Same Sky Different World
5. BAGIAN LIMA

34. EXT. RUMAH MINIMALIS ALE- TERAS RUMAH – PAGI HARI

Pagi yang cerah. Matahari sudah bersinar cerah meski baru pukul 7 pagi. 

Ale berjalan cepat keluar dari pintu rumah menuju ke pagar rumah. dia bahkan memakai sepatunya asal.

ANDRA

(tersenyum lebar setelah melihat Ale) Morning, Le.

ALE

(Cemberut. Berjongkok sambil sibuk memakai sepatu) Pagi banget sih, Ndra?

ANDRA

Kan mau perjalanan jauh.

ALE

(mendongak, menatap Andra)Kemana?

ANDRA

Ke rumahku di Solo.

ALE

(terkejut. Matanya membulat) Hah?

ANDRA

Kamu juga lagi sendirian kan di rumah? Jadi kita bisa menginap di rumahku.

ALE

Tapi, aku belum bilang Papa.

ANDRA

Apa aku harus telepon Papamu dulu? (mengeluarkan ponsel dari saku celana)

ALE

Jangan! Aku saja yang telepon nanti. (menarik tangan Andra menuju ke mobil) Kita berangkat saja.

ANDRA

Kamu yakin?

ALE

Udah. Nanti aku yang bilang.

Ale meminta Andra segera masuk ke dalam mobil. Sementara, Ale mengikuti dengan duduk di kursi samping Andra. Andra menyalakan mesin mobil, lalu menekan pedal gas.

Mobil melaju meninggalkan depan rumah Ale.

35. INT. MOBIL SUV MILIK ANDRA – DALAM PERJALANAN MENUJU SOLO

Jalanan cukup ramai di akhir pekan seperti ini. Beberapa motor tampak mendahului dari sisi kanan ataupun kiri mobil.

Terdengar suara Scott Mc Kenzie yang sedang menyanyikan lagu San Fransisco dari music player mobil. Andra sedang fokus menyetir karena jalanan padat. Sementara Ale fokus dengan layar ponselnya. Dia sedang mengetik sesuatu.

ANDRA

Sudah sms Papa?

ALE

(menggeleng) Masih belum tahu mau bilang apa.

ANDRA

Ya bilang saja Le, kamu main ke rumahku.

Ale tidak langsung menanggapi. Pandangannya masih tertuju pada layar ponsel. Sesekali dia mengetik, lalu menghapusnya, lalu mengetik lagi.

ANDRA (CONT’D)

Papa enggak suka, ya?

ALE

Hah? Maksudnya?

ANDRA

Enggak suka sama aku.

ALE

Kenapa kamu berpikir begitu?

ANDRA

Ya, aku merasa saja.

ALE

Papa enggak bilang apa-apa kok, jadi kamu enggak perlu berpikir begitu.

Andra hanya tersenyum sekilas lalu kembali fokus menyetir. Ale pun juga masih sibuk mencari kata-kata yang akan dikirimkan pada Papanya.

ANDRA

Le, kalau sampai terjadi sesuatu, kamu bilang ya, jangan disimpan sendiri.

ALE

Terjadi sesuatu apa?

ANDRA

Kalau sampai terjadi sesuatu saja. Kamu pasti akan paham maksudku. (PAUSE) Jangan sampai aku malah tahu belakangan karena itu akan lebih menyakitkan.

ALE

Aku akan bilang ke kamu, apa yang kamu harus tahu. (menyentuh tangan Andra dan menggenggamnya. Bibirnya berusaha tersenyum, meski ada yang sedang berkecamuk di hatinya)

Andra menoleh pada Ale, menatapnya dengan dalam, lalu menggenggam balik tangan Ale yang sudah lebih dulu menggenggamnya.

Memang, tidak semua hal harus dikatakan, karena terkadang, gerak tubuh dan mata sudah mengisyaratkan isi hati seseorang.

36. EXT. RUMAH ANDRA DI SOLO – RUANG TAMU - SIANG HARI

Beberapa perabotan antik terpajang di sekitar ruang tamu. Sebuah gramophone tampak bersih dan dipajang di sudut ruangan, juga sebuah piano klasik.

Ale berjalan mengikuti Andra masuk ke dalam rumah.

ANDRA

Bu… kenalkan ini Alessandra.

IBUNYA ANDRA

Teman kantormu?

ANDRA

Dia perempuan yang Andra janjikan.

Ibunya Andra tampak berpikir sebentar, lalu bibirnya mengembangkan senyuman. Sementara Ale mengernyitkan kening, dia sedang bertanya-tanya di dalam hati, apa yang Andra janjikan pada Ibunya.

IBUNYA ANDRA

Akhirnya, ada yang diajak juga ke rumah. (meraih tangan Ale dan menggenggamnya dengan kedua tangannya yang tampak keriput) Ibu senang sekali kamu datang.

Ale hanya bisa tersenyum tipis karena dia tidak tahu apa yang sedang Andra janjikan pada Ibunya.

IBUNYA ANDRA (CONT’D)

Ayo. Ayo, kita makan dulu. Ibu sudah masak nasi liwet hari ini. (Merangkul Ale dan mengajaknya menuju ke meja makan)

37. INT. RUMAH ANDRA DI SOLO – RUANG MAKAN – SIANG HARI

Meja makan penuh dengan berbagai masakan yang disiapkan Ibunya Andra. Mulai dari nasi liwet hingga beberapa ikan dan daging yang dimasak sebagai pendamping. Andra, Ibunya dan Ale duduk mengitari meja. Sesekali mereka tertawa, berbicara tentang banyak hal, sembari menikmati masakan khas solo buatan Ibu.

Ruang makan yang biasa sepi, sekarang menjadi ramai karena kedatangan Ale. Ibunya Andra pun tak bisa berhenti tersenyum saat melihat interaksi Andra dan Ale.

38. EXT. RUMAH ANDRA DI SOLO – TERAS DEPAN RUMAH – MALAM HARI

Gemericik air hujan masih terdengar dari teras rumah. Sisa-sisa air juga masih menggenang di beberapa tempat. Ujung-ujung genteng juga masih meneteskan sisa air hujan. Hawa dingin mulai terasa saat langit mulai gelap.

Ale duduk di kursi yang berada di sudut teras rumah Andra. Tangannya memegang ponsel. Dia sedang membalas pesan Papanya yang memintanya untuk hati-hati saat berada di luar rumah.

Ibunya Andra muncul dari dalam rumah, membawa nampan berisi dua cangkir teh. Ibu meletakkannya di meja kecil yang berada di antara kursi yang didudukinya dan Ale.

IBUNYA ANDRA

Ini teh hangatnya, nak.

ALE

(tersenyum, meletakkan ponsel dan meraih cangkir teh) Makasih, bu.

IBUNYA ANDRA

Kamu sudah lama sama Andra?

ALE

Belum ada satu tahun.

IBUNYA ANDRA

Pantas, Andra jadi betah di Jogja sekarang.

Ale hanya membalasnya dengan senyuman. Dia menyeruput sedikit teh yang masih panas.

IBUNYA ANDRA (CONT’D)

Kalian berniat serius?

ALE

(terdiam dan berpikir) Kami serius, tapi belum berpikir untuk menikah.

IBUNYA ANDRA

Kalian sudah memikirkan perbedaan di antara kalian sebelum memutuskan bersama? (PAUSE) Ibu tadi lihat kamu shalat.

ALE

Kami sudah mempertimbangkannya.

IBUNYA ANDRA

Lalu, kalian sudah siap?

ALE

(mengusap-usap bibir cangkir dengan ujung jari) Kalau yang Ibu maksud siap berpisah, kami berdua sejujurnya tidak menginginkannya. Tapi, kami tahu kalau pada akhirnya, hal seperti itu akan terjadi.

IBUNYA ANDRA

Lalu, kenapa kalian memutuskan bersama? Apakah kalian tidak berpikir kalau kalian sedang membuang waktu?

ALE

Sama sekali tidak, bu. Yang kami lakukan justru menghargai waktu yang kami punya untuk saling jujur dengan perasaan kami berdua. Kami tulus dengan yang kami rasakan, bu.

IBUNYA ANDRA

(menghela napas panjang,lalu menghembuskannya) Sebenarnya, Ibu senang sekali karena akhirnya Andra bisa menemukan perempuan sebaik kamu. Tapi kemudian, Ibu sadar satu hal tadi, Andra sedang dibenturkan pada kenyataan yang sama seperti dulu.

ALE

Maksud Ibu?

IBUNYA ANDRA

Andra tidak cerita? Dia pernah dihadapkan pada perbedaan juga, sampai ditinggal menikah.

ALE

(menggeleng) Dia hanya pernah mengatakan kalau dia pernah terluka sebelum bertemu denganku.

IBUNYA ANDRA

Andra dan Rachel sudah bersama sejak SMA. Mereka selalu pergi ke gereja bersama dan melakukan banyak hal bersama. Tetapi, pada akhirnya, orang tua Rachel tidak mengijinkan mereka melangkah lebih jauh lagi. (PAUSE) Rachel menikah dengan laki-laki keturunan yang sama.

Ale diam. Dia tidak pernah tahu cerita tentang Rachel, karena Andra benar-benar menyimpan masa lalunya dengan rapat.

IBUNYA ANDRA (CONT’D)

Memang, perbedaan seharusnya bisa membuat kita saling melengkapi satu sama lain. Tapi, tidak semua perbedaan bisa disatukan. Apa yang terjadi antara Rachel dan Andra, ataupun kamu dan Andra, sama. (PAUSE) Ibarat dua dunia yang dipisahkan samudra luas, meski kalian sedang melihat langit yang sama.

ALE

Kami tahu, bu. Kami hanya ingin bersama.

IBUNYA ANDRA

Orangtuamu sudah tahu?

ALE

(mengangguk) Papa sudah tahu.

IBUNYA ANDRA

Lalu, bagaimana sikap mereka?

ALE

(diam sejenak) Sama dengan Ibu.

IBUNYA ANDRA

Banyak orang tua yang akan mengambil jalan yang sama. Meskipun ada jembatan yang menghubungkan kalian, tapi Ibu dan orangtuamu pasti tidak akan mengijinkan kalian menyeberangi jembatan itu.

Ale tertunduk. Hatinya terasa sangat sakit. Dia sampai menggigit bibirnya sendiri. Jemarinya saling meremas, menahan rasa sakitnya.

IBUNYA ANDRA

Ibu masuk dulu, ya. (PAUSE) Nanti kalau Andra pulang dari minimarket, kamu bilang saja Ibu sudah tidur.

ALE

Iya, bu.

Setelah Ibu masuk ke dalam rumah, Ale tidak bisa menahan airmatanya lagi. Dia mendongakkan kepalanya, untuk menghalau airmatanya yang hendak menetes.

Kenapa semuanya menjadi berat? Padahal keinginannya dan Andra hanya sederhana. Bersama selagi bisa bersama. Saling mencintai selagi cinta itu masih ada.

CUT TO FLASHBACK

39. INT. RUMAH MINIMALIS ALE– RUANG MAKAN – MALAM HARI - FLASHBACK

Dua cangkir berisi coklat panas terhidang di meja. Ale dan Papanya duduk berhadapan setelah selesai makan malam.

PAPANYA ALE

Kamu sudah memikirkannya?

ALE

Apa, Pa?

PAPANYA ALE

Andra. Kalian sudah memikirkan akan bagaimana?

ALE

Seperti yang aku bilang waktu itu, Pa. Kami ingin menjalaninya.

PAPANYA ALE

(menyeruput coklat panas, lalu meletakkan cangkir di tatakan) Sebenarnya apa yang memberatkan kalian?

Ale hanya diam, karena dia masih memikirkan jawabannya. Dia tidak tahu harus menjelaskan bagaimana pada Papanya.

PAPANYA ALE

Kalian berbeda keyakinan?

ALE

Kenapa Papa berpikir begitu?

PAPANYA ALE

Awalnya, Papa juga ragu dengan yang Papa lihat, saat melihat mobil Andra. Tapi, sekilas Papa melihat identitas keyakinannya di dalam mobil. Sikapmu membuat Papa semakin yakin dengan pemikiran Papa itu.

ALE

(menarik napas panjang, lalu menghembuskannya) Papa tidak salah lihat.

PAPANYA ALE

Kalau Papa tidak salah, lalu apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan? Kalian sedang menjalani sesuatu yang mustahil.

ALE

Kami tahu, Pa.

PAPANYA ALE

Lalu? Kamu mau membuang waktu?

ALE

Aku justru takut membuang waktu kalau tidak bersamanya.

PAPANYA ALE

Tapi kamu tahu kan, kalau kalian tidak bisa menyeberang, apapun yang terjadi?

ALE

Tahu. 

(Bola mata mulai berkaca-kaca)

PAPANYA ALE

Lalu, tunggu apa lagi, Le? Kalian mau seperti itu sampai kapan? (PAUSE) Kamu menolak Abimana karena dia, dan kamu akan terus seperti itu setiap bertemu laki-laki lain. Lalu mau sampai kapan seperti itu terus?

ALE

Ini enggak ada hubungannya dengan Abimana, Pa. Aku menolak dijodohkan dengan Abimana karena memang aku mau menikah dengan laki-laki pilihanku sendiri.

PAPANYA ALE

Andra?

ALE

(mendesah) Setidaknya, beri aku waktu, Pa.

PAPANYA ALE

OK. Waktu. Mau sampai kapan? Satu tahun? Dua tahun? Atau berapa lama? (PAUSE) Kalian berdua itu harusnya sadar kalau kalian sedang membuang waktu.

ALE

Lalu, Papa maunya aku harus gimana?

PAPANYA ALE

Ya, selesaikan. Temui laki-laki yang memang bisa membawamu ke pernikahan. Usiamu membuatmu harus berpikir begitu, bukan bersenang-senang lagi.

ALE

Maksud Papa, Abimana?

PAPANYA ALE

Tidak harus Abimana. Laki-laki lain pun Papa tidak akan menghalangimu, asal memang jelas, Le.

ALE

Kenapa sih Papa ingin Ale cepat menikah? (mulai frustasi)

PAPANYA ALE

Karena Papa sadar kalau Papa sudah tua, dan Papa ingin sudah ada orang yang bertanggung jawab atas dirimu. Orang yang bisa Papa percaya untuk menjagamu dan menyayangimu seperti yang Papa lakukan.

ALE

(melunak, mata meredup dan berkaca-kaca) Kok Papa bilang gitu, sih?

PAPANYA ALE

Papa tahu diri. Lihat, uban Papa udah banyak banget ini! (menunjukkan rambut yang sudah dipenuhi uban) Papa takut kalau nanti Papa sudah dipanggil Tuhan duluan, sebelum Papa sempat menikahkanmu.

Ale mengusap airmatanya yang mengalir deras ke pipinya dengan punggung tangannya.

PAPANYA ALE

Papa sudah berjanji sama Mamamu dulu, kalau Papa akan menjagamu sampai kamu menemukan laki-laki yang akan mencintaimu dan menjagamu dengan baik. Papa takut kalau Papa tidak bisa menepati janji itu.

ALE

(terisak) Papa sudah menjagaku dengan baik.

PAPANYA ALE

Karena itu, Le… Karena itu, Papa juga ingin memastikan kalau kamu akan dijaga sebaik Papa menjagamu oleh suamimu kelak.

Ale menutup wajahnya yang sudah basah oleh airmata dengan kedua telapak tangannya. Hatinya hancur mendengar ucapan Papanya. Dia takut kalau dia tidak bisa memenuhi keinginan Papanya.

Papanya Ale meletakkan satu tangannya di punggung anak semata wayangnya. Dia berusaha menenangkan Ale yang sedang menangis.

FLASH BACK CUT TO

40. EXT. RUMAH ANDRA DI SOLO – KAMAR ANDRA – MALAM HARI

Lampu kamar tidak terlalu terang, hanya menyisakan lampu kuning yang menyala remang-remang. 

Ale dan Andra duduk melantai dengan dilapisi karpet bulu. Ale sedang menangis hingga bahunya terguncang setelah menceritakan apa yang terjadi pada Andra.

Sementara Andra hanya bisa menyentuh dua pundak yang berguncang itu, dan menepuknya dengan lembut untuk menenangkannya.

ALE

(menangis terisak) Kita harus bagaimana sekarang, Ndra?

ANDRA

Kita pikirkan bersama, ya. Kamu berhenti nangis dulu, dong. Matamu udah bengkak ini. (mengusap airmata Ale yang jatuh di pipi dengan ujung jari)

ALE

Aku tidak tahu bagaimana bisa berpisah darimu, padahal kamu adalah harapanku dan membuatku merasa hidup lagi setelah bertahun-tahun.

ANDRA

Nanti aku pikirkan lagi ya, Le. Kalau ada jalan selain itu, kita akan melakukannya. Bukankah kita bisa bertahan sampai hampir setahun ini?

ALE

Setelah orang tua kita sama-sama tahu, semuanya akan jadi lebih tidak mudah lagi. Mereka jelas menentang kita berdua.

ANDRA

Aku akan bicara dengan Ibu.

ALE

(mengusap airmatanya dengan punggung tangan) Ndra, masalahnya kan bukan hanya di situ.

Andra diam. Dia sangat tahu kalau masalah yang sedang terjadi lebih besar dari sekedar sikap kedua orangtua mereka. Masalah yang sebenarnya sudah ada sejak lama, namun terus disisihkan, hingga siap menjadi bom waktu, yang akan meledak sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi.

ANDRA

Ale, dengarkan aku. Kita sudah tahu kalau akan seperti ini sejak awal. Kita sudah bersiap untuk menghadapinya juga, bukan? Jadi, sedikit lagi saja, bisakah kita sama-sama bertahan?

ALE

Kamu yakin kita akan bertahan dengan kondisi seperti ini?

ANDRA

Tentu saja aku yakin, selama kamu pun juga yakin dan berpihak padaku. (PAUSE) Kita hanya punya satu sama lain, kan?

Ale menatap mata Andra. Dia menemukan kesungguhan di sana. Ale kemudian meletakkan kepalanya di dada Andra.

ALE

(mengatakannya dengan lirih) Kita hanya punya satu sama lain. Jadi, mari bertahan sampai kita tidak bisa bertahan lagi.

Andra melingkarkan tangannya di punggung Ale.

ANDRA

Ya. Kita akan bertahan sampai akhir.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar