Cinta dari Fort de Kock
8. Pandai Menyamar
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

1937

EXT. PELABUHAN PENANG — SIANG

Sejumlah penumpang telah naik kapal. Ketika Han memberikan karcis dan Kartu Penduduk, seorang petugas mencurigainya. Langkah Han ditahan oleh petugas yang mengarahkannya ke ke depan kantor.

PETUGAS

Han Ming Siong?

Han mengangguk. Itu nama barunya.

Petugas itu menanyai Han terus, untung Han menjawab dengan singkat dan tenang. Dia berhasil lolos dari jebakan petugas.

Petugas coba mengajaknya Bahasa Melayu, Han menjawab dengan Bahasa Tionghoa/Mandarin. Petugas mengajak Bahasa Inggris, Han menjawab tetap dengan Bahasa Mandarin. Han tahu dia akan dijebak.

PETUGAS

Dari mana asalmu? Hindia Belanda? Malayu?

Han diam, pura-pura bingung. Ia mengangkat ke dua tangan dan bahunya tanda tak paham.

PETUGAS

Ni cong nali lai de? (dari mana asalmu?)

HAN

Wo laizi zhongguo (asalku dari Tiongkok)

PETUGAS

Ni zai dui wo shuohuang ma? (apa kau bohong padaku?)

HAN

Wo hen chengshi (aku jujur)

PETUGAS

Where are you going?

Han diam, ia pura-pura bingung. Ia kembali mengangkat dua tangan dan bahunya, tanda tak paham.

Han menyiapkan Ciak The, amplop berisi uang, dan ia menyelipkannya di bawah dokumen kepergiannya.

Akhirnya petugas itu membolehkannya naik kapal.

Han tersenyum kecil. Ia bergegas naik kapal dengan kopernya yang baru.

 

INT. KANTOR IMIGRASI — SIANG

Han berhasil mendapat paspornya dengan nama Han Ho Seng. Ia menerimanya dengan senang hati, sambil membungkukkan badan pada seorang petugas. Saat bersalaman, Han menyelipkan amplop berisi uang.

Penampilan Han jadi rapi, rambut kelimis diminyaki. Kumisnya tipis rapi, tanpa cambang dan hanya sedikit jenggot tipis. Ia memakai kaca mata.

Han menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah sekolah rendah di Singapura.

HAN (VO)

Intelligence Service Inggris yang kerjasama dengan Politieke Inlichtingen Dienst (Dinas Pengawasan Politik) Belanda sama tajam penciumannya dengan hardershond tulen! (anjing pemburu) Aku tak bisa berhubungan dengan orang Indonesia. Aku harus bergaul hanya dengan sedikit orang, dan itu hanya orang-orang Tionghoa agar selamat.

Han hidup sebagai guru anak-anak. Selama 5 tahun (1937- 1942) ia tinggal di Singapura dengan waspada dan hati-hati.

 

1942 

EXT. SEKOLAH — SIANG

Han termangu di depan sekolahnya yang sebagian bangunannya rusak.

HAN (VO)

Benar kabar berita kemarin, Jepang menyerang di mana-mana, menyerbu Indonesia dan juga Singapura.

Sekolah ditutup. Bangunan lain di sekitar sekolah turut hancur dibom Jepang. Tak ada siswa sama sekali, kursi-kursi dan bangku kosong. Aktivitas mengajar berhenti.

Wajah Han tampak sedih.

HAN (VO)

Tak ada pekerjaan di sini, tak ada uang. Jepang berkuasa di Indonesia. Ini kesempatan buatku untuk pulang.


TANAH AIR - 1943

Han naik kapal Fery. Ia menyebrang ke Sumatra. Han hidup di Medan. Ia sempat melihat kampung halamannya secara sembunyi-sembunyi.

Han ingin bergabung dengan kawan-kawannya yang sedang main kartu di gardu. Namun ia menahan diri, malah ia teringat dengan Syarifah.

HAN (VO)

Bagaimana kabar Syarifah sekarang?

Mata Han berkaca-kaca.

HAN

Aku mau ke Jakarta. Tapi tetap harus hati-hati, Belanda masih banyak di negeri ini. Membonceng NICA.

 

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar