Aku Mencintaiku

Kulihati jam tangan yang melingkar di lengan kiriku, huhh hanya tinggal hitungan detik acara akan dimulai.

Ini adalah sebuah acara Seminar Nasional yang pertama kali dilaksanakan oleh

kampusku.

Kampusku adalah kampus baru, usianya sama seperti adikku

yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Beruntung kami telah

mendapatkan akreditasi B awal tahun lalu. Sebagai salah satu bentuk dari

pengabdian kami kepada dunia pendidikan di negeri ini, kami melaksanakan

Seminar Nasional dengan tema yang sangat cocok untuk para pemuda era modern

dengan pemateri orang-orang hebat dari ibu kota.

 

Berkali-kali aku mehela napas panjang untuk menenangkan

diri yang gugup, aku bahkan dapat mendengar suara detak jantungku sendiri

dengan jelas. Ini adalah pertama kalinya aku akan berbicara di hadapan banyak

orang dan disaksikan langsung oleh Pak Walikota. Kugosok-gosokan kedua telapak

tanganku yang mulai dingin, sambil menoleh kesekiling aku mencoba untuk menebar

senyuman ramah.

Aku memang tidak begitu menyukai keramaian, tidak menyukai diperhatikan banyak orang, sangat takut jika mereka menyaksikanku melakukan kesalahan diatas panggung. Aku bukanlah mahasiswa yang popular, tidak pintar dengan nilai dominan C, aku banyak diam juga sering tak tampak dan banyak yang tidak mengetahui keberadaanku di kampus.

Semenjak menjadi penanggung jawab acara, aku menjadi lebih

aktif dan sering berinteraksi dengan banyak orang baik itu sesama mahasiswa,

dosen, para stakeholder, pemateri dari ibu kota, juga dengan pak Walikota yang

sebelumnya aku bahkan tidak pernah bertemu dengan beliau. Melelahkan memang, setiap

kali selesai rapat atau pertemuan dengan beberapa stakeholder aku selalu merasa

pusing dan sangat lemas.

---

“Selanjutnya adalah sambutan dari Penanggung jawab acara,

Damar Andreas dipersilahkan.” Pembawa acara memanggilku dengan suara yang

sangat nyaring.

Aku segera bangkit dari tempat duduk, kuberi salam kepada

para tamu penting lalu melanjutkan langkah menuju mimbar diatas panggung.

Kakiku terasa sangat kaku tapi aku kembali tersenyum mencoba untuk menetralkan

perasaanku sendiri. Kuhembuskan napas panjang sebelum akhirnya aku memulai

sambutan.

Ratusan mata tertuju padaku, mereka semua memperhatikan

tiap kata yang keluar dari mulutku, hal itu membuat kepalaku mendadak pusing. Aku

mengakhiri sambutan dalam sepuluh menit, setelah aku mengucapkan penutup para

peserta memberiku tepuk tangan yang sangat meriah. Hal itu membuatku terkejut,

aku merasa seperti seorang pahlawan yang berhasil menyelamatkan anak kecil ditengah

kebakaran gedung.

Salah seorang dosen langsung mengirimi pesan yang isinya sangat melegakkan hatiku dan membuatku sumringah. “Kamu keren, Nak. Bapak bangga sama kamu.”

Beliau memang selalu memberiku semangat dan beliau pernah bilang kalau kita harus percaya dengan kemampuan diri sendiri, jika kita ragu bagaimana bisa orang lain akan percaya dengan kita.

“Mantap Bro! Nilai ketampananmu langsung naik 100 persen!” Justin, Presiden

Mahasiswa mengirim pesan singkat dengan banyak tanda seru. 

Lega sekali rasanya aku dapat membunuh rasa takut di depan

para peserta seminar.

Senyum bahagiaku tidak berhenti hingga acara berakhir. Aku

sangat ingin menangis karena merasa bangga dengan semuanya. Acara yang selama

ini kami dambakan akhirnya terlaksana dan selesai dengan baik.

Selanjutnya, aku ingin menyampaikan presentasi atau pidato

dihadapan pak Presiden. Itu adalah target terbesarku, aku ingin menjadi orang

yang bermanfaat untuk orang lain.

1 disukai 4.7K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction