Veränderung

Sayapnya sudah patah. Warna pelangi nya telah pudar menjadi abu abu. Langitnya telah menghitam kembali. Beberapa permen kapas yang sudah ditandai menjadi momen-momen kebahagiaan berubah menjadi tak tertata. Ledakan balon besar yang berisi ketakutan sudah membuatnya membatu. Laki-laki itu memeluk tubuhnya sendiri dalam keaadaan yang tidak sebahagia sebelumnya. Ia ketakutan, menangis dalam diam dengan bahu yang terus bergetar.

"Cowok cemen! Cengeng! Manusia kerdil! Culun! Gue tindas lo hahaha!"

Kebiasaan baru setelah pulang sekolah yaitu menemui anak anak SMP kelas kakap yang beraninya adu otot kepada anak SD kelas 3. Febian salah satu korbannya, ia selalu dihadang di pertigaan pasar baru. Memalak uang saku Febian disetiap harinya. Febian selalu ditertawakan, dipukuli, yang lebih parahnya lagi dilecehkan oleh mereka. Ia selalu ketakutan ketika dirinya akan pulang ke sekolah.

Febian marah ketika Aryo (anak SMP) itu menginjak punggungnya yang tadi dijatuhkan oleh Bimo (teman Aryo). Ia berteriak untuk meminta pertolongan. Namun, suaranya terlalu kecil untuk berteriak. "Aku udah kasih kalian uang. Tapi, kenapa kalian selalu gangguin aku!"

"Karena lo cemen! Anak didikan bunda panti asuhan yang lemah kaya lo, pantesnya biar gue tindas sampai mampus," ujar Bimo.

"Jangan! Lepasin aku!"

Nyatanya, di pertigaan itu sama sekali tidak ada orang. Selalu sepi karena pertigaan itu merupakan jalan buntu. Bimo kemudian menarik kerah baju Febian dan menyuruhnya untuk berdiri. Dengan tubuh yang sedikit lemah ia berdiri. Baju merah putihnya tidak lagi bersih dan rapih, akan tetapi berubah menjadi kotor dan sangat berantakan. Pasti Bunda panti dan anak-anak panti yang lainnya akan menanyakan perihal ini.

"Kali ini terakhir gue malak lo. Tapi, kalau lo bilang-bilang masalah ini kesiapapun itu, gue banting lo sampai remuk, mau?!" katanya begitu keras.

Febian langsung menggelengkan kepalanya. Ia lalu mengusap air matanya dan menunduk dalam-dalam. Aryo dan Bimo tertawa keras, namun sedikit menakutkan bagi Febian.

"Pulang lo sana!"

Sembari mengambil tas spiderman-nya di atas tanah, Febian mengangguk pelan. Kemudian, punggungnya ditendang keras oleh Bimo dan jatuh kembali. Mereka tertawa bahagia. "Spiderman yang ada di tas lo itu nggak bakalan bisa bantuin lo kalau lo lagi sengsara! Kalau milih apa apa yang bagusan dikitlah, bego," ujar Aryo.

Siang itu merupakan kejadian terakhir yang membuat Febian ketakutan untuk keluar panti. Ia menjadi trauma ketika melihat anak anak seumurannya memakai seragam SMP. Peristiwa pembullyan terhadap Febian beberapa tahun yang lalu masih membekas sepenuhnya dikepala milik laki-laki itu. Perubahan yang dialami oleh Febian termasuk perubahan mental yang tidak cukup kuat. Benteng kokohnya sudah rapuh menjadi butiran abu

Sampai kapanpun itu, Febian tidak akan pernah bisa melupakan tentang pengalaman terburuk yang pernah dilaluinya.

10 disukai 7.1K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction