PANITIA
3. Pulau Setengah

22. INT. MOBIL DI JALANAN PESISIR DEKAT PULAU – SORE

Dari POV Kamera Bima, terlihat pepohonan di hutan pesisir lalu terlihat laut.

ERNA

(Kamera Bima mengarah ke Erna)

Nah, tanah lapang itu jadi parkiran mobil-mobil peserta nantinya. Termasuk tempat truk yang terlalu besar buat loading out panggung, soud, lighting, genset, toilet, dan lain-lain.


HENDRI

Tapi kamu udah bilang ke mereka kalau truk gede ngga bisa masuk sampai pulau?

 

ERNA

Sebenarnya bisa, asal dari pagi sampai sore, karena pulau ini tuh ngga kepisah jauh sama Pulau Jawa.

 

VIVI

Oh, pantesan disebut Pulau Setengah.

 

ERNA

Betul. Kalau lagi surut seolah satu daratan, tapi begitu air pasang kepisah laut dangkal. Makanya aku minta semua vendor buat datang ke sini pagi-pagi.

Cut To

 

23.EXT. JEMBATAN DEKAT PULAU – SIANG

Terlihat konvoi mobil Avanza dan Grandmax melaju pelan mendekati jembatan menuju pulau.

Cut To 


24. INT. MOBIL DI JEMBATAN DEKAT PULAU – SORE

Erna mengeluarkan kepalanya melalui jendela mobil, membuat rambutnya tersibak-sibak angin laut, melihat ke arah jembatan di depan.

ERNA

Nah, ini jembatannya. Masih baru. Spesial buat acara kita.

 

PAK SULEH

Cepat juga ya mbak. Waktu pertama ke sini belum serapi sekarang.

 

ERNA

Iya, Pak. semenjak dana sponsor cair, semua proses dipercepat.

 

BIMA

Padahal mobil bisa masuk tanpa jembatan, kan?

 

ERNA

Iya. Tapi tetap perlu biar panitia bisa keluar masuk kapan aja.

 

PAK SULEH

Kalau ban kendaraannya ndak khusus, agak susah juga mas kalau ndak lewat jembatan.

 

Bima mengarahkan kamera ke bawah jembatan.

Dari POV Kamera Bima, terlihat ikan-ikan kecil dan terumbu karang di balik air laut yang jernih.

 

HENDRI

Nemu aja kamu, Na, tempat kaya gini! Kesan pulaunya dapet, tapi nggak begitu jauh dari jalan raya. Nggak salah emang kesayangan bos kita yang satu ini jadi ketua panitia.

 

ERNA

(Sambil memasukan kepalanya untuk kembali duduk)

Ih, apaan sih kesayangan- kesayangan.

 

Terlihat Hendri dan Ibad tertawa, kemudian terlihat Vivi tersenyum sinis tipis.

VIVI

Iya, lah, mantan travel agent!

(Lalu setengah berdiri mengeluarkan kepalanya)

Cut To 


25. EXT. PARKIRAN PULAU SETENGAH – SORE

Dari balik atap lantai dua Pondok Utama, terlihat konvoi mobil Avanza dan Grandmax baru saja melewati jembatan dan pondok-pondok kecil di pinggiran pantai, berlatar suara burung camar dan debur ombak.

Mobil Avanza dan Grandmax di samping sebuah motor matic di depan pintu Pondok Utama yang terlihat utuh dengan bangunan tempat genset di samping kanan dan bangsal restoran di sebelah kiri.

Erna bergegas turun.

Bima turun langsung merekam sekitar.

Vivi turun dengan ponsel langsung mengarah ke sekitar pondok kemudian laut sambil bergaya ngevlog.

Ibad dan Hendri turun lalu berjalan ke arah pantai sementara Lukman dan Awi turun.

ERNA

Bad! Temenin aku!


IBAD

(Memasukan kembali bungkus rokok dan korek ke dalam saku celana)

Oh, oke, Mbak.

Cut To 


26. EXT. PONDOK UTAMA PULAU SETENGAH – SORE

Erna masuk ke teras Pondok Utama.

ERNA

Permisi!

 

Erna lanjut masuk ke ruang utama Pondok Utama.

Suara langkah kaki di lantai dua terdengar.

Tari dan Nazar muncul di ujung tangga atas sambil tersenyum.

 

TARI

Halo, Mbak Erna!

(Menuruni anak tangga bersama Nazar)

 

ERNA

Hai, Mbak Tari.

(Dengan nada manja)

Maaf ya kesorean. Sudah nunggu lama, yah?

 

TARI

Lumayan. Tapi sambil ngecek hasil kerja tukang cat kok. Sama beres-beres dikit.

 

Erna menyalami Tari dan Nazar.

ERNA

Ini Ibad, Mbak Tari, anak magang yang juga jadi panitia.

 

TARI

Oh, halo, saya Tari. Ini Nazar suami saya.

 

IBAD

(Menyalami Tari dan Nazar)

Halo, Mbak, Mas, saya Ibad.

 

ERNA

Ibad ini yang bakal bantu memenuhi keperluan peserta VIP. 

TARI

Oh, iya.

(Menunjuk ke arah renceng kunci di tangan Nazar)

 

Nazar memberi rencengan kunci pada Ibad.

NAZAR

Ini semua kunci kamar yang ada di pondok. Sebenarnya ada dua puluh kamar, dua belas di bawah, delapan di atas. Tapi dua kamar di atas belum bisa digunakan karena masih dijadikan gudang. Catnya juga masih basah. Besok akan ada tukang yang lanjut lagi beres-beres.

 

IBAD

Siap, Mas Nazar. Nanti saya kondisikan.

 

NAZAR

(Mengangguk)

Yang lain mana?

 

ERNA

Masih di luar, Mas. Lagi pada ngejar postingan sunset.

 

Ibad terlihat menoleh dulu keluar, berharap ada di sana.

NAZAR

Genset sudah saya nyalakan, Mbak Erna. Lokasinya ada di belakang pondok. Kuncinya juga ada di sana, yang bentuknya beda sendiri.

 

Erna dan Ibad melihat rencengan kunci di tangan Ibad.

TARI

Sudah ada dirigen 50 liter solar di sana. Untuk tiga malam sepertinya masih aman karena belum banyak lampu. Kalau nanti pasang lampu tambahan terkait acara mungkin perlu tambahan.

 

ERNA

Siap, Mba Tari. Kami sudah kordinasi dengan kader lokal kabupaten untuk suplai di H-2.

 

Tari dan Nazar terlihat mengangguk sambil tersenyum tipis.

TARI

Kami pamit ya, Mbak Erna, biar ga terlalu gelap di jalan.

 

ERNA

Oh, iya Mbak Tari. Terima kasih yah sudah nunggu kami.

 

TARI

Iya, sama-sama, Mba Erna, semoga lancar acaranya.

 

NAZAR

Kalau ada apa-apa jangan sungkan kontak kami.

 

ERNA

Baik, Mbak, Mas. Kalau tidak ada kebutuhan lain, paling saya minta update harian soal kesiapan catering buat hari H yah.

 

TARI

Siap, Mba Erna. Nanti kami akan update terus soal kesiapan catering.

 

Cut To

 

25. EXT. PARKIRAN PULAU SETENGAH – SORE

Terlihat dengan gaya timelaps: Erna, Ibad, Tari, dan Nazar, keluar dari Pondok Utama.

Awi dan Lukman menyimpan barang di teras lalu menyapa Tari dan Nazar.

Vivi, Hendri, Bima, dan Pak Suleh mendekati dan menyapa Tari dan Nazar.

Tari dan Nazar mengendarai motor, melaju menjauhi Pondok Utama.

Semua orang mengeluarkan barang dari mobil Avanza dan Grandmax.

Vivi memanggul ranselnya di teras.

Erna memanggul ranselnya dari bagasi Grandmax lalu berjalan menuju teras pondok.

 ERNA

Malam ini sampai H-1 kita bisa tidur sendiri-sendiri. Bebas di mana aja yang penting di lantaisatu, biar gampang komunikasinya.

 

Vivi berhenti ketika Erna bicara soal tidur sendiri-sendiri kemudian lanjut masuk ke pondok.

 

IBAD

(Sambil menurunkan kotak barang ke belakang mobil Grandmax)

Siap, Mba.

 

Cut To


26. EXT. PARKIRAN PULAU SETENGAH – SORE

Seperdelapan lingkar matahari tenggelam di cakrawala lautan.

Suara burung camar fade in dan fade out dengan suara jangkrik dan tongeret, bercampur suara debur ombak.

Ibad dan Awi sedang nyebats di samping mobil Grandmax dengan dua ransel terakhir.

AWI

Mas, Awi sekamar yah sama Mas Ibad.

 

IBAD

(Raut heran, lalu menghisap rokok)

Emang kenapa, Wi?

 

AWI

(Malu-malu)

Saya takut, Mas.

 

IBAD

Lah? Kan rame-rame.

 

AWI

Tetap saja, Mas, kalau di tempat kaya gini takut. Sudah mana kamarnya berjendela semua.

 

IBAD

Ya bagus kan kalau banyak jendelanya?

 

AWI

Iya, sih, Mas, kalau soal ventilasi .

(Wajah mendadak tegang)

Tapi kalau malam-malam ada yang ngetok kan nggak lucu.

 

IBAD

(Menggeleng dengan senyuman)

Ya udah, tapi kasurnya bawa. Aku nggak biasa sekasur sama laki-laki.

 

AWI

Oh, siap, Mas! angguk.


Ibad membuang rokoknya ke bawah lalu mengepulkan asap ke atas kemudian membawa tasnya ke dalam.

Awi mengangkat kotakbarang dan goodybag dari mobil dan terkejut saat melihat sosok di balik pepohonan di sisi bukit yang menjadi bagian belakang gubuk genset.

 

AWI

Mas Ibad!

 

Awi berjalan cepat ke ruang resepsionis.

Ibad menghampiri Awi di ruang resepsionis.

IBAD

Kenapa?

 

AWI

Nggak, itu Mas, masih ada barang di luar.

 

IBAD

(Memandang Awi dengan raut heran)

Ya ini mau saya ambil lagi..  


Awi menaruh kotak barang dan tas jinijing di samping meja dengan buru-buru agar bisa keluar berbarengan dengan Ibad yang sedang berjalan menuju teras.

Awi berjalan cepat di belakang Ibad dengan pandangan menyisir pepohonan di sisi bukit lalu berhenti karena penasaran.

Terlihat pepohonan di sisi bukit bergoyang namun tak ada penampakan sosok apapun.

IBAD

(Sambil memegang satu sisi kotak barang besar)

Ayo gotong,Wi!

           

AWI

Oh, siap, mas!

(Langsung berjalan cepat)

 

Ibad dan Awi menggotong kotak barang besar ke ruang resepsionis.

Cut To


27. EXT. PONDOK UTAMA – MALAM

Bulan menjadi latar belakang atap Pondok Utama yang diiringi suara jangkrik, tongeret, dan debur ombak.

Pondok Utama terlihat utuh dengan enam lampu kamar menyala, kemudian lampu kamaer Erna padam.

Cut To


28. INT. KAMAR ERNA DI PONDOK UTAMA – MALAM

Erna di depan notebooknya, memeriksa jadwal kedatangan vendor dengan lampu temaram, tiba-tiba mendengar suara langkah kaki di atas, membuatnya melihat ke langit-langit. Erna berusaha mendengar dengan teliti. Baru saja mengira salah dengar, suara itu terdengar lagi.

Erna menelepon Ibad.

ERNA

Bad, kamu tidur di mana?

 

VO TELEPON IBAD

Di kamar sebelah Lukman, Mba.

 

ERNA

Di bawah?

 

VO TELEPON IBAD

Iya, Mba. Sesuai perintah Mba.

 

ERNA

Yang lain?

Cut TO 


29. INT. KAMAR IBAD DI PONDOK UTAMA – MALAM

Ibad sedang menerima telepon dari Erna, sementara Awi sedang tidur di kasur bawah.

IBAD

Yang lain… Kalau mereka nurut perintah Mba sih, harusnya di bawah semua.

 

VO TELEPON ERNA

Coba tolong kamu cek dong. Takutnya ada yang make kamar VIP. Catnya kan masih basah.

 

IBAD

(Raut mengeluh)

Oh oke, Mba, siap. Saya cek sekarang.

Cut To

 

30. INT. KORIDOR KAMAR PONDOK UTAMA – MALAM

Pintu kamar nomor 3 mengeluarkan suara dertak kunci diputar, kemudian pintu terbuka. Ibad keluar lalu menutup kembali pintu kemudian berjalan ke arah tangga di ruang resepsionis.

Ibad menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Ibad sampai di lantai dua kemudian melihat ke dua sisi koridor. Ia berjalan ke sisi kanan, menyusuri empat kamar dari kamar nomor 13-16, membuka pintu kamar satu persatu dan terlihat kosong.

Ibad sampai di ujung koridor kanan, melihat jendela terbuka yang tersibak-sibak angin lalu menghampirinya kemudian melihat keluar ke arah pepohonan dekat bukit dan gubuk genset, lalu menutup jendela.

Ibad berjalan menuju koridor kiri lantai dua, menyusuri empat kamar nomor 17-20, membuka pintu kamer 17 dan melihat barang bangunan: kaleng cat, koas, kotak perkakas, tangga, kain putih, triplek, kemdian menutup kembali pintu.

Ibad berjalan lagi lalu membuka pintu kamer 18 dan melihat barang furniture: empat meja seragam yang ditumpuk, papan-papan bakal dipan, dan bor beserta baut dan mur berserakan, kemudian menutup kembali pintu.

Ibad mencoba membuka pintu kamar 19 namun terkunci lalu mencoba sekali lagi namun benar terkunci, kemudian menempelkan telinga, nemun hening, lalu jarinya siap mengetuk namun batal.

Ibad berjalan mendekati kamar 20 lalu membuka pintunya, melihat jendelanya terbuka, kemudian masuk mendekati jendela, lalu mengeluarkan kepalanya dengan menoleh ke kanan lalu terkejut oleh suara dan penampakan Bima.

BIMA

Ngapain, Bad?

 

IBAD

Hah! Mas Bim! ngapain mas?

 

Terlihat Bima sedang duduk di balkon kamar 19 melepas earphone, dengan kamera bertripod di sampingnya dengan lensa mengarah ke pantai.

BIMA

Lagi ngerekam pemandangan buat timelaps. Mumpung cerah. Kamu ngapain?

 

IBAD

Euh, ini, Mas. Disuruh Mba Erna ngecek kamar atas.

 

BIMA

(Mengerutkan kening)

Malam-malam gini? Kenapa ngga besok aja, sih?

 

IBAD

Mba, Erna minta mastiin sekarang. Takutnya ada yang make kamar VIP, karena catnya masih basah.

 

BIMA

Oh, tenang aja, Aku tau kok catnya masih basah.

(Mengarahkan pandangan pada kursi yang sedang diduduki)

Kalau kursi ini aman. Aku nggak bakal tidur di kamar ini. Paling satu jam lagi juga selesai.

 

IBAD

Oke, Mas Bim. Yang penting aman.

 

BIMA

Aman, lah, Bad. Santai saja. Jangan terlalu tegang. Cukup Mba Erna yang tegang.

(Lalu tertawa)

 

IBAD

(Tertawa tipis)

Iya, Mas Bim. Dilanjut. Saya turun lagi.

 

BIMA

Oke, Bad. Istirahat, lah.


IBAD

Siap, Mas Bim.

 

Terlihat Ibad memasukan kembali kepalanya lalu menutup jendela, sementara Bima memasang kembali earphonenya.

POV dari kamera Bima: Pantai dan ombak yang bergulung-gulung, dengan bulan dan bitang serta lampu kapal nelayan.

 

Dip to Black


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar