PANITIA / Perjalanan

Ibad membuang puntung rokok lalu mengeluarkan lembar ceklist barang dari saku celana sambil berjalan ke belakang mobil kemudian melihat ke tumpukan lalu melakukan ceklist barang.

IBAD

Map kontrak, oke, box spanduk, oke, box ATK sudah.

(Tak bersuara tapi tetap melakukan ceklist)

Aman, Mbak. ucapnya.

ERNA

Yakin? tanya Erna.

IBAD

Yakin, Mbak.

Hendri berjalan menuju mobil Avanza melewati Erna.

HENDRI

Santai, Na. Toh kalau ketinggalan bisa nitip ke anak-anak.

ERNA

(Menggeleng)

Untuk barang-barang persiapan ya nggak bisa dong, Hen.

Hendri mengangguk, menghirup vape, melepus, lalu masuk ke mobil.

ERNA

(Menepuk bahu Ibad)

Tengkyu, Bad.

IBAD

Sama-sama, Mba.

ERNA

Oke, yuk, berangkat!

Erna menutup pintu belakang dengan empasan kuat.

Terlihat gambar Pak Sandi tersenyum, mengepal tangan, dan logo PGB di bagian pintu belakang.

Lukman dan Awi masuk ke kursi sopir dan samping sopir.

Erna melangkah menuju mobil Avanza sambil menyapa Lukman dan Awi.

ERNA

Man, Wi, nitip, ya. sapa Erna.

LUKMAN

Sip. Aman, Mbak.

ERNA

Kuota buat lihat map aman, Kan?

AWI

(Sambil memberi hormat singkat)

Aman, Mba.

ERNA

Oke, kita ngga usah tunggu-tungguan ya, yang penting ketemuan di kantor desanya.

LUKMAN

Siap, Mba Erna

(Langsung menstarter mobil)

Erna berjalan ke Avanza lalu masuk ke kabin tengah, duduk di samping kiri Vivi.

Terlihat di kursi belakang Ibad dan Hendri.

Hendri mengepulkan asap vape melalui pintu tengah sebelum Erna menutupnya.

Bima duduk di kursi penumpang depan dengan kamera menyelempang.

Pak Suleh masuk lalu duduk di balik kemudi.

ERNA

Kok udah pakai baju partai Pak Suleh? tanya Erna.

PAK SULEH

Biar parkit gratis, Mba.

ERNA

Jangan sampai pas hari-H kotor loh, Pak.

PAK SULEH

Akan masih sempat dicuci dan dijemur, Mba.

ERNA

Tapi, kan ga bisa disetrika. Jadi nyucinya jangan dikucek. Makanya jangan sampai kotor, Pak.

VIVI

Ya ampun, Na, tegang banget sih! keluh Vivi.

ERNA

Kan kita harus tampil sempurna di mata orang pusat.

PAK SULEH

Iya, Mba, saya bakal hati-hati biar nggak kotor.

(Langsung menstarter mobil)

Erna mengecek dulu notifikasi ponselnya.

Terlihat Chat dari Pak Sandi terlihat dan ia membukanya.

Sudah berangkat?

Raut Erna menunjukan ia sedang menimbang-nimbang apakah langsung membalas chat Pak Sandi atau menunda.

VIVI

(Sambil tersenyum tipis)

Bales dong.

ERNA

(Erna menjauhkan ponsel dari tatapan Vivi sambil tersenyum)

Dih, ngintip!

VIVI

(Sambil mengarahkan kepalanya kembali lurus sambil tersenyum)

Ngga sengaja.

HENDRI

(Berdeham dibuat-buat)

Ehemm…

(Lalu tersenyum)

Vivi masih tersenyum namun semakin menipis lalu datar seketika.

Terlihat dari atas Avanza dan Grandmax keluar dari parkiran Kantor DPD PGB Jawa Tengah.

Cut To

6. EXT. JALANAN KOTA SEMARANG – PAGI

Mobil melaju di jalanan perkotaan land mark Semarang.

Cross Disolve

7. EXT. JALANAN PINGGIRAN KOTA SEMARANG – PAGI

Mobil melaju di jalanan pinggiran kota semarang.

Cross Disolve

8. INT. MINI MARKET PINGGIRAN KOTA SEMARANG – SIANG

Erna, Vivi, dan Ibad mengambil makanan dan minuman di mini market.

Bima merekam Erna, Vivi, dan Ibad.

Cut To

9. EXT. PARKIRAN MINI MARKET PINGGIRAN KOTA SEMARANG – SIANG

Mobil keluar parkiran.

Pak Suleh menjulurkan uang parkir ke tukang parkir tapi ditolak dengan senyuman.

TUKANG PARKIR

Lanjut, Pak.

PAK SULEH

Suwun, Mas.

HENDRI

Bener juga Pak Suleh.

Semua tersenyum, kecuali Erna.

Cut To

10. EXT. JALANAN PEDESAAN – SIANG

Mobil Avanza terlihat dari atas melalui jalan berliku.

Cut To

11. INT. DALAM MOBIL – SIANG

Pak Suleh mengemudi sambil ngobrol dengan Bima,

Erna membaca rundown acara,

Vivi merekam perjalanan menggunakan ponsel,

Ibad dan Hendri tampak mengantuk.

Latar belakang perjalanan menunjukan sudah masuk daerah hutan.

VIVI

Semoga kita masih bisa melihat sunset!

ERNA

Kayanya masih. Dari sini sekitar 2 jam lagi.

BIMA

(Sambil merekam jalanan melalui jendela)

Setidaknya kita udah di pesisir. Setelat-telatnya kita bisa lihat sunset dari mobil.

VIVI

Mudah-mudahan masih terang biar sempat posting.

PAK SULEH

Susah sinyal loh Mba di sana

VIVI

Hah!

(Vivi langsung menegakan duduknya)

Yang bener?

ERNA

Iya. Tapi kalau di sekitar pondoknya sih aman.

VIVI

Wah, Pak Sandi bisa ngomel ini kalau tau tempatnya susah sinyal.

ERNA

Nggak tuh. Malah beliau senang. Biar peserta pada konsen sama acara ketimbang main game atau sosmetan.

HENDRI

(Sambil senyum)

Dan biar beliau ada alasan nggak balas chat istrinya.

Erna dan Vivi kompak balik badan.

Erna mencubit lengan Hendri yang terjulur ke bagian atas kursi kabin tengah.

Vivi memberi gerak kepala yang jadi isyarat bahwa Pak Suleh mungkin akan mengadukan ucapan Hendri tadi.

Terlihat spion tengah menampakan wajah Pak Suleh yang melirik ke belakang.

Hendri mengibaskan tangan dengan senyuman, tanpa merasa khawatir.

PAK SULEH

Saya juga tau, kok. Santai aja. ucapanya.

Erna merautkan kaget lalu melihat wajah Pak Suleh dari spion tengah yang tampak tersenyum.

PAK SULEH

Sudah jadi rahasia umum Bu Indah memang cemburuan. Tapi, yah, pantas juga sih bos kita dicemburuin. Beliau kan ketua, pengusaha, tampan, kaya, dan banyak dikelilingi wanita-wanita cantik, kaya mbak-mbak ini.

(Langsung tertawa)

BIMA

(Sambil mengarahkan kamera ke Pak Suleh)

Kok, Pak Suleh tau Bu Indri cemburuan?

Pak Suleh mengurangi kecepatan dan menggerakan setir dulu untuk mengurangi guncangan karena jalan yang jelek

PAK SULEH

Lha wong saya pernah antar untuk ngikutin mobil Pak Sandi, mas! Untung waktu itu Pak Sandi benar-benar rapat.

Semua orang tertawa, kecuali Erna.

ERNA

Awas, Bim, jangan bocor tuh video.

BIMA

(Menoleh ke belakang)

Aman, Mba.

HENDRI

Terus, Pak Suleh dapat tip dong dari Bu Indri?

PAK SULEH

Lumayan, lah, Mas.

Semua tertawa termasuk Erna.

Cut To

12. EXT. TO INT. JALAN PEDESAAN – SIANG

Terlihat dari atas Mobil Avanza melalui jalan pedesaan yang sepi, kamera semakin mendekat ke jendela samping menyorot Erna.

VO ERNA

Sampai mana, Wi?

VO AWI

Udah di persimpangan terakhir nih, Mba. Awi lihat di map sih tinggal 10 kiloan lagi. Tapi ini ada kendala.

ERNA

Kendala apa?

VO AWI

Ada warga kampung yang ngikutin kami dari tadi. Kayanya mereka mau nyegat nih.

ERNA

Ya udah, tunggu, kita nyusul secepatnya. Jangana turun dari mobil ya Wi! Bilangin ke Lukman! Tetap di mobil!

VO AWI

Siap, Mba Erna.

Cut To

13. EXT. PERSIMPANGAN JALAN PEDESAAN – SIANG

Mobil Avanza berbelok di persimpangan jalan pedesaan yang sepi.

14. INT. MOBIL AVANZA DI PERSIMPANGAN JALAN PEDESAAN – SIANG

Dari dalam mobil Avanza terlihat mobil Grandmax dicegat dua motor dengan empat orang yang berdiri di depan dan samping mobil.

Mobil Avanza berhenti, Erna, Bima, dan Pak Sule turun hampir besamaan.

Vivi bergesar sambil mengaktifkan kamera ponselnya untuk merekam sementara Ibad dan Hendri bersiap turun.

VIVI

(Bicara berbisik seolah kepada pemirsa sosmed)

Waduh, guys, ada pencegatan nih. Mereka belum tau siapa kita, guys!

Cut To

15. EXT. PERSIMPANGAN JALAN PEDESAAN – SIANG

Erna berjalan cepat mendekati empat orang pencegat.

Pak Suleh mengikuti Erna dari belakang.

Bima berjalan lebih lambat sambil diam-diam merekam.

ERNA

Ada apa ya, Mas?

PENCEGAT 1

Mba rombongannya?

ERNA

Iya. Kenapa ya?

PENCEGAT 2

(Dengan raut tak ramah)

Kami cuma mau tau keperluan!

PAK SULEH

Kok sampai mencegat segala, Mas?

PENCEGAT 1

Kami bukan mencegat. Tadi kami sudah minta mobil minggir dulu, tapi masnya malah ngebut.

(Melihat ke arah Lukman di balik kemudi)

Dari POV Kamera Bima, Lukman dan Awi turun dari mobil Grandmax.

Hendri dan Ibad ikut mendekati kerumunan.

LUKMAN

Ya siapa yang mau behenti kalau caranya mencurigkanan! Mas udah ngikutin kami dari desa tadi kan!

PENCEGAT 3

Yan itu karena kami mau nyusul!

HENDRI

Ada masalah, Mas?

PENCEGAT 1

Kami cuma mau tau, Mas, karena ngga biasanya mobil partai masuk sini. Wajar dong kami pingin tau.

ERNA

Kami kan bukan dari partai terlarang, jadi ngga ada urusan, lah. Sebelum-sebelumnya juga ngga ada masalah!

PENCEGAT 2

Itu karena kami belum tau.

HENDRI

Ya terus kalau sudah tau kenapa, Mas?

(Melihat ke arah stiker yang ada di salah satu motor, lalu ke kaos Pencegat 4)

Oh. Mas khawatir kami menggerus suara wilayah? Tenang aja, Mas, kami bukan mau kampanye. Cuma sedang ada…

ERNA

Udah, Hen! Kita lanjut aja! Ngga usah diperpanjang.

PAK SULEH

Kami cuma mau ke...

ERNA

(Teriak keras dengan raut kesal)

PAK SULEH! Kita berangkat sekarang, Pak!

Pak Suleh buru-buru balik badan dan berlari ke arah mobil.

Lukman dan Awi kembali masuk ke mobil Grandmax.

Bima, Ibad, dan Hendri kembali masuk mobil Avanza.

Para pencegat kembali menunggangi motor mereka lalu berputar balik dan pergi dengan sekali geber sebagai ekspresi kekesalan.

Cut To

16. INT. MOBIL AVANZA DI PERSIMPANGAN JALAN PEDESAAN – SIANG

Semua terlihat sudah di dalam mobil ketika Pak Suleh menutup pintu kemudi.

ERNA

Maaf ya Pak Suleh, aku harus teriak, karena mereka ngga perlu tau kemana kita pergi.

PAK SULEH

Iya, Mba, saya juga salah. Hampir kelepasan.

ERNA

Aku cuma ngga mau ada yang recokin acara kita. Ngurus internal kita sendiri aja udah repot, gimana kalau ada orang luar.

VIVI

Tapi hari-H ada dari partai lain, kan?

ERNA

(Menghela napas dulu)

Sebenarnya aku ngga mau, karena acaranya bukan di gedung, tapi Pak Sandi keukeuh.

HENDRI

Biasa lah, buat kepentingan koalisi Pilgub nantinya.

ERNA

(Melihat ke ponsel Vivi)

Kamu rekam tadi?

VIVI

(Mengangguk)

ERNA

Jangan dishare! Jangan bikin orang khawatir!

VIVI

(Terkejut dengan ketegasan Erna)

Oh... Okey.

(Jarinya bergerak menghentikan proses upload dengan raut kecewa)

Cut To

17. EXT. JALAN PESISIR – SIANG

Terlihat dari atas, debur obak di pantai, bergeser ke hutan kemudian jalanan dengan mobil Avanza dan Grandmax beriringan.

Cut To

18. EXT. JALAN DEKAT KANTOR DESA – SIANG

Terlihat dari atas, atap rumah dengan genting yang lumutan yang menunjukan keadaan desa miskin terpencil.

Terlihat kibaran bendera merah putih di tiang karatan sebuah SD yang catnya kusam.

Terlihat kantor desa sederhana dengan sebuah sepeda dan satu motor plat merah terparkir lalu mobil Avanza dan Grandmax sama-sama parkir berdampingan.

Cut To

19. INT. MOBIL AVANZA DI KANTOR DESA – SIANG

Dari depan mobil semua orang terlihat.

Erna menyiapkan keresek berisi oleh-oleh yang ia beli di mini market.

ERNA

Yuk, kita suwon dulu sama yang punya wilayah.

HENDRI

Jangan lama-lama ya, Na, basa-basinya. Biar bisa cepat mantai.

VIVI

(Melihat ke arah Hendri)

Setuju banget!

ERNA

Buru-buru banget sih. Besok juga kan masih bisa.

HENDRI

Besok mah belum tentu. keluh Hendri. Kalau ada umur.

VIVI

Hus! Kamu itu kalau ngomong!

HENDRI

Lha iya toh, bener, kalau ada umur.

Pak Suleh mematikan mesin.

PAK SULEH

Saya di mobil saja ya, Mbak, kan sudah pernah ketemu. Mau lempengin kaki dulu.

ERNA

Iya, Pak Suleh, santai saja dulu. Erna maklum terkait usia dan perjalanan yang mereka tempuh.

Cut To

20. EXT. PARKIRAN KANTOR DESA – SIANG

Erna membuka pintu mobil lalu turun.

Vivi membuka pintu mobil lalu turun.

Bima turun lalu mengaktifkan kamera dan mulai merekam suasana sekitar.

Dari POV Kamera Bima, terlihat kibaran bendera di tiang sekokah seberang Kantor Desa, kemudian ke rumah di samping sekolah yang menunjukan dua anak kecil meihat ke arahnya dari jendela.

Bima mengarahkan kamera ke rumah samping rumah sebelumnya.

Dari POV Kamera Bima, seorang nenek melihat ke arah Bima dari balik jendela rumah.

Bima terlihat terkejut dengan penampakan nenek di jendela rumah yang ia rekam, lalu mengarahkan sorotannya pada Lukman dan Awi yang turun dari mobil lalu berjalan ke teras Kantor Desa, berpapasan dengan Hendri, sementara Ibad terlihat menyalakan rokoknya.

BIMA

Pada otw kantor desa, suwon ke Pak Kades. Ibad sebatang dulu.

Cut To

21. EXT. TERAS KANTOR DESA – SIANG

Erna dan Vivi masuk ke teras kantor desa dan mengucapkan salam.

ERNA

Assalamualaikum.

VIVI

Permisi

VO PAK RENDRA

Walaikumussalam!

Pak Rendra dan Pak Khair keluar ruangan

PAK RENDRA

Eh, Mbak Erna. ucap Kepala Desa. Ini siapa?

PAK VIVI

Saya Vivi, Pak.

PAK RENDRA

Kader juga, atau vendor Mbak Erna?

VIVI

Kader, Pak.

ERNA

Lebih senior dari saya, Pak.

PAK RENDRA

Oh gitu.

Hendri, Lukman, dan Awi mendekat dengan senyuman masing-masing lalu bersalaman dengan Pak Rendra dan Pak Khair.

ERNA

Ini Pak Rendra, teman-teman. Kepala Desa di sini.

PAK RENDRA

Kader semua?

HENDRI, AWI, LUKMAN

Enggeh, Pak Kades.

Erna menunjuk ke arah Bima yang sedang mendekat menenteng kamera.

ERNA

(Sambil tersenyum ke arah Bima)

Nah ini kader yang paling penting.

Bima terlihat tersipu sambil garuk-garuk kepala lalu bersalaman dengan Pak Rendra dan Pak Khair.

BIMA

Saya Bima, Pakde.

PAK KHAIR

Wah ini tukang kameranya, ya?

BIMA

(Tersipu malu)

Iya, Pakde.

PAK RENDRA

Kader juga?

BIMA

Enggeh, Pak de.

ERNA

Semuanya kader, kecuali yang ini nih.

(Menunjuk Ibad)

Ini anak magang. sambung Erna.

IBAD

Saya Ibad, Pak.

PAK RENDRA

Oh, anak magang. Jurusan apa?

IBAD

Ilmu politik, Pak.

PAK RENDRA

Wah, cocok lah ya, magangnya di partai.

IBAD

Iya, Pak.

PAK RENDRA

Dari logatnya bukan orang Jawa, yah?

IBAD

Bukan, Pak. Saya Padang. Cuma kuliah di Semarang.

Pak Rendra mengangguk.

PAK RENDRA

Semoga lancar yah magangnya. Dan juga acaranya. Kalau ada perlu apa-apa bilang saja. Saya pesan, jangan sendirian selama di pulau.

HENDRI

Kenapa memang, Pak?

Erna dan Vivi melotot ke Hendri.

HENDRI

Takutnya ada binatang apa gitu?

PAK RENDRA

Yah, karena sepi saja. Kalau sendiri kan, kalau ada apa-apa bisa cepat ada yang menolong.

BIMA

(Sambil menyorot Pak Rendra dengan kamera)

Oh, nggeh, Pak, kami mengerti

PAK RENDRA

Oh, iya, kalau mau ngecek kesiapan penampilan anak-anak saya akan minta Pak Guru mengumpulkan mereka. Tadi siang juga mereka sempat latihan. Mereka latihan setiap hari.

ERNA

Oh, nggak usah, Pak. Biar nanti saja pas memang jadwalnya.

VIVI

Wah, latihannya sampai setiap hari, Pak? Jadi malu, merepotkan.

PAK RENDRA

Ngga repot, Mba. Malah pada senang. Maklum, di sini jarang kegiatan seni. Malah saya terima kasih, sudah mau melibatkan anak-anak desa kami.

ERNA

Sama-sama, Pak.

PAK RENDRA

Oh iya, saya dengar saung-saung untuk pesertanya sudah jadi. Dua hari lalu tukangnya pada pulang. Jadi mungkin sekarang cuma ada Mbak Tari dan suaminya.

ERNA

Oh, iya, Pak. Kami sudah janjian. Makanya, kami mau langsung pamit, biar mereka nggak kelamaan nunggu,

PAK RENDRA

Enggeh, enggeh, Mba Erna.

Terlihat semua orang kembali ke posisi duduk di mobil sebelumnya, kemudian Bima melihat ke arah salah satu rumah dekat Kantor Desa dengan seorang anak kecil melihat ke arahnya dari balik jendela kemudian ke sekolah SD yang terlihat kusam cat dan gentengnya.

IBAD

Sekolahnya udah kaya mau roboh begitu.

HENDRI

Namanya juga sekolah pedalaman, Bro.Y a tugas kita-kita ini lah.

VIVI

(Menoleh ke arah Hendri dengan cepat)

Bangun sekolah?

IBAD

Mainin anggaran.

(Langsung tertawa)

Vivi tertawa, Ibad tersenyum tipis.

Cut To

1. Keberangkatan

3. Pulau Setengah

Suka

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar