Cinta dari Fort de Kock
9. Revolusioner yang Romantis
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Mei 1945

EXT. RUMAH — SIANG

Situasi sepi. Jalan di depan halaman rumah lengang.

Dengan pakaian agak lusuh dan rambut panjang, untuk menyamarkan penampilan, Han mengetuk sebuah pintu. Cambang kembali tumbuh lebat menutupi mukanya.

AHMAD SUBARJO

Siapa kamu?

HAN

Rupanya kamrad telah lupa siapa saya…

Ahmad Subarjo telah mengenali suara Tan. Penampilan Tan benar-benar membuatnya pangling.

AHMAD SUBARJO

Masuk.

Han duduk di kursi di ruang tengah. Ia menyandarkan punggungnya yang terasa kaku, dan lelah. Berhari-hari, berminggu-minggu ia berjalan, numpang truk, dan naik bus. Berpindah-pindah tempat.

AHMAD SUBARJO

Kau tampak lelah. Sebentar.

Ahmad Subarjo masuk ke dapur. Ada suara percakapan. Ia kemudian keluar lagi.

Dia duduk di depan Han, dan tersenyum.

AHMAD SUBARJO

Apa kabar, bung?

HAN

Sehat, itu yang penting, juga selamat!

AHMAD SUBARJO

Betul.

Ahmad Subarjo tersenyum. Wajahnya tampak tahu arti kata selamat itu pada diri Han.

Ibu Subarjo datang dengan nampan berisi gelas teh hangat, dan makanan.

Han tersenyum, dan mengangguk. Ibu Subarjo tampak memandangi Han, merasa sedikit aneh dengan penampilan Tan yang dekil dan awut-awutan. Tapi kemudian dia juga tersenyum, dan mengangguk hormat.

AHMAD SUBARJO

Mari diminum.

Ahmad Subarjo minum, diikuti oleh Tan.

Kemudian mereka juga mengambil makanan, roti kering, dan mengunyahnya perlahan-lahan.

Saat demikian terdengarlah salam masuk rumah, suara wanita. Ahmad Subarjo membalas salamnya, dan masuklah seorang perempuan.

Wanita itu mengangguk hormat pada Han, perempuan yang manis. Dan kemudian ia masuk ke belakang.

AHMAD SUBARJO

Dia adalah ponakanku.

Han mengangguk.

Han dan Ahmad Subarjo kemudian mengobrol, tampak akrab. Bicara tentang kondisi negara, Jepang, Belanda, dan luar negeri.

AHMAD SUBARJO

Kepandaianmu menyamar juga berhasil menyelamatkanmu ya, juga dengan penguasaan bahasa asing…

HAN

Iya tapi pernah sekali ditangkap, ditembaki di Manila, dan ditawan dua bulan di Hongkong. Intel Inggris itu seperti anjing Herder, pandai mengendus buronan! (Han sembari tertawa)

Ahmad Subarjo ikut tertawa.

AHMAD SUBARJO

Mandilah dulu, kau tampak lama tak mandi, kasihan orang di dekatmu.

Ahmad Subarjo tersenyum

Han mengangguk, dan tertawa kecil.

AHMAD SUBARJO

Handuk dan baju sudah disiapkan. Kamar juga. Istirahatlah….

 HAN

Terima kasih, Kamrad.


INT. RUANG MAKAN — MALAM

Han telah berganti baju baru. Cambang dan jenggotnya juga telah rapi. Rambutnya juga disisirnya rapi. Penampilannya berubah banyak.

Duduk di kursi melingkari meja makan: Han, Ahmad Subarjo, istrinya, dan keponakan itu.

AHMAD SUBARJO

Ayo kenalan dulu sama Om…

Gadis ponakan itu mendekati Han, dan mengulurkan tangan. Han berdiri, menyambut tangannya. Mereka bersalaman.

HAN

Han.

PONAKAN

Hanya Han?

HAN

Bukan hanya Han. Han. Namaku: Han.

Gadis itu tersenyum. Han juga tersenyum.

PONAKAN

Paramita.

HAN

Hanya Paramita?

PARAMITA

Paramita Abdurrachman

HAN

Nah, begitu…

Han tersenyum. Paramita tersenyum, dan kemudian mereka duduk di kursi masing-masing.

 

INT. RUMAH — PAGI

Han duduk di ruang tengah. Ia memainkan piano dengan lembut dan indah. Paramita terpesona, ia mendengar dari balik jendela kamarnya.

Ahmad Subarjo sedang di luar. Ada acara. Ibu Subarjo sedang memasak di dapur. Selama berhari-hari di rumah temannya itu, Han hanya di rumah, tak pernah sekali pun keluar, kerjaannya membaca, mendengar radio, dan memainkan piano.

Terdengar suara bendi dari luar. Han mengintip. Ia tersenyum.

Han masuk kamar berganti penampilan. Ia memakai topi, kacamatanya dilepas, dan memakai kaos dan celana lusuh. Tanpa sandal dia keluar lewat pintu samping. Dan tiba-tiba dia sudah berada di jalan, seperti orang asing. Bendi yang berada di tepi jalan itu dinaikinya, ia mengendarai bendi itu, menjadi kusir.

PARAMITA

Ia seperti Tuan Han.

Wajahnya tampak kaget. Paramita menutupi mulutnya dengan tangan.

PARAMITA

Ya Tuhan, Tuan itu menyamar jadi kusir bendi.

Paramita lalu tersenyum, dan tertawa kecil, cekikikan. Ibu Subarjo mendengarnya.

IBU

Apa yang kau tertawakan? Kau sudah gila ya?

Ibu Subarjo jadi ikut tertawa cengengesan.

Paramita menggeleng, dan terus tertawa.

PARAMITA

Ibu tak tahu tabiat tamu kita, Tuan Han?

IBU SUBARJO

Ibu sudah tahu. Pamanmu sudah cerita…

PARAMITA

Tapi belum lihat langsung khan?

IBU SUBARJO

Awas hati-hati, pelan-pelan bicara, Tuan Han bisa ketahuan. Dia bisa ditangkap Belanda lagi.

Kata Ibu Subarjo sambil menutup mulutnya dengan jari.

Paramita spontan menutupi mulutnya.

IBU SUBARJO

Memangnya kau tahu?

PARAMITA

Barusan aku melihat Tuan Tan jadi kusir bendi….

IBU SUBARJO

Apa iya? 

Ibu Subarjo lantas mencari ke tempat piano.

IBU SUBARJO

Lha tadi masih main piano. Sekarang enggak ada….

PARAMITA

Iya habis jadi musisi sekarang jadi kusir, hehehehe.

Tawa Paramita cekikikkan.

IBU SUBARJO

Hussssh !

Jari Ibu Subarjo menutupi mulutnya lagi.

IBU SUBARJO

Jangan-jangan kau suka padanya ya, sepertinya kau memerhatikannya….

Paramita terdiam, ia tersenyum kecut.

IBU SUBARJO

Dia jauh lebih tua ketimbang umurmu. Mungkin selisih 15-20 tahun kalian.

Paramita menggeleng.

 

INT. RUANG MAKAN — MALAM

Han, Ahmad Subarjo, Paramita, dan Ibu Subarjo melingkari meja makan. Mereka tampak berdoa sebelum makan.

AHMAD SUBARJO

Mari, ayo bung. Kita makan….

Han tersenyum, dan mengangguk.

Ibu Subarjo mengambilkan nasi, sayur, dan lauk untuk suaminya. Paramita mengambil buah apel, dan menggigitnya perlahan.

Han menuangkan teh hangat dari sebuah teko.

Setelah Ibu Subarjo selesai menyiapkan makanan untuk suaminya. Paramita baru mengambil nasi, lauk, dan sayuran, dan kemudian Han menyusul.

Mereka kemudian makan dengan pelan dan tenang.

AHMAD SUBARJO

Kabarnya Jepang akan menyerah.

HAN

Oh…

AHMAD SUBARJO

Amerika mengamuk….

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar