The Idol

Tepat sebulan, Virendra akhirnya berhasil menepati janjinya.

Kini. . . gadis itu bisa melihat idolanya sesuai dengan permintaanya atas bayarannya yang telah menolongku.

Virendra menatap gadis di depannya yang sibuk terpesona dengan ketampanan aktor Alsaki yang sedang mengadakan jumpa fans di seberang jalan.

"Hanvi, kenapa kamu hanya melihatnya dari jauh? Jika kamu ingin, aku bisa membawamu ke sana bertemu dan bersalaman dengan Alsaki. Kau tahu, aku juga seorang aktor. Membawamu ke sana untuk bertemu langsung dengan Alsaki bukanlah hal yang sulit bagiku."

Hanvi menjawab Virendra masih dengan menatap Alsaki dari kejauhan.

"Kau bisa lihat sendiri, aku lahir dengan wajah yang jauh dari kata cantik. Dua adikku terlahir dengan wajah cantik, Ibuku juga cantik. Hanya aku satu - satunya yang berwajah tidak cantik karena mirip dengan ayahku. Karena itu, untuk beberapa alasan aku sangat terobsesi dengan kecantikan. Alsaki, dia punya wajah yang sangat tampan sebagai idola. Senyumannya bisa membuatmu melupakan segalanya. Sikapnya yang rendah hati benar - benar membuatku kagum. Di mataku, Alsaki adalah sosok yang sempurna," jelas Hanvi. "Kalian para idola berdiri di tempat yang jauh yang tidak mungkin bisa kugapai. Beberapa dari kalian para idola menginginkan hal kecil yang sederhana, yakni sebuah privasi dan waktu sendiri. Kalian berharap ada saatnya untuk tidak dikenali. Untuk itu, aku akan jadi salah satu penggemar dan pengagum yang memberikan idolanya waktu sendiri dan privasi. Karena itulah, aku memilih melihat dari jauh. Mengagumi dari kejauhan."

Virendra tersentak mendengar jawaban yang selama sebulan ini telah ditunggunya. Selama sebulan ini, Virendra selalu penasaran alasan di balik permintaan Hanvi untuk melihat Alsaki dari kejauhan.

Alasan yang sederhana sekali. Aku sungguh tidak menyangka akan sesederhana ini.

"Lalu katakan padaku, Hanvi. Kenapa kamu tidak memandangku dari kejauhan sama seperti apa yang kamu lakukan pada Alsaki? Aku juga idola sama seperti Alsaki," tanya Virendra.

"Kamu masih bertanya alasannya?"

"Aku bertanya karena aku tidak tahu jawabannya," jawab Virendra.

"Karena aku tidak menganggapmu sebagai idola. Setelah sebulan waktu yang kuhabiskan bersama denganmu, mengikuti ke mana pun kamu pergi, aku tidak menganggapmu sebagai idola. Aku menganggapmu sebagai teman."

Virendra tersenyum memandang punggung Hanvi.

Akhirnya aku menemukan orang yang tepat.

Virendra berjalan maju tiga langkah dan memeluk Hanvi dari belakang.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Hanvi terkejut.

"Bisakah mulai hari ini, kamu hanya melihatku? Tanpa aku sadari, sebulan bersamamu aku perlahan mulai menyukaimu. Tanpa sadar, aku jatuh cinta padamu."

Hanvi memaksa melepaskan dirinya dari pelukan Virendra dan berbalik memandang Virendra.

"Sekarang aku sudah melihatmu. Kamu puas?"

Virendra menggelengkan kepalanya.

Hanvi tersenyum kecil dan kemudian memeluk Virendra.

"Sekarang sudah puas?"

"Ya."

"Mulai hari ini, aku hanya akan melihatmu."

Dasar Virendra bodoh, hari ini impianku menjadi penggemar Alsaki telah terwujud dan di hari ini juga aku mengundurkan diri sebagai penggemar Alsaki.

Sebulan bersamamu, tanpa aku sadari aku mulai mengagumi, Virendra. Karena itu, untuk terakhir kalinya aku ingin mengucapkan selamat tinggal pada Alsaki. Mulai hati ini, aku adalah penggemarmu, Virendra.

5 disukai 7.3K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction