Ranum
7. 7. Kini Mulai Terang

43 EXT. DI DEPAN CAFE – PARKIRAN MOBIL

Rea masih menunduk dan menangis. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh sesorang yang menepuk pundaknya. 

REA

Hah! (Kepala langsung terangkat, mata membelalak)

RIVAL

Ee … maaf, saya cuma … (tergagap, lalu berdeham sebentar) Kamu nggak papa? Saya tadi lihat kamu nangis dari seberang bank.

Rea menoleh ke arah bank yang ditunjuk. Ia lalu dengan cepat menghapus air matanya. Rival mengulurkan tangan untuk membantu Rea berdiri. Rea menatap uluran tangan itu.

REA

Makasih, Pak. (Menepuk-nepuk celananya yang kotor)

RIVAL

Kamu … nggak papa? Serius? Perlu bantuan?

REA

Aaah! (Menggeleng kecil) Saya nggak papa. Terima kasih banyak. Oh iya … ini … mobil Bapak, ya?

RIVAL

Iya. Makanya saya kaget. (Menatap penampilan Rea) Kamu kerja di sini?

REA

(Tersenyum) Iya, Pak. Maaf saya tadi … nyender di mobilnya Bapak nggak bilang-bilang. Ngomong-ngomong mau mampir, Pak? Saya traktir, deh, buat permintaan maaf. Kami nyediain─

Devi tiba-tiba keluar dari cafe dan langsung memanggil Rea dengan wajah khawatir.

DEVI

Rea!

Devi berlari menuju Rea dan segera memeluknya.

DEVI (CONT’D)

Rea, lo nggak papa?

REA

(Menggeleng) Thanks, lo udah bantuin gue. 

Devi tersenyum. Ia menjitak kepala Rea kecil. 

REA (CONT’D)

Aw! Yha! (Membelalak)

DEVI

Heh, Oon! Lo tahu betapa takutnya gue di dalam tadi? Nyawa gue udah di ujung dan lo malah enak-enak ngobrol sama─(menatap Rival)─eh, Pak Rival … 

Rival mengangguk sambil tersenyum canggung. Devi kembali menatap Rea sambil melotot. Sedang Rea memasang wajah penuh tanya.

44 INT. DI DALAM CAFE 

Rea sedang membuat segelas es coklat, sedang Devi sibuk menggoreng bawang bombay tepung. Mereka saling melirik ke tempat Rival yang sedang duduk menghadap sebuah tablet. Serius mengerjakan sesuatu.

Devi menyenggol lengan Rea di sebelahnya. 

REA

Ish! Apasih senggol-senggol?!

DEVI

Apasih-apasih, lo yang apa-apaan! Masa sama anaknya Bu Gina aja lo nggak tahu?

REA

Mohon maaf, Neng, gue kerja di sini 'kan lamarnya sama Bu Gina, bukan sama anaknya. Ya mana gue tahu kalau Pak Rival itu anaknya Bu Gina!

DEVI

(Menggeleng-geleng tidak percaya) Ck-ck-ck, lo pasti dulu sekolahnya jadi bahan bullyan kelas karena paling kudet alias ketinggalan bahan gosip, ya, Re? 

Rea berjalan ke arah kulkas dan mengambil es batu. Lalu menuangkannya di gelas.

DEVI

Lo juga sih, tiap jam enam udah main pulang aja! Jadi nggak pernah ketemu sama Pak Rival.

REA

Gue tahunya anaknya Bu Gina yang laki itu ya cuma Dito, pacar temen lo itu. Lagi kenapa lo riweuh banget, sih, Dev? Gue yang nangis aja nggak malu. Atau jangan-jangan lo naksir ya sama dia? Mau gue bilangin?

DEVI

Emm … penyakit 'kan? Ngada-ngada mulu! (Menghela napas) Daripada lo sibuk nyomblangin gue, mending urus percintaan rumit lo! 

DEVI (CONT’D)

Bener 'kan kata gue, Kamal yang lo pacarin dan bangga-banggain itu psikopat gila! Lo liat dari luar dia bikin rusuh ini cafe kayak gimana 'kan? Denger 'kan si gila itu teriak-teriak? Saran gue sih secepatnya lu temuin dia, siram dia pake air panas, pukul wajah sok rupawan, dermawan, baik hati bak pangerannya itu! Dendam gue sama dia!

REA

(Terdiam sebentar) Iya.

DEVI

IYA? Gue ngomong panjang lebar dan lo cuma jawab “IYA”? 

Rea mengangkat gorengan bawang bombay itu, menaruhnya di atas piring, lalu menambahkan saus dan mayonnaise.

REA

Gue bakal temuin Kamal, sekalian ngasih barang-barang yang pernah dia kasih ke gue. Tapi, besok.

DEVI

(Mengangkat alis) Besok kapan?

REA

Kalau gue udah siap.

Devi tersentak. Rea balik badan sembari membawa makanan pesanan pelanggan.

DEVI

Sialan lo, Rea! (Menghela napas) Aduh, sabar … tenang, Devi.

Rea membawa baki yang berisi pesanan Rival. Kepala Rival terangkat kala melihat Rea berjalan ke arahnya.

REA

Selamat menikmati, Pak. Ini gratis dari saya, hitung-hitung permintaan maaf.

RIVAL

Wah, jadi enak nih saya. 

Rea tersenyum. Ia lalu balik badan menuju kembali ke arah dapur. 

DEVI

Hp lo bunyi dari tadi.

Rea mengambil ponselnya di atas meja kasir. Ada pesan dari Garut, direktur penerbitan buku cerita anak-anaknya. 

GARUT (PESAN SINGKAT)

Hai, Cantik, naskahnya udah gue baca dan sesuai biasanya, gaji setelah buku terbit. Ngomong-ngomong, ada lowongan kerja nulis iklan, perusahaan gede, Cuy. Ini tawaran ekslusif dari gue, jangan sampai lo lewatin gitu aja. 

REA

Cih, bilang aja karena gue rela dibayar murah. 

Rea yang hampir memasukkan ponselnya urung karena Garut mengiriminya pesan kembali.

GARUT (PESAN SINGKAT)

Bayarannya nggak main-main, KALAU kerja lo bagus, bisa diangkat penulis skrip iklan tetap. Orangnya bilang ke gue ngasih jaminan gaji magang sekitaran tiga juta. Lo bisa ke kantor kalau mau, gue janji bakal ngasih ini ke lo.

REA

Wah, sinting! Udah gila nih orang!

Devi mengernyitkan dahi. Ia lalu mendekat ke arah Rea.

DEVI

Kenapa? Kamal nyuap lo pakai duit buat balikan?

Rea sontak mendelik. 

REA

ISH! Bukan! Kamal mulu pikiran lo. Coba deh, lo liat, Dev. (Memberikan ponselnya kepada Devi) Gue belum pernah bikin skrip sebetulnya, tapi kalau─

DEVI

Persetan!

REA

Hah?

DEVI

Eh, Nona Manise, (mengembalikan ponsel ke Rea) bakat terpendam lo itu, yang gue juga heran kenapa ada di lo, adalah nulis. Siapa tahu kalau ini rezeki yang Tuhan kirim buat ngobatin rasa gelisah, galau, merana akibat putus cinta sama si Kamal gila itu! Tunggu apalagi? Buruan lo cabut ke kantor Garut, tanda tanganin kontrak sekarang juga!

REA

Feeling lo gimana? Bakal bagus?

DEVI

Emm, firasat gue itu mujarab! Nggak pernah meleset!

REA

Jadi gue ke kantor Garut?

Devi mengangguk. Rea terlihat antusias. Ia lalu melepas celemeknya dan mengambil tas selempangnya.

REA (CONT’D)

Lo yakin urus cafe sendiri?

DEVI

Sist, lamaan juga gue kerja di sini. Setahun tanpa lo juga gue bisa! Udah sana buruan!

REA

Oke, gue pergi sekarang!

Rea berhambur lari ke arah pintu. Namun, ia balik badan lalu memeluk Devi erat.

DEVI

Buset! Ngapain peluk-peluk segala, woi? Lo nggak lagi mau naik haji.

Rea tertawa. 

REA

Doain gue, ya! 

DEVI

(Mengangguk) Pasti.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar