Same Sky Different World
2. BAGIAN DUA

12. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – KAMAR ALE – MALAM HARI

Derai hujan terdengar riuh dari dalam kamar. Sudah sejak sore, hujan tidak kunjung reda.

Ale duduk bersandar di tempat tidurnya. Tangannya memegang sebuah foto. Matanya berair lagi. 

ALE (VO)

Harus bagaimana lagi caranya agar aku bisa melupakanmu?

Ale lalu menyobek foto itu hingga bagian terkecil, lalu membuangnya ke tempat sampah stainlessteel di sudut meja. Tangannya menghapus airmata yang sudah terlanjur menetes di pipi.

Tiba-tiba terdengar suara bel pintu di depan pagar. Ale berjalan keluar dari kamar.

13. EXT. RUMAH MINIMALIS ALE – TERAS RUMAH- MALAM HARI

Suara hujan terdengar semakin riuh saat berada di teras rumah. Ale berdiri di depan pintu, menajamkan pandangannya pada orang yang berdiri di pagar.

ALE

Astaga! Andra?

Langkah kaki Ale cepat menuju ke pagar dan membukanya. Dia melihat Andra yang sudah basah kuyup. Tangannya bahkan sampai bergetar saat mengulurkan bungkusan plastik.

ANDRA

Burung dara pesananmu.

ALE

Ya ampun, Ndra. Kenapa sampai hujan-hujan begini?

Ale menarik tangan Andra yang dingin sekali.

ALE (CONT'D)

Ayo, masuk dulu!

ANDRA

Langsung saja, Le. Udah terlanjur basah juga.

ALE

Enggak! Masuk dulu.(menarik tangan Andra dan mengajaknya masuk rumah)

Baju Andra yang basah meninggalkan tetesan-tetesan di lantai.

ANDRA

Motornya masih kehujanan, Le.

ALE

Motormu kan juga enggak bakal masuk angin kalau kehujanan sampai pagi.

14. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – HALLWAY – MALAM HARI

Andra berdiri di antara ruang tamu dan ruang tengah. Tubuhnya mulai menggigil karena terkena air conditioner di dalam rumah. Dia bersedekap. 

Ale berjalan menaiki tangga dengan cepat, lalu turun kembali dengan membawa baju dan handuk dan diulurkan pada Andra.

ALE

Kamu bisa mandi air hangat dan ganti baju di sana. (menunjuk ke sudut yang berada di dekat dapur)

Andra mengangguk. Lalu, berjalan menuju ke pintu yang ditunjuk Ale. Badannya terasa semakin menggigil karena dinginnya semakin menjadi.

15. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – RUANG MAKAN – MALAM HARI

Setelah ditinggal Andra, Ale langsung membawa bungkusan burung dara ke meja makan. Dia memindahkan bungkusan ke dalam piring besar, mengambil dua buah piring dan sendok, mengambil nasi di dalam rice cooker. Lalu, berjalan menuju ke dapur untuk membuat teh hangat untuk Andra.

Andra keluar dari kamar mandi, tepat saat semuanya sudah siap di meja. 

Ale duduk di salah satu kursi makan, menatap Andra tanpa bergeming. Ada yang mengusik pikirannya melihat Andra memakai kaos polo warna hitam dan celana selutut warna khaki.

ANDRA

Kenapa, Le?

ALE

(menggeleng) Minumlah. Itu teh hangat untukmu.

ANDRA

(tersenyum, lalu duduk di depan Ale. Meraih cangkir teh dan meminumnya) Terimakasih.

ALE

Lain kali, kamu enggak perlu seperti ini juga.

ANDRA

Aku pikir, kamu benar-benar ngidam burung dara. Dan, karena aku sudah menjanjikannya padamu, jadi ya, aku beli saja.

ALE

Tapi, hujannya kan deres banget, Ndra. Gimana kalau besok kamu flu?

ANDRA

Kan ada kamu yang buatin aku teh hangat. Atau, beliin obat flu.

ALE

(tertawa) Pede amat sih, kamu! Siapa juga yang akan seperhatian itu sama kamu.

ANDRA

Kamu lah. Kamu kan perempuan paling perhatian sama aku.

ALE

Gombal banget!

Andra menatap Ale dengan tatapan teduh. Dia senang akhirnya Ale tertawa. Sejak datang tadi, dia bisa melihat wajah sedih yang Ale berusaha tutupi. Apalagi, setelah melihat dirinya memakai baju laki-laki yang entah milik siapa, tapi langsung berhasil membuat Ale terpaku.

ALE

Ayo, makan.

Ale mengulurkan piring yang sudah terisi nasi pada Andra.

ANDRA

Kamu sendirian lagi di rumah?

ALE

Hmm. Papa lagi di Makassar.

ANDRA

Kaya nya kamu sering sendiri, ya?

ALE

Sudah terbiasa, Ndra. Kan aku sudah pernah bilang, kalau aku bahkan enggak pernah merasakan kesepian. Mungkin, karena sudah biasa.

ANDRA

Lalu, kalau aku tidak kesini, kamu ngapain?

Ale mengambil satu potong burung dara dan meletakkannya di piringnya.

ALE

Di kamar. Nonton film. Atau ngerjakan paket.

ANDRA

Harusnya kamu bilang kalau kamu mau telepon aku.

ALE

Mana aku tahu kalau kamu batal pulang ke Solo.

Andra diam. Keputusannya untuk tidak pulang malam ini, sebenarnya bukan tiba-tiba. Dia sudah memutuskannya sejak menerima telepon dari Ibunya beberapa hari lalu. Alasannya, dia tidak ingin bertemu perempuan yang akan dijodohkan dengannya

ALE (CONT’D)

Kamu kenapa batal pulang?

ANDRA

Sedang malas.

ALE

(menatap Andra dengan tatapan menyelidik) Ibu menjodohkanmu lagi?

ANDRA

(tertawa kecut) seperti itulah.

ALE

Kali ini kriterianya seperti apa?

ANDRA

Baik dan rajin ke gereja.

Ale tersenyum, sedikit dipaksakan.

ALE

Bukan aku banget.

ANDRA

Tapi aku tetap memilihmu, kan?

Ale tidak menanggapi, dan melanjutkan makannya saja. Dia tidak tahu harus merespon bagaimana.Sementara Andra masih menatap Ale, mencari tahu apa yang sebenarnya disembunyikan perempuan di depannya.

16. INT. RUMAH MINIMALIS ALE – KAMAR ALE – MALAM HARI

Lampu kamar menyala terang. Ale merebahkan badannya di tempat tidur. Sementara, meja kerjanya masih penuh dengan berkas kredit dan notebook masih menyala. Dia masih lelah untuk melanjutkan pekerjaannya.

Terdengar suara pintu diketuk. Ale menoleh ke arah pintu. Papanya Ale (60th) berdiri di balik pintu, sambil tersenyum. Lalu, berjalan mendekati Ale.

Ale bangun dari tempat tidur, duduk di tepi tempat tidur. Sementara Papa mengambil kursi kerja Ale dan menariknya di dekat tempat tidur.

PAPANYA ALE

Sibuk, Nak?

ALE

(menggeleng) Sedang mengerjakan berkas pengajuan debitur saja.

PAPANYA ALE

Papa mau ngobrol sebentar sama kamu.

Ale mengangguk, menatap Papanya, menunggunya untuk melanjutkan pembicaraannya. Melihat ekspresi serius Papa, sepertinya yang akan dibicarakan serius.

PAPANYA ALE

Papa lihat, sejak pulang lagi ke Jogjakarta, kamu masih sering melamun. (PAUSE) Kamu masih tidak bisa melupakannya?

ALE

(Mengerutkan keningnya, mencoba mencerna ucapan Papanya, lalu kerutan di kening memudar saat memahami arah pembicaraan Papanya) Maksud Papa, Bara?

PAPANYA ALE

(mengangguk) Kamu masih terbebani setelah kembali ke sini? (PAUSE) Sebenarnya, Papa menemukan foto yang kamu sobek beberapa hari yang lalu.

Ale tidak langsung menanggapi Papanya. Kepalanya tertunduk. Dia masih memilih jawaban untuk dikatakan pada Papanya.

PAPANYA ALE (CONT’D)

Kenapa kamu tidak mencoba untuk membuka hatimu pada orang lain?

ALE

Ale sudah melakukannya, Pa.

PAPANYA ALE

Lalu?

ALE

Semuanya masih butuh waktu, Pa.

Papa bangkit dari kursi, lalu memilih duduk di samping Ale. Tangannya merangkul pundak anak semata wayangnya.

PAPANYA ALE

Ambillah waktu sebanyak yang kamu inginkan, Nak. Papa tidak akan memburu-buru waktumu. Papa hanya tidak ingin anak Papa sering melamun dan murung. (PAUSE) Apa yang terjadi tiga tahun lalu, mungkin, tidak akan bisa kamu lupakan. Tapi, kamu juga tidak boleh terus-terusan terjerumus di sana.

ALE

(menyandarkan kepalanya di pundak Papanya) Iya, Pa. Ale sudah berusaha membuka hati lagi.

PAPANYA ALE

Papa senang mendengarnya.(menepuk-nepuk punggung Ale)

Mereka berdua saling diam. Ale masih menyandarkan kepalanya di pundak Papanya.

PAPANYA ALE

Le, Kamu keberatan enggak kalau Papa kenalkan ke rekan bisnis Papa? Dia seumuran kamu.

ALE

(menegakkan duduknya, menatap Papanya) Papa mau jodohkan Ale?

PAPANYA ALE

Bukan menjodohkan. Papa cuma mau mengenalkan kamu. Kalau pada akhirnya, kamu merasa tidak cocok, kamu bisa berteman saja dengannya.

Ale tidak lagi mengatakan apapun. Dia tidak bisa menolak Papanya karena dia pun juga tidak bisa mengenalkan sosok Andra pada Papanya. Ale masih saja tidak mengatakan apapun saat Papanya memberikan kartu nama laki-laki yang dimaksud Papanya.

PAPANYA ALE

Namanya Abimana. Kalian pernah bertemu dulu saat masih kecil. Dia anak Om Pras. (PAUSE) Papa akan mengatur pertemuan kalian besok siang.

Papa kemudian beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju pintu.

PAPANYA ALE (CONT’D)

(berhenti, menoleh pada Ale) Dan dia sepertinya juga butuh suntikan dana untuk pabriknya. Jadi, kamu bisa sekalian tawarin untuk jadi debiturmu.

Ale hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dia menatap Papanya hingga keluar dari kamar. Pintu ditutup rapat. Ale merebahkan tubuhnya lagi. Pikirannya semakin kacau sekarang.

17. INT. KANTOR BANK – MEJA ALE – PAGI HARI

Beberapa orang tampak hilir mudik. Saat pagi hari, kantor masih ramai dengan beberapa pegawai.

Ale duduk di kursinya sendiri. Tangannya memegang ponsel dan membaca berulang kali pesan yang baru saja masuk ke ponselnya.

Andra tiba-tiba datang. 

ANDRA

(meletakkan papercup berisi kopi dan satu box berisi sandwich) Sarapan untukmu.

ALE

(menoleh dan menatap Andra. Tersenyum.) Thanks.

ANDRA

Memikirkan sesuatu? 

Pandangan Andra tertuju pada ponsel di tangan Ale dan juga sebuah kartu nama yang tergeletak di meja.

ALE

Duduklah dulu.

Andra menarik kursinya lalu duduk di samping Ale.

ALE

Papa ingin aku bertemu dengannya. (mengulurkan kartu nama yang diberikan Papanya semalam)

Andra menerima kartu nama itu. Dia membaca nama yang tertera di kartu. (BIG CLOSE UP) DIMAS ABIMANA PRASTAWA. CEO PT CITRAMAS

ALE (CONT’D)

Dia anak salah satu teman Papa. Siang ini, Papa ingin aku menemuimu.

ANDRA

Kamu dijodohkan?

Ale tidak langsung menjawab. Dia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Tangannya kemudian meraih kopi dan meminumnya sedikit.

ANDRA (CONT’D)

Kalau iya, kenapa kamu tidak menolaknya?

ALE

Papa bilang, hanya ingin mengenalkanku. Bukan menjodohkan. (PAUSE) Kalaupun aku tidak suka, Papa juga tidak memaksa.

ANDRA

Lalu, kamu sendiri bagaimana?

ALE

Aku pikir, aku akan menemuinya. Aku tidak mau mengecewakan Papa.

ANDRA

Mengecewakan yang seperti apa, Le? Menolak perjodohan?

ALE

Kamu takut, Ndra? (Tatapan Ale lurus pada mata Andra)

ANDRA

Kamu sudah tahu jawabannya, kan?

ALE

(Tersenyum) Kamu meragukanku? Aku masih akan kembali padamu. (mengatakannya dengan setengah berbisik karena takut orang sekitar mendengarnya)

ANDRA

Kalau begitu, aku akan menunggumu.

Mereka saling menatap dengan bibir yang sama-sama tersenyum. Mereka tidak bisa saling menggenggam tangan karena sedang berada di kantor dan tidak ingin orang-orang di kantor mengetahui hubungan mereka.

18. INT. RESTORAN CHINESSE FOOD – SIANG HARI

Pada jam makan siang seperti ini, restoran memang selalu ramai. Beberapa orang tampak sedang menyantap makan siang, bertemu rekan kerja, dan membicarakan banyak hal. Pegawai restoran juga tampak sibuk menyiapkan makanan untuk pelanggan.

Abimana (31ST)duduk di salah satu kursi yang sudah dipesannya sejak pagi. Dia memakai setelan kemeja warna putih dan jas warna abu-abu, tanpa dasi. Rambutnya tertata rapi dengan pomade. Tangannya memegang ponsel sambil sesekali melihat pada jam tangannya. 

Sudah hampir 30 menit dia menunggu, tetapi orang yang ditunggu tidak kunjung datang. Hingga, pandangannya terhenti pada sosok perempuan yang berjalan ke arahnya. Perempuan dengan balutan blouse selutut warna hitam dan blouse warna mint, rambutnya panjang diikat kuda, dan polesan make-upnya natural.

ALE

Abimana?

ABIMANA

(bangkit dari kursi, tersenyum, mengulurkan tangannya) Ya. Alessandra?

ALE

(membalas jabatan tangan Abimana, mengulas senyum) Iya. Maaf membuatmu menunggu lama.

ABIMANA

Tidak apa-apa (berjalan memutari meja, menarik kursi untuk Ale) Silakan.

ALE

Terima kasih. (Duduk di kursi yang sudah disiapkan Abimana)

Abimana lalu berjalan kembali ke kursinya dan duduk. Dia memberikan isyarat kepada pramusaji untuk menyajikan masakan yang sudah dipesannya tadi.

ABIMANA

Tidak apa-apa kan kalau tadi aku pesan makanan dulu, supaya tidak terlalu lama menunggu?

ALE

It’s okay.

ABIMANA

Lama tidak bertemu denganmu. Kira-kira berapa tahun? Dua puluh tahun?

ALE

Mungkin. Aku sudah lupa.

ABIMANA

Aku dengar dari Om Osman, kamu sekarang bekerja di bank.

ALE

Ya. Dan aku dengar dari Papa juga, kamu butuh suntikan dana untuk mengembangkan pabrikmu.

ABIMANA

Simbiosis mutualism, right?

Pramusaji datang, menghidangkan makanan pesanan Abimana. Sup Tomyam Seafood, Udang Bakar Madu, dan dua porsi nasi.

ABIMANA (CONT’D)

Om Osman bilang, kamu paling favorit dengan Sup Tomyam di sini.

ALE

(tersenyum) Sepertinya Papa sudah bercerita banyak tentang aku.

ABIMANA

Tidak banyak. Om Osman cerita banyak tentangku?

ALE

(menggeleng) Papa hanya mengingatkanku kalau aku tidak boleh telat saat bertemu denganmu sekarang. Tapi, aku tetap saja telat.

ABIMANA

Kita bisa sambil makan. (mengulurkan mangkuk sup pada Ale. Lalu, mengambil udang galah dan meletakkannya di piringnya.) Kamu bisa saja sibuk.

ALE

Seharusnya kamu yang lebih sibuk daripada aku. Kamu kan seorang CEO. (menyendok sup tomyam hingga separuh mangkuk, lalu menyantapnya)

ABIMANA

(Tertawa) Itu hanya biar terdengar keren. Perusahaanku belum menjadi perusahaan besar, Le.

ALE

Tapi, menjadi seorang pengusaha itu keren menurutku. Tidak bergantung pada orang lain, maksudku, atasan.

ABIMANA

Mengawali jadi pengusaha itu tidak mudah. Kalau kamu sukses akan jadi inspirasi, tapi kalau kamu tidak sukses, kamu akan disebut penipu.

ALE

Dan sebagian orang memang hanya menyukai bagian suksesnya saja.

ABIMANA

Memang kebanyakan hanya melihat sisi luar saja, tanpa pernah tahu apa yang terjadi di dalam.

ALE

Karena tidak semua hal, harus diketahui orang lain. Iya, kan?

Ale tersenyum setelah mengatakannya, lalu menyendok lagi sup tomyam di mangkuknya yang sudah nyaris habis.

ALE (CONT’D)

Sup tomyam di sini, tidak pernah mengecewakan.

ABIMANA

Aku baru pertama kali datang kesini. Tapi, memang enak masakannya.

Ale mengisi lagi sup tomyam di mangkuknya, lalu melanjutkan makannya. Dia sama sekali tidak menyentuh nasinya.

ABIMANA (CONT’D)

Makanmu lumayan juga.

ALE

(tertawa) Kalau sama menu ini, aku kadang lupa daratan. (PAUSE) Apalagi lusa sudah puasa, jadi akan lama sekali tidak datang ke tempat ini.

ABIMANA

Ah, ya. Sebentar lagi sudah puasa.

Abimana meletakkan sendok garpunya, mengambil gelas minumnya, dan meminumnya hingga habis. Dia sudah menyelesaikan makannya.

ABIMANA (CONT’D)

Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke pabriknya sekarang?

Ale berhenti menyendok supnya. Dia menatap Abimana, mempertanyakan ucapannya.

ABIMANA (CONT’D)

Bukankah biasanya karyawan bank melakukan kunjungan pada tempat usaha yang akan dibiayai?

Ale nyaris tersedak mendengarnya.

ALE

Kamu beneran mau pinjam di tempatku?

ABIMANA

Kenapa tidak?

ALE

Kamu bahkan belum mendengar apapun dariku tentang produk bank.

ABIMANA

Kita bisa membicarakannya dalam perjalanan.

ALE

Lalu, kenapa kamu memilih untuk mengambil kredit dariku?

ABIMANA

Karena aku lebih senang berurusan dengan orang yang aku kenal. Dan aku percaya, kamu tidak akan mengecewakanku.

ALE

Bagaimana kalau aku mengecewakanmu?

ABIMANA

(tersenyum simpul) Aku cukup mendatangi Om Osman dan mengatakan kalau aku menyerah.

Ale mengerutkan keningnya, mempertanyakan ucapan Abimana. Namun, dia memilih untuk menghentikan pertanyaannya.

Setelah selesai makan, Ale mengikuti Abimana berjalan keluar dari restoran. Ale masuk ke dalam mobil Abimana karena dia juga tidak menggunakan mobilnya saat datang ke restoran ini.

CUT TO

19. INT. KANTOR BANK – MEJA ANDRA – MALAM HARI

Beberapa lampu meja sudah dimatikan. Hampir seluruh pegawai sudah pulang. Jam dinding menunjukkan pukul 8 malam. Hening, tidak ada suara apapun.

Andra masih duduk di meja kerjanya. Menatap layar ponselnya, yang menunjukkan sebuah pesan dari Ale.

Andra kemudian menekan ikon telepon pada layar ponselnya. Terdengar nada sambung dari speaker ponsel.

ALE (O.S)

Iya, Ndra?

ANDRA

Kamu sudah di rumah?

ALE (O.S)

Iya. Ini baru selesai mandi. (PAUSE) Kamu masih di kantor?

ANDRA

Hmm.

ALE (O.S)

Bukan karena menungguku, kan?

ANDRA

(tersenyum tipis) Tentu saja tidak.

ALE (O.S)

Cepatlah pulang. Dan istirahat. Aku tutup dulu teleponnya.

ANDRA

Le, bagaimana…



Belum selesai Andra mengatakannya, Ale lebih dulu menutup teleponnya. Andra meletakkan ponselnya di meja. 

Pandangannya berpindah pada layar notebook yang menunjukkan angka-angka tunggakan debitur, yang tidak tersentuh sejak tadi.

ANDRA (VO)

Apakah ini yang kamu bilang tadi, semua akan baik-baik saja?

DISSOLVE TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar