PANITIA
8. Melarikan Diri

98. EXT. TERAS PONDOK UTAMA - PAGI

Muncul teks: H-3

Terlihat bagian atap Pondok Utama denga latarpantai, laut, dan cakrawala yang masih sedikit gelap, lalu pemandangan turun ke teras sampai terlihat mayat Bima yang tertutup selimut.

Vivi terlihat berjalan pelan melewati mayat Bima dengan perlahan setelah Hendri dan Ibad dengan balok kayu di tangan, lebih dulu melewatinya.

Cut To

 

99. EXT. JEMBATAN PULAU SETENGAH - PAGI

Terlihat Hendri, Ibad, dan Vivi melewati jembatan pemisah Pulau Setengah dengan dataran utama.

Cut To

 

100. EXT. JALANAN HUTAN - PAGI

Terlihat Hendri, Ibad, dan Vivi melewati jalan hutan rimbun.

Terlihat Hendri, Ibad, dan Vivi melihat dahan pohon tumbang dan pecahan kaca serta bekas tapak ban mobil, membuat Hendri berjongkok di dekat pecahan kaca.

HENDRI

Ini tanda ada yang nggak beres! Ini mungkin bekas Grandmax!

 

VIVI

(Panik)

Ya ampun, kok sampai segitunya, sih!

 

Hendri bangkit, mengeluarkan gunting dari saku celananya, lalu mulai melangkah lagi, diikuti Vivi, dan Ibad yang mengencangkan pegangannya pada balok kayu.

Terlihat Hendri, Ibad, dan Vivi melewati jalan berbelok di tengah hutan rimbun lalu berhenti ketika melihat mobil Avanza PGB terparkir setelah belokan.

HENDRI

Avanza yang dipakai Bima


Hendri mempercepat langkahnya menuju mobil dikuti oleh Vivi dan Ibad yang juga menambah kecepatan., namun Hendri tiba-tiba berhenti, membuat Vivi dan Ibad juga mendadak berhenti.

Hendri membentangkan satu tangannya sebagai tanda agar Vivi dan Ibad tidak melwatinya.

VIVI

Kenapa, Hen?

 

HENDRI

(Menatap lurus ke arah mobil)

Mesinnya nyala.

Cut To


101. INT. MOBIL AVANZA PGB - PAGI

Dari belakang pundak sopir isterius, terlihat Hendri, Vivi, dan Ibad berdiri menghadap mobil dengan suara latar deru mesin.

Cut To

 

102. EXT. JALANAN HUTAN - PAGI

Hendri, Vivi, dan Ibad berdiri menghadap mobil yang berjarak 100 meter mereka.

VIVI

(Agak berteriak ke arah mobil)

Na? Pak Suleh?

(Terdengar deru mobil berkali-kali.)

Kita coba aja…

 

Terpotong deru mobil yang semakin keras dan tiba-tiba melaju dengan cepat.

HENDRI

Lari!

(Langsung balik badan dan berlari)

 

Vivi dan Ibad langsung berlari menyusul Hendri sementara mobil di belakang mereka terus mengajar.

Hendri melompat ke pinggir jalan ke arah pepohonan.

HENDRI

Ke sini, Vi!

(Sambil terus berlari melewati pepohonan)

 

Ibad dan Vivi mengikuti arah lompat Hendri, menghindari tabarakan mobil lalu lanjut berlari melwati pepohonan.

Cut To

 

103. EXT. HUTAN - PAGI

Hendri terus memimpin pelarian diikuti Ibad dan Vivi

HENDRI

Terus! Lari terus!


VIVI

Hen, aku udah nggak kuat! Stop Dulu!

(Berhenti berlari dengna napas tersenggal-senggal)

 

Hendri berhenti hingga sempat tersusul Ibad yang juga berhenti.

 

VIVI

Apa sih maunya? Dia nggak mau kita di pulau, tapi nggak mau juga kita ninggalin pulau!

 

HENDRI

Ayo, Vi, jalan dulu! Kita keluar dulu dari sini!

 

VIVI

Kemana, Hen?

 

HENDRI

Kemana aja asal jangan di hutan gelap ini! Kita jalan terus sampai ketemu pantai! Mungkin di sana ada nelayan!

 

Vivi mulai berjalan lagi, membuat Hendri dan Ibad juga mulai berjalan, namun tersentak dengan penampakan dua sosok kakek-nenek di antara pepohonan, membuat Hendri berganti arah dan berlari, disusul Ibad dan Vivi yang sempat berteriak.

HENDRI

Lari!

 

Hendri, Vivi, dan Ibad berlari melewati pepohonan.

IBAD

(Tersenggal-senggal)

Mas! Mas Hen! Mereka hanya nenek-nenek dan kake-kakek! Mungkin mereka orang baik-baik!

(Melambatkan lari karena Hendri pun melambat)

Mereka mungkin bisa membantu kita!

 

Hendri berhenti, diikuti Vivi lalu Ibad.

IBAD

Kelihatannya mereka tidak berbahaya, Mungkin hanya warga sekitar sini.

 

VIVI

(Panik)

Ngapain mereka di tengah hutan begini?

 

IBAD

(Menggeleng)

Nggak tau.

(Berpikir dulu)

Mungkin mencari kayu bakar. Atau buah-buahan.

 

Hendri terlihat melihat pepohonan di hutan.

HENDRI

Kita nggak tau pasti. Tapi kita harus tetap keluar dari hutan ini.

 

KAKEK-KAKEK

Sampeyan neng ndi toh, Mas?

 

Terlihat sosok kakek-kakek di samping pohon besar, membuat Hendri, Vivi, dan Ibad terperangah, lalu sosok kakek itu menunjukan satu tangannya yang memegang parang.

 

HENDRI

Lari!

 

Hendri, Vivi, dan Ibad berlari lagi.

Cut To

 

103. EXT. PANTAI DARATAN UTAMA - PAGI

Terlihat pepohonan hutan bakau lalu Hendri, Vivi, dan Ibad keluar dari rerimbunan sambil berlari menuju pantai.

Hendri, Vivi, dan Ibad melihat ke sekitar pantai sampai terlihat empat perahu tertambat di pantai, membuat Hendri mendekat

VIVI

Kamu yakin, Hen?

 

HENDRI

Setidaknya ini tempat terbuka. Semoga saja mereka benar-benar nelayan.

 

Vivi dan Ibad mengikuti Hendri mendekati perahu.

 

Hendri sampai di perahu terdekat lalu menghadapkan tubuh ke arah hutan.

HENDRI

Halo! Pak! Halo!

 

Hanya terdengar deru ombak dan suara burung camar.

 

IBAD

Kita bisa pakai perahu ini kembali ke pulau Mas!

 

HENDRI

Sebaiknya sih diantar yang punya biar nggak jadi masalah.

 

VIVI

(Menunjuk ke arah tiga kakek-kakek)

Hen!

 

Hendi dan Ibad menoleh ke arah tunjuk Erna.

 

HENDRI

Ngapunten, Pak. Kami…


Terlihat salah satu kakek mengeluarkan alat panah ikan dari balik tubuhnya.

HENDRI

(Langsung balik badan dan berlari)

Anjing!

 

Ibad langsung berlari ke arah perahu yang terdekat dengan laut.

IBAD

Dorong, Mas!

 

Hendri langsung berlari ke arah perahu disusul Vivi, membantu Ibad mendorong perahu hingga sepemuhnya mengambang di airi, sementara tiga kakek-kakek berjalan mendekat.

 

Ibad naik ke perahu lalu menarik tali starter mesin sementara Hendri naik perahu lalu membantu Vivi naik perahu.

HENDRI

Cepat, Bad! Mereka ngejar!

 

Terlihat tangan Ibad menarik tali starter dengan latar tiga kakek-kakek semakin dekat.

Mesin perahu menderu, Ibad langsung mengemudikan perahu menjauh dari pantai, membuat Hendri berdiri menghadap pantai lalu mengacungkan jari tengah.

HENDRI

Jancuk!

 

Dari balik punggung tiga kakek-kakek terlihat perahu menjauh ke arah Pulau Setengah.

Cut To

 

 

104. EXT. PERAHU DI PANTAI DARATAN UTAMA - PAGI

Hendri berapaling ke Vivi setelah menatap tiga kakek-kakek misterius lalu ke dekat kakinya tempat panah ikan dan tiga parang tergeletak.

Terlihat Ibad tersenggal-senggal.

IBAD

Mareka bukan nelayan! Mereka bukan benar-benar nelayan! Orang yang aku lihat di pulau sebelah juga mirip dengan mereka mereka!

 

VIVI

Perasaan ini bukan daerah terpencil banget. Kenapa bisa ada kaya suku primitif kaya begitu sih!

 

HENDRI

Sepertinya bukan suku primitif. Pakaian mereka normal. Mereka hanya orang-orang tua yang tak suka tanahnya didatangi.

(Raut berpikir)

Atau mereka tidak suka dengan pemilik Pulau Setengah?

 

VIVI

Mas Nazar dan Mbak Tari?

 

Hendri terlihat mengangguk.

 

Terlihat perahu yang dikemudikan Ibad mendekati dermaga Pulau Setengah.

 

Cut To

105. EXT. DERMAGA PANTAI SETENGAH - PAGI

Terlihat perahu yang dikemudikan Ibad mendekati dermaga Pulau Setengah.

HENDRI

Mesinnya tak usah dimatikan, Bad.

 

IBAD

Siap, Mas.


Hendri mengambil panah ikan lalu turun dari perahu disusul Vivi dan Ibad yang mengambil parang dari perahu sebagai senjata.

Hendri, Vivi, dan Ibad berjalan di atas dermaga dengan raut waspada.

 Cut To

 

106. EXT. PANTAI DEKAT PONDOK KECIL - PAGI

Hendri menyibak tirai pondok kecil sambil menodongkan panah ikan, Ibad melakukan di pondok kecil belakangnya sementara Vivi mengikuti langkah Hendri.

Hendri membuka pintu bilik toilet sementara Hendri melakukan di bilik toilet di belakangnya.

Hendri, Ibad, dan Vivi berjalan mendekati Pondok Utama.

IBAD

Mayat Bima udah nggak ada, Mas.

Cut To

 

106. EXT. PANTAI DEKAT PONDOK KECIL - PAGI

Hendri terlihat berlari ke arah teras Pondok Utama meninggalkan Ibad dan Vivi di belakang.

IBAD

Mas Hen!

 

Ibad terlihat menatap ke arah bukit di belakang bilik genset lalu Hendri dan Vivi muncul di sampingnya melihat ke arah yang sama.

Terlihat Erna sedang menyeret mayat Bima ke arah gudang di balik bilik genset dengan wajah sembab dan mata basah lalu Ibad berlari menghampiri.

IBAD

Mbak!

 

Erna sedikit terperanjat lalu lanjut menyeret mayat Bima, membauat Ibad tak tega jika tak menolong meski merautkan ketakutan pada mayat.

Erna membuka pintu gudang, memperlihatkan mayat Awi yang sudah dilalati dan mengeluarkan bau busuk, membuat Erna dan Ibad merautkan sesak.

Dip to Black


107. EXT. TERAS PONDOK UTAMA - MALAM

Terlihat Erna selesai makan dan minum kemudian terlihat Vivi menatap Erna dengan raut judes, sementara Erna mengeluarkan jurnal kecilnya dari saku dan mulai melihat list yang harus dilakukan.

ERNA

Bad, besok kita pasang spanduk acara di dekat jembatan, masang TOA dan kabel dekat dermaga, sirkuit, dan parkiran, jadi kita perlu tiga bambu.

 

IBAD

Iya, Mbak. Bambu sudah siap sejak kemarin.

 

ERNA

Hen, perleng dan semua perlistrikan dari genset ke panggung dimulai aja besok, karena orang sound bakal datang lagi, biar mereka langsung ngurus urusan panggung aja, karena kita udah kekurangan orang.

 

HENDRI

Oke, Na.

 

ERNA

Vi,besok akan ada yang nganter solar. Tolong kamu kordinasi, yah. Konsumsi makan malam kamu atur. Utamakan masak bahan yang sudah mau basi. Katering dan tim medis juga datang besok.

 

Terlihat raut Vivi yang sebal lalu mendadak tersenyum.

VIVI

Iya, Na. Tapi kamu yakin ini bakal aman?

 

ERNA

Pak Rendra dan Mas Nazar akan mengerahkan warga untuk pengamanan di sekitar pulau, sekalian korrdinasi tugas untuk besok dan hari H. Sekarang semua dari kita bawa sesuatu sebagai senjata. Jangan ada yang nggak terlihat oleh yang lain. Kabarin kalau ada yang mau ke toilet biar ada yang nungguin. Kalau peserta sudah pada datang kita bisa lebih tenang.

 

Terlihat Hendri Vivi mengangguk.

Cut To

 

108. EXT. JEMBATAN PULAU SETENGAH - SIANG

Muncul teks H-2

Terlihat Hendri dan Ibad bekerja sama memasang spanduk ‘Selamat Datang’ di tiang yang berada di dua sisi ujung jembatan.

Cut To

 

109. EXT. DEPAN BILIK GENSET - SIANG

Terlihat Vivi memantau dua orang pengantar solar yang sedang menggotong jirigen solar ke dalam bilik genset dengan latar mobil bak berisi jajaran jirigen solar.

Terlihat salah satu pengantar solar mengibas tangan di depan hidung dengag raut kebauan.

PENGANTAR SOLAR 1

Kaya bau bangkai ya, Mba?

 

VIVI

Ada bangkai anjing, Mas, di sebelah sana.

Cut To

 

110. EXT. PANTAI SISI TIMUR PULAU SETENGAN - SIANG

Terihat Ibad sedang mengulur kabel dari depan panggung ke arah parkiran Pondok Utama sementara Ibad mengerek TOA dengan tali yang terjulur di tiang bambu yang tertanam pada tanah.

Cut To

 

111. EXT. PARKIRAN SEBELUM JEMBATAN PULAU SETENGAH - SORE

Terlihat Erna sedang berkordinasi dengan Nazar dan sepuluh warga yang akan menjadi relawan dan penjaga keamanan.

ERNA

Nanti semua kendaraan yang tidak mengangkut motor cross atau barang keperluan acara harus parkir di sini, kecuali ambulan danVIP. Semua mobil yang selesai mengangkut juga diarahkan ke parkiran ini. Lusa akan ada tambahan tenaga dari kader, jadi nanti kita kordinasi lagi.

Terlihat sepuluh warga relawan mengangguk.

 

NAZAR

Sebelah sana bisa untuk putar balik, Mba Erna, jadi tak perlu ada mobil yang bentrok dari dua arah.

 

Erna terlihat mengangguk.

Terlihat dua warga menancapkan tiang kayu di pinggiran parkiran sementara dua lainnya membentangkan tambang sebagai batas parkiran dengan latar mobil pengantar solar menjauh dari Pulau Setengah.

Dip to Black


112. EXT. PANTAI BARAT PULAU SETENGAN - SORE

Terlihat laut lepas dengan matahari yang hampir tenggelam semakin terbenar di cakrawala dengan latar suara debur ombak

Dip to Black

 

113. EXT. TERAS PONDOK UTAMA - MALAM

Ibad terlihat merokok bersama Hendri sambil menyaksikan Erna di depan restoran yang sedang memberi arahan pada empat warga yang berselempang sarung, berpinggangkan golok, dan membawa senter.

Vivi datang dari arah restoran membawa dua termos kopi dan memberikan kepada salah satu warga kemudian satu orang lagi.

IBAD

Mas Hen kepikiran, nggak?

 

HENDRI

(Menoleh pelas setelah mengepukan asap rokok)

Apa tuh?

 

IBAD

(Berbisik)

Bagaimana kalau orang yang kita harap menjaga kita, ternyata…

 

Hendri terbatuk lalu merautkan sedang berpikir lalu melihat ke arah empat warga yang berpencar dua pasang sambil membawa termos kopi sementara Erna dan Vivi mendekat ke arah teras.

 

HENDRI

(Berbisik)

Kita tetap gantian jaga malam ini. Tidur giliran.

 

Terlihat Ibad mengangguk kecil.

ERNA

Istirahat, guys! Besok akan ramai dan melelahkan.


Erna dan Vivi melewati Ibad dan Hendri untuk masuk ke ruang resepsionos Pondok Utama.

Dip to Black

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar