Ranum
13. 13. Redup

69 E/I. KAMAR KIA – MALAM HARI

Kia tertidur. Rea duduk di sebelahnya sambil menatap Kia. Kia bangkit dari duduk pelan-pelan. ia menyelimuti Kia. Berjalan keluar.

70 INT. MEJA MAKAN RUMAH REA

Rea memencet tombol-tombol di ponselnya.

Fx: suara telepon tersambung.

REA

Ibu, halo? 

71 EXT. DI DEPAN RUANG UGD – MALAM HARI – SOLO 

Ibu Rea segera mengangkat telepon.

IBU REA

Nduk … Ibu nggak tahu mesti piye. Bingung … Ayah nggak sadar lagi, Re … (terisak) Kalau Ayahmu nanti nggak bangun … Ibu mesti gimana? (menangis)

72 INT. MEJA MAKAN RUMAH REA

REA

(Menghapus air mata, menghembuskan napas panjang, berdeham) Besok aku pulang. Aku udah beli tiket. Ibu … (kembali meneteskan air mata) Ibu nggak usah khawatir, Ayah … Ayah pasti bangun. (Menangis tanpa suara)

Rea terdiam lama. 

REA (CONT’D)

Biaya perawatan Ayah, Ibu juga nggak usah bingung. (Menghela napas) Aku bakal … usahain uangnya. 

IBU

Usaha opo maneh to, Re? Kamu mau hutang di mana lagi? Numpuk, Re. Bayarnya nanti susah.

Rea terdiam. Ia menatap kartu notaris.

REA

Kita pasti punya jalan, Bu. Aku bakal cari-cari lagi, nggak papa … demi Ibu, demi Ayah, demi Kia (menangis), aku bakal usahain semampu aku. Ibu tenang aja.

IBU

Rea …

REA

Udah dulu ya, Bu? Aku ngantuk. (mematikan telepon)

Rea menangis setelahnya. Ia menutup mulut agar tak bersuara.

73 EXT. TERMINAL JAKARTA – PAGI HARI 

Rea dan Kia duduk di depan pelataran toko penjual tiket. Di sebelahnya ada tas ransel besar. 

Fx: suara pedagang, suara kenek bus, suara kendaraan mobil.

PEDAGANG ASONGAN

Aqua, Aqua, Aqua! (mendatangi Rea) Aqua, Neng?

Rea menatap sebentar. Lalu menggeleng dengan sopan.

PEDAGANG ASONGAN (CONT’D)

Roti? Permen?

REA

(Menggeleng) Enggak, Bang, makasih.

Pedagang asongan mengangguk, kemudian berjalan pergi.

Kia menatap Rea dan menggerakkan lengannya.

REA

Kenapa?

KIA

Ada kabar soal rumah Uti?

REA

Urus jual rumah nggak secepat itu.

KIA

Terus bayar rumah sakitnya Ayah pakai uang apa?

REA

(Menoleh, tersenyum) Tenang aja. Bos Kakak ngasih pinjaman. Bisa dicicil kalau Kakak ada uang, katanya. Nanti kurangannya, ada gaji Kakak, ada uang tabungan Kakak juga. 

KIA

Aku juga punya tabungan.

REA

Nggak usah (menggeleng). Itu simpan buat kamu kuliah nanti. 

Fx: terdengar suara kenek bus.

KENEK BUS

Solo! Solo! Yang ke Solo!

Rea menoleh. Ia berdiri dan mengambil tas ranselnya. 

KIA

Berarti aku kemungkinan pindah sekolah? Kak …

REA

Ki, Kakak nggak punya pilihan lain. Kakak juga sama beratnya kayak kamu. Tapi, Ayah sama Ibu lebih penting dari segalanya. Tolong ngertiin sedikit, ya? Boleh, ya?

Kia mengangguk. Rea tersenyum dan menggandeng adiknya menaiki bus.

74 I/E. KAFE – PAGI HARI 

Fx: suara pintu dibuka.

Rival masuk ke kafe. Devi terlihat sedang melayani pelanggan.

Devi menoleh.

DEVI

Selamat datang di kafe kami! Pagi, Pak Rival.

RIVAL

(Tersenyum) Pagi juga. (Mengedarkan pandangan) Kamu sendirian?

Devi berjalan ke arah meja Rival.

DEVI

Iya, Pak. 

RIVAL

Ke mana Rea?

DEVI

(Mengerutkan kening) Bu Gina nggak ngasih tahu ke Bapak? 

Rival menggeleng.

DEVI (CONT’D)

Rea berhenti kerja, Pak. (Muka sedih) Kemarin dapet kabar kalau ayahnya masuk rumah sakit, parah. Bu Gina ngabarin saya pagi-pagi, kalau ternyata malam kemarin dia ngundurin diri. Buat pulang ke Solo.

Rival menggigit bibir. Ia mengelus dagu dengan tangan. Raut wajahnya terlihat bingung. 

RIVAL

Dia pamit ke ibu saya?

Devi mengangguk.

RIVAL (CONT’D)

Kamu ada nomer dia 'kan? Boleh saya minta?

DEVI

(Mengangguk) Tapi, dari tadi saya nggak bisa ngehubungin dia, Pak. Hp-nya dimatiin. (Berhenti sejenak) Pak Rival ada urusan sama Rea?

Rival menatap Devi tidak menjawab. Devi lalu terpaku dengan buku anak-anak karya Rea yang dibawa oleh Rival. Ia menunjuk buku itu.

DEVI (CONT’D)

Oh, itu 'kan … (berpikir sejenak dan teringat kertas yang ditemukannya di selipan buku Rea) Jangan-jangan Pak Rival yang nulis …

RIVAL

Iya. Saya baca semua buku dia. Saya yang nulis kalau tulisan dia bagus di kertas waktu itu. Jadi, Devi, saya sangat ingin ketemu sama dia, kamu tahu rumah Rea?

75 EXT. DI DEPAN RUMAH SAKIT – SOLO – SORE HARI

Rea memandang keluar jendela. Ia menghela napas panjang. Lalu menggenggam tangan adiknya. Kia menoleh. Rea tersenyum.

Cut to:

76 INT. DI DALAM RUMAH SAKIT – UGD 

Rea bertemu dengan Ibunya yang sedang duduk di sebelah pamannya. 

KIA

Ibu!

Ibu Rea menoleh. Sontak berdiri. Kia berlari dan memeluk.

KIA (CONT’D)

Ibu … (menangis) Ayah gimana?

Ibu Rea ikut menangis.

IBU REA

(Menggeleng) Ayah bakal baik-baik aja kalau kalian udah di sini. (Menatap ke Rea)

Rea meletakkan tas ranselnya dan memeluk Ibunya erat. Ia menangis tanpa suara.

REA

Maaf, Bu. Maafin aku baru pulang. 

Ibu Rea mengelus punggung Rea.

IBU REA

Rea … Rea … (Menghapus air mata Rea) Nggak papa. Ibu nggak marah, Ibu ngerti. 

REA

Aku boleh lihat Ayah?

IBU REA

Jangan lama-lama, waktu besuknya udah mau habis.

Rea dan Kia masuk ke UGD.

77 INT. DI DALAM UGD

Rea dan Kia menangis melihat ayahnya.

Rea memeluk ayahnya sambil menangis.

REA

Ayah, Ayah … (jeda) Bangun … Aku pulang. 

78 E/I. KANTOR RIVAL – SORE HARI

Rival, Kamal, Lala, dan Inggit sedang rapat santai sembari meminum kopi botolan.

LALA

Jadi, minggu depan syuting? 

RIVAL

(Mengangguk) Iya … Saya pikir lebih baik begini. Penulis skripnya juga udah fix.

INGGIT

(Tersenyum) Nggak perlu ganti lagi 'kan, Pak?

Rival menggeleng.

KAMAL

Penulisnya memang diganti awalnya?

RIVAL

Ah, itu ide saya. Saya punya kenalan penulis yang beda dari yang lain.

KAMAL

Oh, ya? Siapa kalau boleh tahu? 

INGGIT

Tapi, dia nggak bisa, Pak. Anaknya lagi cuti, pulang kampung.

LALA

Terus dia nggak bakal balik ke Jakarta lagi?

Kamal menatap Rival.

KAMAL

Siapa tahu, untuk proyek ke depan, kita bisa pakai penulis yang Pak Rival kenal. 

Inggit dan Lala ikut menoleh ke Rival.

RIVAL

Saya juga mikir begitu. Karena proyek yang ini, udah keburu ada penulis yang lain. Nanti … mungkin saya pikir lagi. Toh, saya juga nggak tahu dia bakal balik ke Jakarta kapan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar