Ranum
12. 12. Gemerlap

66 INT. DI DALAM CAFE – SIANG HARI

Mama Kamal meminum tehnya dan menatap Rea. Rea menunduk.

MAMA KAMAL

(Berdeham) Kemarin anak saya tidak pulang. 

Rea mendongak.

REA

Saya udah nggak ada urusan sama Kamal.

MAMA KAMAL

Saya tahu. 

Mama Kamal menghela napas pendek.

MAMA KAMAL (CONT’D)

Sebagai ibunya saya cukup malu sama anak sendiri. Bisa-bisanya dia patah hati karena perempuan seperti kamu.

REA

(Mengernyit) Seperti saya? 

MAMA KAMAL

(Mengendikkan bahu) Ya, seperti kamu … polos, nggak pinter dandan, nggak punya uang, masih luntang-lantung cari kerja …

Rea meremas tangannya.

REA

Kalau Tante ke sini hanya ingin mencemooh saya, saya nggak punya waktu banyak. Saya harus kerja.

Mama Kamal tertawa sinis.

MAMA KAMAL

Rea … Rea … Saya sudah ketemu banyak perempuan yang dekat dengan anak saya. Tapi, setelah kenal kamu, sikap dia yang dulu saya banggakan, sekarang habis enggak bersisa. 

MAMA KAMAL (CONT’D)

Sebut. Sebut berapa yang kamu mau sampai kamu ngebuat anak saya satu-satunya jadi pengecut dan berani bantah orang tuanya.

Rea menatap Mama Kamal tidak percaya.

MAMA KAMAL

Dengar, Rea, bukan hanya kamu yang punya kerjaan, saya juga. Demi anak saya yang nggak pulang semalaman dan tahu-tahu pulang cuma untuk mungutin baju-bajunya lalu pergi, saya tahu ada yang nggak beres. Dia begitu cuma karena kamu─

REA

Itu bukan salah saya!

MAMA KAMAL

Kamu bahkan berani motong pembicaraan orang yang lebih tua? Orang tua kamu nggak ngajarin sopan santun?

REA

Jadi menurut Tante, menghina orang lain juga punya sopan santun? (Menghela napas panjang dan lelah) Maaf, Tante, saya putus sama Kamal itu karena keinginan Tante, dan untuk Kamal sendiri. Jadi, kalau sekarang Kamal nggak pulang dan milih bantah orang tuanya, itu bukan karena saya, itu karena Tante! Tante yang udah bikin dia jadi kayak gitu. Terus sekarang Tante masih bisa nyalahin saya manfaatin keadaan putus demi uang? Saya nggak percaya kalimat itu keluar dari sesama perempuan. 

Mama Kamal hendak menjawab ucapan Rea, tapi Rea sudah lebih dulu berujar.

REA (CONT’D)

Saya permisi, Tante. Orang-orang kelas bawah seperti saya, harus kerja. Waktu kami sedikit dan sangat berharga. 

67 INT. DI DALAM KANTOR RIVAL

Inggit duduk menghadap Rival. 

INGGIT

HAH?! (Membulatkan mata)

RIVAL

Git, lo bisa batalin kontrak─

INGGIT

(Menggeleng) Nggak. Nggak bisa.

RIVAL

Lo tinggal bilang kalau ini perintah langsung dari Pak Rival─

INGGIT

Bang, ini tuh proyek gede lho! Proyek gede! Kita rencanain ini udah dari lama, masa mau dibatalin cuma gara-gara penulis iklan doang! 

RIVAL

Iya-iya, tahu. (Mengangguk) Makanya lo bilang aja ini perintah Rival karena dia mau pake script writer yang biasa.

INGGIT

Biasa apanya?! Abang ini lama-lama nggak masuk akal deh! Nggak! Dengerin dulu, jangan motong pembicaraan gue. Yang pertama, Abang mau ganti Lala sama Luna Maya yang jelas-jelas sekarang udah nggak anget dibicarain di media. Yang kedua, sekarang mau pake acara ganti script writer? Bang, naskah iklannya itu udah jadi! Kita tinggal syuting, edit, beres! Tinggal nunggu surat dari Lembaga Sensor. Abang tahu 'kan gue sampai kena marah Eyang gara-gara nggak becus ngurus beginian?

RIVAL

Oke, gue tahu kamu kesusahan. Gimana kalau kita buat perjanjian?

INGGIT

Perjanjian apalagi sih, Tuhaaan! 

RIVAL

Kalau iklan ini nggak bisa naikin penerimaan kita, gue mau kita ganti script writer pilihan gue. Gimana?

INGGIT

(Menghela napas) Emang siapa sih script writernya?

68 INT. DI DALAM CAFE 

Rea sedang memarut keju di atas roti bakar. Ia menepuk kedua tangannya untuk memanggil Devi.

REA

Pesanan siap!

Devi menerima uang dari pembeli.

DEVI

Terima kasih banyak! Have a nice day!

Devi berjalan ke arah Rea dan membawa baki pesanan.

DEVI (CONT’D)

Setelah dirujak sama mantan calon mertua, lo jadi semangat kerja.

Rea hanya tertawa kecil. Ia lalu melepas celemeknya dan berjalan ke arah pintu. 

Fx: pintu dibuka.

REA

Selamat datang di kafe kami! (Menoleh ke arah Devi) Gimana pun, kerjaan gue sekarang cuma ini. 

DEVI

Re, nggak usah sedih! Tentang Garut, lo tenang aja. Gue bakal penyet-penyet dia kalau ketemu di jalan! Emang ngelunjak itu laki! 

REA

(Tertawa) Lo bukannya pernah ada sesuatu yang sama dia? 

DEVI

(Membelalak) Yeee, ikutan jadi ngelunjak lo? Enggak, ya! Dia emang naksir gue, cuma gue cuekin. Dia bau badan, Re! Cewek mana yang nggak ilfil coba?

Rea kembali tertawa.

DEVI

(Menepuk-nepuk pundak Rea) Apa pun yang terjadi, gue selalu siap bantu lo. Nggak perlu khawatir.

REA

(Mengangguk dan tersenyum) Thanks a lot, Dev. Gue mungkin udah jadi gelandangan kalau nggak ditolongin lo.

DEVI (CONT’D)

Ish! Apaan sih? (Tersenyum) Semangat! (Mengepalkan tangan ke atas)

REA

Semangat!

Fx: pintu kembali dibuka.

Kia masuk dengan tergesa. Ia berlari menuju Rea.

KIA

Kakak! (Menangis, panik)

Rea menoleh. 

REA

Kia? (Mengernyitkan dahi)

Devi yang sedang menyatat pesanan menatap Kia.

DEVI

Bolos sekolah lo, Ki?

Kia terus berlari dan menghiraukan Devi. Ia memeluk Rea.

REA

(Bingung) Ki? Kenapa? (Melihat adiknya yang menangis) Kia kenapa? Bilang sama Kakak ada apa.

KIA

(Menangis) Kak Re … Kak … 

REA

Kenapa? Ada yang jahatin kamu di sekolah? Kamu nggak bawa uang saku? Kamu kenapa? (Mulai emosi) Kia kamu kenapa? Jawab!

KIA

Ayah, Kak … (menyerahkan ponselnya) Ibu coba telfon Kakak tapi, nggak diangkat.

REA

(Menerima ponsel dari tangan Kia, mengambil ponselnya yang ternyata kehabisan baterai, membaca) Ki … Kia … Kia ini?

Kia kembali menangis dan memeluk Rea. Devi menghampiri mereka berdua.

DEVI

Ada apa, Re?

Pandangan Rea kosong. Tubuhnya lemas seketika. Ia kembali membaca pesan dari Ibunya.

IBU REA (PESAN SINGKAT)

Rea, Kia, ayah masuk rumah sakit. Ayah panggil-panggil nama kalian. Ibu bingung harus apa. Kalian pulang, ya?

KIA

Kak, terus kita harus gimana? (Menggoyangkan lengan Rea)

Rea menatap Devi. Air matanya meluruh. 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar