Cinta dari Fort de Kock
7. Buronan Internasional
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. JALANAN — MALAM

Han berjalan dengan Kamrad dari Filipina. Mereka hendak rapat di sebuah tempat rahasia. Namun tak dinyana beberapa orang membuntutinya.

Si Kamrad tahu, dan mengajaknya segera menyelinap. Polisi rahasia Amerika/internasional memburunya karena mereka menjadi bagian penyerangan instalasi militer Amerika di Asia Tenggara, juga menjadi otak di berbagai kerusuhan dan demonstrasi di Hindia Belanda.

Mereka berhasil menyelinap, dan Kamrad mengajaknya memasuki gang sempit. Naas, saat berjalan di gang itu, dari ujung gang muncul sekawanan orang membawa pistol.

Han dengan cepat bersembunyi. Mereka langsung menembaki Han dan kawannya. Han berlindung dari balik tembok. Musuh lebih banyak sehingga berondongan senjatanya lebih beruntun dan ganas.

Kawan Han berhasil menembak seorang, yang langsung jatuh roboh. Musuh mengamuk dengan senjata otomatis. Han dan kawannya kewalahan.

Musuh maju, bergerak mendekat, dan menembak lebih beruntun lagi, sebagian tembok hancur. Han kaget, tubuh kawannya roboh di bahunya.

Kamrad Tan roboh dengan dada tertembus peluru, darah keluar dari lubang dadanya. Han menyangga tubuhnya dan merebahkannya perlahan-lahan di tanah. Mata Han berkaca-kaca.

Tembakan bertubi-tubi meluncur lagi. Seketika Han menjerit sakit, pahanya tertembus peluru. Darah merembes keluar dari lubang itu.

Han balas menembak dengan pistolnya, beberapa kali tembakan. Tak mengenai satupun musuh.

Tak dinyana, seorang musuh menembak tangan Han, membuat pistolnya terlempar jauh. Han tak berdaya. Tanpa pistol dengan paha bersimbah darah karena tertembus peluru.

Musuh berlari makin dekat. Saat kritis demikian, muncul kawanan Kamrad Han dari arah belakang, memberondong musuh dengan rangkaian tembakan tanpa henti.

Kamrad Han makin banyak berdatangan dari segala arah. Musuh berlarian menyelamatkan diri.

Han terselamatkan. Ia segera dilarikan ke dokter.

 

EXT. RUMAH SAKIT — SIANG

Han mulai sembuh. Ia sudah bisa berjalan walau pelan-pelan. Saat belajar berjalan di sekitar rumah sakit, sekelompok orang menangkapnya cepat.

Dua diantara mereka memakai seragam bergambar bendera Amerika kecil di badge. Lima orang langsung membawa Han masuk mobil.

Mobil melaju cepat.

Carmen mencari Han di kamar Rumah Sakit, bingung karena Han hilang.

 

INT. RUANG PENGADILAN — SIANG 

Satu bulan kemudian

Di ruang pengadilan. Duduk hakim di depan. Para jaksa dan pengacara, juga sedikit penonton sidang. Ada Carmen duduk di antara penonton.

Han di kursi terdakwa.

Pengadilan Manila memutuskan memvonis Han bersalah dan harus dideportasi keluar dari Filipina.

 

1929

EXT. RUMAH DI SHANGHAI — SIANG

Han terbaring sakit di sebuah kamar di rumah berumbai dedaunan kering di pedesaan Cina. Setelah dideportase dari Filipina, ia ke Tiongkok.

Penampilannya berganti lagi, tanpa cambang, hanya sedikit kumis dan jenggot yang panjang.

Seorang perempuan tua berpakaian tradisional Cina datang, memberinya semangkuk sup untuk makan.

Han duduk dan mengangguk hormat.

Ia pelan-pelan menikmati supnya.

HAN (VO)

Aku tak bisa terus menerus membebani keluarga ini.

Aku harus minta bantuan seseorang.

Ketukan pintu terdengar. Han berkata.

HAN

Ya …

Lelaki tua masuk, mengangguk dengan hormat, dan mendekati Han.

LELAKI TUA

Alimin datang di Shanghai…

HAN

Katakan aku siap mendapat tugas dari Komintern.

Lelaki itu mengangguk, dan ijin pergi. Tan mengangguk.


Satu minggu kemudian

EXT. PELABUHAN — SIANG

Han membawa koper lusuhnya. Hanya ada dua bendel tulisan dan beberapa helai pakaian. Juga sekuntum mawar yang sudah kering. Ia pelan-pelan mengambilnya, dan menaruhnya di saku bajunya.

Wajah Han tampak agak pucat, masih sakit.

Ia duduk di buritan, tempat yang selalu membuatnya damai. Han bersandar di pagar, dan memandang lautan luas.

Ia memegang mawar itu dengan tangan gemetar. Hatinya teringat kembali dengan Fenny. Dan ia menaruh mawarnya ke dalam saku kembali, dan kemudian menulis surat:

Dear Mawarku….

Di depanku, lautan membentang luas, wajahmu teringat lagi di benakku….

Senyummu mengobati kesepianku di tengah kacaunya bangsaku.

Namun mengingatmu selalu meneguhkanku untuk menjadi pejuang, revolusioner sejati

Menjadi tabah walau sendiri..

Teguh dan kukuh, seperti rajawali yang terbang sendirian, gagah dan perwira….

  Rajawali yang menantikan perjumpaan denganmu...

Sehelai surat itu dilipatnya, dan memasukkannya ke tas kecilnya.

Han menuju Burma, Myanmar. Singgah di Hongkong dulu.

Kapal bersandar di Hongkong. Ada plang dermaga yang menerakan tulisan Hongkong. Han baru berpikir, dan menyadari bahwa Hongkong dibawah persemakmuran Inggris. Dia segera memakai topi, dan kacamata. Dan mengubah gaya bajunya, beberapa kancing baju dilepaskannya, agak terbuka.

Orang-orang turun untuk bersantai sejenak di dermaga. Ada yang bermain-main dengan anak mereka di pinggir pantai. Ada yang langsung nyantai di warung tepi dermaga. Sebagian nelayan tampak istirahat, sebagian yang lain menyeret jaring hasil tangkapan ikannya.

Han ikut turun dari kapal, ingin santai sejenak, saat demikian tak dinyana, ada dua orang memepetnya. Tubuh mereka besar dan tinggi. Han hanya sebahu mereka.

Keduanya bule. Mereka menunjukkan kartu pengenal, intelijen Inggris.

BULE 1

Mr. Han...

BULE 2

Mr. Patjar Merah or Mr. Elias Fuentes...

BULE 1

If you want to live, follow us!!

Han merasakan sepucuk pistol mengenai pingangnya. Tak bisa tidak ia digelandang dua intel Inggris ini dalam diam. Mereka kemudian membawanya masuk mobil.

Han memejamkan mata. Sebagai seorang pelarian dan buronan internasional, ia harus teguh dan kukuh, namun seringkali ia merasa agak takut, apalagi berada di dalam mobil dalam acungan pistol.

Mobil melaju tenang, ke luar kota, dan memasuki sebuah bangunan. Hari mulai gelap, dan kedua lelaki itu memborgol Han. Mereka kemudian menyeretnya masuk ke dalam penjara.

Han disel selama dua bulan. Di sel dan tanpa aktivitas apapun membuatnya merasa kesepian, wajah Syarifah, Fenny, dan Carmen terbayang di ingatannya. Matanya berkaca-kaca.

 

INT. GERBONG KERETA — SIANG

Han duduk di sebuah kereta api yang bergerak menuju Amoy (Xiamen). Ia memeroleh kartu penduduk dengan nama Ong Soong Lee (CU).

Han tinggal di sebuah pinggiran kota. Penampilannya berubah jadi gundul, tanpa rambut sedikit pun. Jenggotnya sedikit dikuncir.

Tempat tinggal Han cukup ramai. Dan ia mendirikan Foreign Languages School (Sekolah Bahasa-bahasa Asing). Tak banyak siswanya tapi cukup membuat Han betah. Ada seorang gadis bernama AP yang kerap belajar Bahasa Inggris pada Han. Gadis 17 tahun yang sangat cantik.

HAN

Kenapa kau hari ini tampak murung?

AP

Tak apa, tuan guru...

Kata AP sambil menundukkan kepala.

Tampak wajah Han menyelidik. Han tahu bahwa gadis itu punya persoalan.

HAN

Ceritalah, siapa tahu dengan cerita kau bisa lega.

AP diam. Han menunggu dengan sabar.

HAN

Akan lebih baik kalau kita punya teman untuk berbagi cerita.

AP

Papa saya madat….

Beat

Han diam. Ia menunggu ceritanya lebih lanjut.

AP

Tiap hari kerjaannya hanya madat. Ibuku jadi sedih. Barang di rumah banyak dijual Papa buat madat.

Han mendesah.

HAN

Bersabarlah....

AP

Mereka mau bercerai…

HAN

Jangan terlalu memikirkan persolan orang tuamu. Pikirkan dirimu sendiri, kebahagiaanmu sendiri.

AP tersenyum, dan mengangguk.

HAN

Yang penting belajar yang cakap dan rajin. Jangan bergantung pada Papa. Bantulah Ibumu. Kelak kau pasti berhasil, bikin hatimu nyaman.

AP mengangguk.

Di lain hari, Han diajari Bahasa Tionghoa oleh AP. Han jadi makin mahir bahasa Tionghoa/Mandarin.

HAN

Xie xie….

Ucap Han kepada AP sembari membungkukkan badan.

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar