalu meraih tas tangannya. Ale sempat berhenti sebentar saat kedua mata mereka bertabrakan. Namun itu hanya sesaat, Ale melangkah pergi, melewatinya tanpa mengatakan apapun, lalu berjalan pergi.

23. EXT. DEPAN RUMAH ALE – DI DALAM MOBIL SUV HITAM ANDRA - MALAM HARI

Langit malam gelap. Hujan turun sejak sore hingga lewat pukul 7 malam. Sisa-sisa hujan masih membekas. Genangan air terlihat di beberapa sudut jalan yang berlubang. Tetesan-tetesan air juga masih terlihat di atap-atap rumah.

Andra duduk di dalam kursi mobilnya. Menatap kosong pada jalan gang perumahan yang sepi. Sesekali, dia menatap ke rumah minimalis yang ada di seberangnya. Rumah itu gelap. Pemiliknya seperti sedang tidak ada di rumah.

CUT TO FLASHBACK

24. EXT. DI HALAMAN PARKIR MASJID – DI DALAM MOBIL SUV HITAM ANDRA– SIANG HARI - FLASHBACK

Matahari bersinar terik. Beberapa orang tampak berjalan keluar dari dalam masjid setelah menjalankan shalat dhuhur, salah satunya Ale. 

Andra duduk di dalam mobilnya. Tidak ada suara apapun karena dia mematikan music playernya. Sebuah rosario menggantung di spion mobilnya. Pandangannya tertuju pada Ale yang sedang berjalan ke arahnya setelah menjalankan shala dhuhur. Sebagian rambutnya basah karena terkena air wudhu. Satu tangannya memegang tas kecil berisi mukena. Ale semakin dekat pada mobil, hingga akhirnya dia membuka pintu mobil dan duduk di kursi sebelah Andra.

ALE

Makasih, ya. Udah ditungguin. (menatap Andra dengan teduh, sambil tersenyum manis)

ANDRA

(membalas senyum Ale) sama-sama. Kita lanjut jalan lagi?

ALE

(mengangguk) Ayo. Nanti keburu malam, kan kamu bilang mau ada acara di Gereja.

Andra tersenyum, lalu menginjak pedal gas, menjalankan mobilnya meninggalkan halaman masjid. 

FLASHBACK CUT TO

 

25. EXT. DEPAN RUMAH ALE – MALAM HARI

Andra melangkah turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri Ale yang berjalan menuju ke rumahnya. Ale memakai mukena dan sedang membawa sajadah yang dilingkarkan di tangannya. Di sampingnya, Papanya Ale berjalan dengan mengenakan baju muslim dan sarung.

Ale menghentikan langkahnya tepat di depan pagar rumahnya, saat melihat Andra berjalan ke arahnya.

ANDRA

Selamat malam,Om. (mengangguk sopan pada Papanya Ale)

PAPANYA ALE

Malam. Temannya Ale? Ayo masuk.

ANDRA

Iya, Om.

PAPANYA ALE

Baru pertama kali kesini?

ANDRA

Sebenarnya sudah beberapa kali, tetapi Om sedang berada di luar kota.

PAPANYA ALE

(mengangguk-angguk, senyum masih tersungging di bibirnya) Kalau begitu, Om masuk dulu.

Papanya Ale berjalan masuk ke dalam rumah, menyisakan Ale dan Andra yang masih berdiri berhadapan.

ANDRA

Bisa bicara sebentar, Le?

ALE

Enggak masuk dulu?

ANDRA

Di sini saja. Cuma sebentar.

ALE

Hmm. (Menunduk, tangannya sedang memainkan jari-jarinya)

ANDRA

Aku minta maaf. Kemarin, aku memang kelewatan.

Ale hanya diam dan matanya memandang Andra.

ANDRA (CONT’D)

Aku seharusnya tidak menumpahkan kekesalanku padamu. Maafkan aku.

ALE

Aku juga bersalah. Dan bukankah kita sudah saling berjanji untuk tidak meminta maaf satu sama lain?

ANDRA

Aku minta maaf karena aku sudah mengingkari janjiku padamu, Le. Aku berjanji kalau kita tidak akan saling meminta maaf, karena kita juga berjanji untuk tidak saling menyakiti, tetapi kemarin aku sudah menyakitimu dan membuatmu semarah itu padaku.

ALE

Andra, aku yang memulai duluan, kan? Aku yang berjanji duluan kalau akan kembali ke kantor dan menjanjikan padamu kalau semuanya akan baik-baik saja. (PAUSE) Tapi, aku malah mengecewakanmu dan membuat kita bertengkar.

ANDRA

Seharusnya, aku lebih bisa bersikap dewasa, Le. Seperti yang kamu bilang tadi, aku memang kekanak-kanakan. Menjadikan pekerjaan sebagai pelarian supaya tidak ketemu kamu. (PAUSE) Seharusnya aku bersikap jujur padamu dan diriku sendiri. Seharusnya, aku lebih bisa menghadapi masalah, bukan lari.

ALE

Ndra, kalau kamu terusin akan banyak sekali kata seharusnya. Aku pun juga kalau membuat list kata seharusnya, akan banyak sekali. Tetapi, apa pentingnya itu sekarang. Bukankah sudah cukup sekarang kalau kita saling sadar kesalahan kita?

ANDRA

Maafkan aku. Aku salah.

ALE

Aku juga salah. Kita sama-sama salah. Kita sadar dengan kesalahan kita. Jadi, cukup! Enggak perlu minta maaf lagi. Kita berdua tidak perlu saling meminta maaf. OK?

ANDRA

OK. (PAUSE) Aku takut kehilangan kamu, saat kamu melewatiku tapi enggak bilang apa-apa.

ALE

(tertawa) Aku buru-buru pulang karena harus menjemput Papa di bandara. Dan kalau aku mengatakan sesuatu lagi, nanti jadi panjang lagi. Lagian, juga banyak orang, kan?

Andra ikut tertawa. Dia meraih tangan Ale dan menggenggamnya.

ALE (CONT’D)

Nunggu lama ya tadi? Kenapa enggak telepon saja, Ndra?

ANDRA

Aku lupa kalau kamu tarawih dan besok udah mulai puasa.

ALE

Masuk, yuk! Kita bisa ngobrol di dalam.

ANDRA

Disini saja, Le. Kamu sudah makan?

ALE

(mengangguk) Udah tadi makan sama Papa. Kamu belum makan pasti, ya?

ANDRA

Udah. Kalau begitu, aku pulang dulu, ya. (PAUSE) Besok aku jemput, ya.

ALE

(mengangguk) Hati-hati, ya. Nanti telepon kalau sudah sampai kost.

Andra mengangguk, lalu berjalan kembali ke mobilnya. Membuka pintu mobil, duduk di kursi kemudi, menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobilnya.

Sementara Ale masih berdiri di depan pagar, hingga mobil yang dikemudikan Andra berjalan melewatinya. Dia kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, setelah menutup pagar.

CUT TO

26. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – RUANG TAMU- MALAM HARI

Ale berjalan menyusuri ruang tamu, menuju ke kamarnya. Sementara Papanya duduk di ruang tengah dan sedang menonton televisi. Terdengar suara iklan televisi yang semula keras menjadi pelan.

PAPANYA ALE

Itu tadi pacarmu, Le?

Ale menghentikan langkahnya, memutar badan sehingga menghadap Papanya, lalu menatap Papanya yang juga sedang menunggunya menjawab.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Namanya siapa?

ALE

Andra.

PAPANYA ALE

Rumahnya dimana?

ALE

Asli Solo. Di Jogja, kost di dekat kantor.

PAPANYA ALE

Oh, teman kantor. (PAUSE) Kalian pacaran?

ALE

(diam sejenak, menghela napas) Kami hanya dekat.

PAPANYA ALE

Kalau kalian memang pacaran, Papa enggak apa-apa. Tapi, dia serius kan sama kamu?

ALE

Maksud Papa?

PAPANYA ALE

Ya, tujuannya menikah.

Ale tidak langsung menjawab. Dia berjalan menuju ke sofa tempat Papanya duduk, lalu duduk di dekat Papanya.

ALE

Kami berdua belum berpikir sejauh itu.

PAPANYA ALE

Kalau pacaran tapi tujuannya enggak jelas, buat apa. Kalau dia memang serius menjalin hubungan sama kamu, enggak perlu lama-lama pacaran, dia pasti sudah mantap untuk menikah. (PAUSE) Papa lihat dia juga sepertinya seumuran sama kamu. Buat apa lama-lama pacaran.

ALE

(memainkan jarinya, memikirkan jawaban dari ucapan Papanya) Masih banyak yang harus dipikirkan, Pa.

PAPANYA ALE

Contohnya?

Ale tidak langsung menjawab. Dia ragu-ragu untuk mengatakan pada Papanya, jika dirinya dan Andra pergi ke tempat ibadah yang berbeda.

ALE

Ada. Beberapa hal.

PAPANYA ALE

Kalau kamu sudah mantap menikah, setidaknya memikirkan penyelesaian dari beberapa hal itu bisa sambil jalan. Dia harusnya berani untuk melamar kamu, setidaknya.

ALE

(menggigit bibir) Nanti aku bilang ke Andra.

PAPANYA ALE

Enggak perlu. Yang seperti itu, harus dari hatinya. Laki-laki harus berprinsip saat dia akan melamar perempuan. Keinginannya melamar harus dari hatinya, karena dia ingin sama kamu, bukan karena kamu yang minta. (PAUSE) Kalau dia masih ragu-ragu, itu berarti masih ada yang membebaninya untuk melamarmu. Kebanyakan yang seperti itu, juga susah melamar.

ALE

Aku dan Andra serius dengan hubungan kami, Pa. Tapi, untuk memutuskan menikah, kami masih memikirkannya.

PAPANYA ALE

Le, keseriusan sebuah hubungan itu terlihat dari seberapa besar keinginan kalian untuk menikah. Tapi, tidak hanya menjadi keinginan, kalian akan berusaha untuk mewujudkannya juga. Membangun sebuah keluarga, menghabiskan waktu bersama, menerima kekurangan satu sama lain dan melengkapi kekurangan itu sehingga bisa menjadi kelebihan dari hubungan kalian.

ALE

(menggumam) Aku tahu, Pa.

PAPANYA ALE

Dan kalau dia belum mengatakan keinginannya untuk menikahimu, ada laki-laki yang sudah memintamu pada Papa.

Ale tidak menanggapi.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Abimana sudah serius ingin melamarmu, sejak pertama bertemu kemarin. Dia ingin serius denganmu. (PAUSE) Dan kalau kamu pun mau, Papa akan bilang ke dia untuk mengajak orang tuanya ke sini.

Ale masih diam. Dia tertunduk. Matanya sudah berkaca-kaca.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Sudah, kamu tidur saja. Sudah malam. Besok pagi, Papa bangunin kamu sahur.

Papanya Ale kemudian beranjak dari sofa, setelah mematikan televisi. Dia berjalan menuju ke kamarnya.

Terdengar suara pintu dibuka, lalu ditutup kembali. Sementara Ale masih duduk di sofa. Sudut jarinya mengusap air mata yang terlanjur menetes.

DISSOLVE TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar