Who Is?

Aku membeli sebuah apartemen di lantai 7. Sebuah apatemen yang sudah lama aku idamkan. Ada jendela besar yang langsung menghadap sungai di tengah kota pada ruangan yang akan aku pakai untuk ruang santai. Aku akan menempatkan karpet bulu berwarna putih dan sofa panjang berwarna pink pastel di ruangan itu. Juga tivi LED 32inci. Pacarku menyetujuinya. Ia tersenyum riang ketika pertama kali memasuki ruangan itu. Aku akan tinggal di apartemen ini dengannya.

“Dapurnya luas kan?” ia bertanya padaku dengan senyum yang masih mengembang.

“Tentu saja.” Aku berjalan menuju dapur. Ia mengikutiku dari belakang. Pacarku yang akan sering menggunakan dapur. Ia pandai memasak. Aku sebaliknya. Ia juga pandai mengurus rumah. Sebenarnya aku juga, tapi pacarku lebih sering melakukannya.

“Kau menyukainya Al?” aku memeluk pungungnya dari belakang. Ia sedang memeriksa air kran. Punggung Alvaro sangat lebar.

Ia berbalik dan memelukku. Dada bidangnya menyambutku. Tangan kekarnya merengkuhku erat. Dulu seingatku Al tidak sebesar ini. Tubuhnya semakin terlihat besar dan kekar ketika ia mulai rajin pergi ke Gym. Aku mendongak untuk menatap ekspresinya yang imut. Ya, walau tubuhnya besar, kepribadian Al sangat menggemaskan. Ia sering membuat ekspresi-ekspresi lucu di depanku. Apalagi jika suasana hatinya sedang baik.

.

Satu bulan aku tinggal di apartemen itu, semuanya terlihat baik. Aku sudah selesai mengisi semua ruangan dengan perabotan baru. Alvaro juga sudah memenuhi kamarnya dengan semua perabot yang ia mau. Kami tidur di kamar terpisah, walau sebenarnya awalnya aku menawari agar kita menempati satu kamar saja. Namun ia menolak. Aku hanya tertawa mendapat penolakannya saat itu.

Alvaro bukan pekerja kantoran. Ia adalah produser music, jam kerjanya tidak menentu. Sementara aku adalah pekerja kantoran yang jam kerjanya selalu sama. Lebih banyak over time dan pulang malam. Alvaro yang lebih sering berada di rumah. Ia juga yang selalu memasak makan malam untukku. Anehnya makan malam yang ia hidangkan selalu masih hangat. Apa ia selalu menyempatkan memasak masakan baru setiap kali aku bilang padanya jika aku akan segera pulang? Lain kali aku harus bilang padanya untuk tidak usah repot-repot seperti itu.

Tapi ada yang janggal. Makanan-makanan yang Alvaro siapkan benar-benar masih hangat. Malam ini aku tersadar akan sesuatu. Aku mencarinya. Tapi tidak kutemukan Al dimanapun. Kamarnya gelap, lampu kamarnya mati.

“Al. kau dirumah?” tidak ada jawaban.

Kuhubungi nomor ponselnya. Tidak ada jawaban.

“Al.” kupanggil sekali lagi. Tidak ada yang menyahut.

“Al.” kali ini panggilanku di jawab.

“Aku dikamar.”

Aku tercekat. Jantungku nyaris melompat dari tempatnya. Aku tidak berani menoleh.

“Kau memasak untukku?” aku bertanya dengan suara yang bergetar.

“Selalu.” Ia menjawab.

Air mataku terjatuh. Aku ketakutan. Seharusnya aku tersadar dari awal. Al menyiapkan makanan yang nyata untukku semenjak aku pindah ke apartemen ini. Itu salah. Seharusnya aku menyadarinya. Jika itu bukan Alvaro.

Karena dia sudah mati. Satu tahun yang lalu.

Sosoknya setahun terakhir hanyalah imajinasiku.

Lalu siapa yang memasak untukku?

###

 

1 disukai 2 komentar 4.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@tirafitri1122 : plot twist banget misal beneran satu kamar trus pas buka selimut tengah malah, tadaaa. bentuknya mengerikan
Sadar kak!!!!!
Kalian masih pacaran kok hendak satu kamar 😌😌
Saran Flash Fiction