Disukai
0
Dilihat
10
Rapat Dewan
Komedi
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Berghibah itu bagaikan berkipas ditengah asap jerami yang terbakar. Benar api dipermukaan sudah padam namun asapnya kemana-mana, semakin besar dan pekat hingga melupakan si api yang sebenarnya. Jika cerita itu benar maka jadi ghibah namun jika tak benar maka jadi fitnah."King Salman Al Farizi

***

Jangan Marah sama bu Titik ya ..

Dia hanya manusia biasa ..

Yang hidupnya tak lengkap..😁😁

***

"Sayuurr! Ibu-ibu yahud, emak-emak denok, nona-nona cantik. Ayo merapat! Sayurnya masih seger, seseger gosip selebritis!"Teriakan khas abang penjual sayur sudah terdengar di pukul delapan pagi.

Dan seperti biasa, para fans garis keras pun berdatangan dari balik pagar-pagar rumah di blok A Komplek Permata Indah Regency itu.

"Bu Mar, hari ini mau masak apa?" tanya Arsy yang baru selesai menyiram koleksi tanaman hiasnya.

"Lah Mbak Arsy pengen maem apa? Nanti Saya masakkan."

"Pengen yang berkuah dan seger," jawab Arsy seraya meraih gelas berisi air putih dan meminumnya.

"Bagaimana kalau masak soto kudus saja, Mbak?"

"Bu Mar bisa masaknya?"

"Bisa, Mbak! Adik saya loh punya kios soto di Alun-Alun Kidul. Jadi hafal cara membuat dan bumbunya karena sering bantuin."

"Yo wes, ayo Bu Mar. Kita beli bahannya."

"Yo wes, ayo Mbak," jawab Bu Mar lantas menutup pintu dapur.

Arsy yang tengah hamil lantas memeluk lengan Bu Mar sebagai tumpuan.

Biasanya, sang suami tampannya yang menemani ketika Arsy jalan pagi. Akan tetapi sejak kemarin King Salman tengah berada di Surabaya untuk urusan pekerjaan.

Suara ramai obrolan ibu-ibu pun terdengar mulai dari harga cabe yang naik turun, discount 70 - 100% di mall bahkan sampai sekolahnya anak juga pekerjaan suami, acara selebritis dan perkara hutang luar negeri mereka bahas, bahkan ada yang nyenggol masalah pemilu seperti topik obrolan pagi ini.

"Wuih, rame ya, Bu. Sampai ndak kelihatan penjual sayurnya,"komentar Arsy saat langkah mereka sudah dekat dengan pedagang sayur keliling yang selalu mangkal di pos kamling.

"Iya, Mbak. Karena Mas Harjo ini datanganya pagi sekali dan lengkap barang dagangannya. Mbak Arsy duduk saja di situ njih, biar ndak pegel."

Bu Mar membantu majikannya duduk di pos kamling. Setelahnya dia memilih bahan membuat soto kudus.

"Ehh Jeng Arsy . Mau belanja toh," sapa bu Titik si lambe lamis di komplek rumahnya . ( banyak bicara)

"Rencananya sih, Bu,"jawab Arsy sopan seraya mengeluarkan ponselnya.

Sementara bu Mar memilih sayur yang mau dimasak hari ini.

"Lah kok rencanannya. Biasanya kan kalau ke tukang sayur mau belanja toh mbak. Masa ya cuma mau jalan-jalan."

"Kalau ada yang pas dihati ya belanja bu. Tapi kalau nggak ada ya liat-liat saja,"jawab Arsy kalem sembari fokus ke layar ponselnya.

Bu Titik melengos dan menoleh ke ibu lainnya.

"Eh, Jeng. Tahu tidak. Si Wulan anaknya Sarmini itu loh. Tiap hari saya lihat pulangnya malam terus. Bahkan pernah sampai pagi."

"Lah ngapain si Wulan kok sampai pagi baru pulang, Bu Titik."

"Ya ndak tahu, katanya sih kerja. Tapi kantor mana yang masih buka di atas jam delapan malam sampai subuh?" ucap Bu Titik mengebu-gebu.

"Tapi biasanya si Wulan selalu pulang sore kok, Bu." Seorang ibu lainnya membela si Wulan .

"Lah itu kan biasanya. Ini yang tidak biasa."Bu Titik tetap tegar dengan pendapatnya.

"Takutnya si Wulan itu terikut perempuan-perempuan ngga baik," kata ibu lainnya sembari memilih terong.

"Loh, bukannya si Wulan sudah tunangan sama anaknya pak Thoha yang tentara itu toh?"

"Kabarnya sih gitu. Tapi Sigit kan lagi dinas di Papua."

"Woo bisa jadi. Mentang-mentang tunangannya dinas jauh. Dia kelayapan."

"Huss ngga baik, Bu. Itu namanya berburuk sangka. Dan ujungnya bisa jadi fitnah." Bu Mar mengingatkan dan di iyakan oleh ibu lainnya yang bukan anggota Titik Fans Club .

"Bukan berburuk sangka Bu Mar. Tapi kita ini menjaga-jaga. Jangan sampai si Wulan jadi pelakor disalah satu dari kita." Bu Titik membela diri .

"Memangnya mbak Wulan serendah itu ?" Arsy tak tahan untuk tidak berkomentar.

Wanita itu menutup layar ponsel dari chatingan dengan sahabatnya.

"Jeng Arsy. Jangan melihat dari wajahnya yang santun dan pakaiannya yang tertutup. Itu hanya kamuflase saja. Banyak jaman sekarang, pakaian nutup aurat hanya buat nutupi kelakuan sebenarnya. Cuman sekedar buat gaya, padahal sholat saja belang kucing. Terus jadi simpanan pria kaya."

"Bu Titik ini loh. Sudah seperti pengamat saja. Sering baca novel romance ya, Bu?" Arsy terkekeh mendengar gosip panas pagi ini.

Ingatannya melayang ke sebuah Film pendek hasil karya anak negeri yang menceritakan beberapa ibu sedang asik berghibah ria, mengghibahkan seorang wanita. Dan tokoh utamanya ya hampir mirif dengan bu Titik ini.

"Lah perempuan baik-baik mana yang bekerja hampir 24 jam. Pulang tengah malam bahkan pulang pagi."

"Setahu saya mbak Wulan itu kerja di Kantor KPU, Bu. Itu loh kantor yang ngurusin Pemilu. Lah sekarang kan lagi Pemilu makanya mbak Wulan sibuk. Saya pernah kok menghadiri acara dikantornya mbak Wulan." Arsy berusaha menjelaskan apa sebenarnya pekerjaan Wulandari gadis santun yang jadi topik obrolan pagi ini.

"Iya, bu Titik. Saya juga pernah ikut acara khusus perempuan bersama mbak Wulan itu, adik saya yang nyalon anggota Dewan saja kemarin mbak Wulan yang mengecek persyaratannya." Bu Minda yang sedari tadi diam kini ikut bicara .

"Memangnya benar kerjanya sampai malam?" Bu Titik masih berupaya memperbesar api.

Namun sebagian ibu-ibu sudah banyak yang pulang dengan belanjaan masing-masing, begitu juga dengan Arsy yang bersiap akan pulang kerumah tapi dia masih sempat memjawab pertanyaan bu Titik .

"Iya, Bu. Kalau pas Pemilu atau Pilkada memang waktu kerjanya 24 jam tapi kalau nggak ada kegiatan pemilu ya, pulang seperti pegawai kantoran lainnya jam empat sore."

"Tapi Jeng Arsy harus tetap waspada menjaga mas King. Masalahnya suaminya jeng Arsy itu terlalu tampan buat dilewatkan. Gagah, ganteng tambah sugeh, sopo sing ra kepincut karo garwone sampeyan jeng. Apalagi pas nanti mbak Arsy melahirkan."( gagah, ganteng tamha kaya, siapa yang tidak tertarik dengan suami anda jeng )

"Memangnya kenapa bu kalau saya melahirkan?" tanya Arsy dengan tatapan tajam dari sepasang netra abu-abu terangnya.

"Ya setelah melahirkan suami akan puasa selama 40 hari bahkan sampai dua bulan. Nah biasanya suami sudah mulai tuh gerah, cari pelampiasan."

"Memang Puasa apa bu? Senen kamis? Dan kenapa jadi gerah?"tanya Arsy lagi membuat semua yang ada disitu tersenyum penuh arti.

"Bukan puasa dari makan dan minum, Jeng. Tapi puasa batin alias jatah biologis. Nah pas dimasa itu, biasanya suami akan melirik wanita lain yang lebih seger dan seksi."

"Kalau itu namanya suami kurang ajar. Nggak punya ahlak. Istri abis bertarung nyawa melahirkan anaknya. Dia malah main perempuan. Kalau suami saya seperti itu sudah saya potong burungnya!" seru Bu Nissa berapi-api dan ditanggapi tawa yang lainnya.

"Tapi kalau suaminya seperti Pak King Salman atau Pak Dio apa yo berani motong burungnya. Lah eman toh. Karuan dikasih ke saya saja." Bu Selvie yang terkenal menor dalam hal make up dan berpakaian mulai angkat bicara.

Dan perlawanan pun tak berhenti saat bu Nissa kembali buka suara.

"Bu Selvie. Memangnya pak Salman itu bola Bisa dioper sana sini. Terus pak Ashori mau dikemana kan, Bu. Dibuang ke kawah gunung merapi?"

"Ya tentu saja tidak. Yang dirumah ya dirumah. Yang diluar rumah jadi selingan. Yang diluar loh bening dan kenyes-kenyes. Yang dirumah kan sudah bosen dilihat setiap hari."

"Mbok yo lek ngoco sing tetanan to bu Selvie. Jenengan mboten ningali nopo? Garwone mas Salman loh ayune koyo bintang film Turki tur awak'e juga apik, langsing berisi. Garwone mas Dio yo ayu koyo artis drama Korea. Opo yo beneh. Lek mas King lan Mas Dio, ijek purun ngelirik jenengan, berarti wes kentir lan picek." ibu Dina istri pak RT berkata sembari tertawa, merasa lucu melihat semangatnya bu Selvie dan bu Titik membicarakan suami orang lain. (Coba kalau berkaca itu yang benar bu Selvie. Anda apa tidak melihat? Istrinya mas Salman loh cantiknya seperti artis film Turki dan badannya juga bagus, langsing berisi. Istrinya mas Dio juga cantik seperti artis drama Korea. Kalau mas King dan mas Dio masih mau ngelirik anda berarti sudah gila dan buta)

"Jeneng'e wae wong edan, Bu RT! Bu Selvie karo bu Titik kuwi opo waras,"sungut bu Nissa sembari membereskan belanjaannya dan pergi setelah membayar. (Namanya juga orang gila bu. Bu Selvie sama bu Titik itu apa sehat)

"Ya kalau yang dirumah mau bening dan gagah. Ya dirawat toh, Bu. Jangan cuma diambil uangnya saja. Tapi badannya juga dirawat. Biar nggak ngelirik yang diluar." Kini bu Mar pun ikut bicara. Wanita itu sudah jengah mendengar obrolan tidak jelas ini. Ditambah sikap ngompori bu Titik dan Selvie terhadap majikannya.

"Lah, kamu Mar. Cuman pembantu loh kok ikut ngomong. Lah kenyataannya majikanmu itu ganteng dan kaya kok. Perempuan mana yang berani nolak kalau pak King atau pak Dio ngajak nginep di hotel." Bu Titik menyela tak suka, dia menatap bu Mar dengan tatapan menghina. Namun bu Mar tidak peduli .

"Justru karena Saya pembantu tidak saja membantu membersihkan rumah tapi juga membantu menjaga rumah majikan saya. Biar tetap akur dan tentram dari gangguan orang-orang tidak jelas."

"Bener itu. Inget-inget loh ibu-ibu. Jenengan kan punya anak perempuan juga laki-laki. Jangan sampai karma Gusti Allah menimpa jenengan karena nyeritain anaknya orang. Lagi pula ndak baik juga membicarakan kelebihan juga keburukan suami wanita lain apalagi sampai ngurusin isi rumah mereka. Ayo di kuatkan lagi ngaji biar lebar pahalanya." Ibu Syarifah istri mbah Munir menengahi.

Wanita itu sudah selesai belanja dan bersiap pulang."Monggo Saya duluan. Biar cepat selesai masaknya terus bisa nonton drama korea." Pamitnya sembari terkekeh."Ayo Mbak Arsy. Nggak kerumah ibu? Itu Fauzan lagi nggak sekolah karena demam."

"Ngeeh. Bu . Nanti Arsy dolan kerumah ibu sekalian jengukin Fauzan," jawab Arsy sopan, lalu beralih menatap bu Titik .

"Apa semua suami seperti itu, Bu?" Arsy ternyata masih penasaran dengan ucapan bu Titik.

"Bisa jadi. Karena sifat laki-laki kan begitu. Selalu mencari yang baru walau dirumah sudah ada," jawab Bu Titik merasa jadi pahlawan karena sudah mengompori tetangganya.

"Kalau semua suami seperti itu, berarti hal ini berlaku juga dong buat suami bu Titik." Arsy akhirnya tersenyum penuh kemenangan menatap wajah kesal bu Titik.

"Bu Titik loh, ndak punya suami, Jeng. Suaminya pergi ke Kalimantan dan nggak kembali sampai sekarang, kabarnya sudah punya istri lagi disana," celetuk ibu yang berbadan subur sembari menoleh sinis ke bu Titik.

"Oalahhh.. Ternyata begitu toh ceritanya!" celetuk ibu yang lainnya.

"Pantes semangat sekali kalau membahas laki-laki ganteng dan kaya."

"Ayo bu Mar. Kita pulang."

Arsy lalu kembali memeluk lengan bu Mar untuk menuntunnya hingga rumah.

Memasuki bulan ke delapan kehamilannya, perut Arsy terasa berat karena berisi dua bayi didalamnya. Sehingga kadang membuatnya cepat lelah.

Oleh karena itu King Salman Al.Farizi sang suami sudah mengistirahatkan istrinya dari semua pekerjaan. Baik tugasnya sebagai sekretaris pribadinya maupun sebagai konsultan sipil.

"Bu Titik, ada pantun buat, Jenengan,"ucap Arsy seraya kembali menoleh.

"Opo," jawab bu Titik galak .

"Bu Titik Bukan Koma, Ibu emang cantik, sayang ngga ada yang punya," ucap Arsy yang segera berlalu dari si lambe lamis bu Titik dan grupnya.

"Ayu ayu, sengklek!" pisuh Bu Titik sementara ibu yang lain malah menertawakan wanita empat puluh tahun itu.

"Ini bu Titik jadi belanja atau tidak? Kalau ndak belnja Saya mau keliling nganter pesanan pelanggan." Bapak penjual sayur akhirnya bersuara . Pria itu sudah jengah dengan obrolan unfaedah dari bu Titik si biang rusuh.

"Nggak jadi belanja. Daging sama hati sapinya sudah habis."

"Lah sampeyan dari tadi tidak bilang kalau mau daging dan hati sapi juga. Jadi ya saya kasih ke Jeng Arsy semua," sahut Abang penjual sayur itu.

"Ya sudah saya ngga belanja hari ini. Mau ke mall saja, makan siang di Starbuck,"ucap Bu Titik sombong .

"Memangnya makan apa di Starbuck, Bu ?"tanya bu Minda .

"Nasi pecel sama mie godok," jawab Bu Titik pasti sebelum berlalu dengan sepedanya.

"Moso yo iyo, neng starbuck ono menu sego pecel karo mie godok. Ono-ono wae," balas penjual sayur sembari menyalakan mesin motornya untuk selanjutnya keliling komplek. ( Masa ya iya, di starbuck ada menu nasi pecel sama mie godok. Ada-ada saja )

***

Arsy menyambut kedatangan King dari luar kota dengan penuh senyum. Dia sudah tak sabar bercerita tentang apa saja yang dia lakukan selama dua hari ditinggal suaminya.

"Ini titipan dari umi Hanum. Makanan kesukaan adek. Juga ada kado buat adek dari para santri dan ada madu asli dari abi," ucap King meletakkan kotak kardus besar diatas meja makan . Lalu kekamar mandi untuk cuci kaki dan tangan.

Arsy tampak membuka titipan oleh-oleh dari Umi Hanum dan matanya berbinar saat membuka kado dari para santriwati juga umi Hanum yang berupa sweater lucu untuk bayi juga ada sepatu rajut bayi yang semuanya terlihat imut dan lucu, ada juga hiasan sulaman untuk pajangan dinding,

"Umi sama Abi ngga kesini, Mas?"

"Nanti kesini saat adek lahiran. Karena sekarang Abi masih sibuk penerimaan santri dan santriwati baru. Lagi pula si Haerul kan mau ikut seleksi masuk universitas."

Arsy mengangguk. Dia teringat dengan Hairul dan Aisyah dua anak angkat Abi Saiful dan Umi Hanum yang sangat religius.

Arsy memasukkan semua makanan kecil oleh-oleh dari Surabaya. Yang besok akan dia bagi ke ibu Mar, Aurel yang merupakam sahabat sekaligus sepupunya dan tetangga kiri kanan juga depan rumahnya.

King mendudukkan diri disofa depan TV untuk sekedar menghilangkan penat setelah menyelesikan pekerjaan selama dua hari non stop dan duduk selama dua jam di pesawat dengan Rizal dan Zian yang menemaninya.

King tersenyum dan mencium kepala istrinya saat wanita itu mendudukkan diri disebelahnya setelah meletakkan secangkir teh panas dan sepiring bolu lapis surabaya diatas meja kopi.

"Adek ngapain aja, selama mas tinggal?" tanya King sembari mengelus rambut Arsy yang bersandar dibahunya.

"Yang pasti bernafas. Terus ngobrol sama bu Mar. Jalan-jalan pagi sama bu Mar dan Fauzan . Nonton anime. Kerumahnya Aurel ngangguin R Duo atau kerumahnya mbah Munir main sama Fauzan dan bantuin Mbah Syarifah bikim rengginang, terus ngurus kembang sama bagiin cabe sama tomat yang berbuah banyak ke tetangga."

King mengangguk, dan beralih meminum teh panasnya .

"Mas tau bu Titik sama bu Selvie nggak ?"

King menoleh menatap wajah istrinya dengan tatapan bertanya.

"Bu Titik , bu Selvie siapa ?"

"Itu loh,Mas. Yang rumahnya bercat kuning deket rumahnya pak Kasimin pemborong bangunan yang rumahnya deket pintu irigasi, kalau bu Selvie yang rumahnya dipojokan gang kalau mau kerumahnya mas Dio."

"Oh, kalau pak Kasimin mas tahu, tapi kalau bu Titik dan bu Selvie, mas nggak kenal."

"Ya lebih baik mas nggak perlu kenal sama bu Titik dan bu Selvie deh."

"Kenapa?"

"Tenyata bu Titik itu janda ditinggal kawin lagi dan hobinya nyinyirin orang lain. Kemarin saja dia abis nyinyirin mbak Wulan. Masa bu titik bilang kalau mbak Wulan itu perempuan ngga bener. Dan parahnya lagi disuruh hati-hati menjaga suami biar ngga digodain sama mbak Wulan. Terus dia juga bilang, adek harus hati-hati karena biasanya suami kalau istrinya melahirkan suka dilirik dan ngelirik perempuan lain. Malah bu Selvie mau nerima mas King kalau adek sudah bosen. Katanya mas itu ganteng dan seksi. Ihh adek kesel deh mas dengernya."

King tersenyum mendengar kalimat Arsy yang penuh dengan penekanan dengan kecepatan 200 ribu km/ detik hampir menyamai kecepatan cahaya yang 299 rb km /detik.

Dirapikannya rambut yang sedikit menutupi wajah Arsy, dan menarik pipi tembamnya pelan lalu bertanya dengan lembut.

"Memangnya adek kemana kok bisa tahu soal itu?"

"Lah tadi pagi kan adek jalan pagi sama bu Mar sekalian mampir ke bapak penjual sayur. Eh disitu ada bu Titik dan teman-temannya. Asik nghibahin mbak Wulan dan warga lainnya."

"Termasuk adek ikutan ghibah juga."

"Enggak. Adek asik chatingan sama Aurel dan Keisya kok."

"Kalau adek main hp. Yang belanja siapa."

"Ya bu Mar," sahut Arsy mantap lalu memasukkan sepotong bolu lapis kemulut suaminya.

"Besok lagi kalau tujuannya mau belanja ya belanja saja. Nggak perlu adek ikut-ikutan ghibah."

"Adek nggak ikutan, Mas."

"Tapi adek ikut mendengarkan. Itu sama saja, Sayang."

Arsy tampak cemberut. King menarik istrinya kedalam pelukannya lalu mengelus perut besar sang istri dan membungkuk untuk bisa mencium perut buncit Arsy.

"Mas nggak mau, anak kita terbiasa mendengar hal-hal buruk sejak masih didalam perut. Lebih baik adek melakukan hal yang positif lainnya saja, atau lebih baik tidur."

Arsy mengangguk mendengar saran suaminya.

"Ya sudah. Sekarang lebih baik kita istirahat. Ngobrolnya dilanjut sambil tiduran saja. Mas capek. Dan besok masih ada meeting dengan pemda "

Arsy kembali mengangguk. Wanita itu beranjak untuk meletakkan kembali bolu lapisnya ke kulkas dan mencuci gelas bekas teh tadi, sementara King memeriksa semua pintu juga jendela.

Sementara ibu Mar selepas isya tadi saat King datang langsung pamit pulang karena selama dua malam wanita itu menginap dirumah menemani Arsy.

***

"Adek bisa masak sayur bobor sawi sama tempe mendoan, nggak?" tanya King saat selesai sarapan.

"Bisa, ntar adek nanya Bu Mar."

"Nanya resepnya saja, jangan bu Mar yang masak. Karena Mas, ingin makan masakan seorang Arsy Kezia Yumajaya Al Farizi yang cantik."

Arsy jelas tersenyum lebar mendengar kalimat manis suaminya yang super dingin seperti kulkas dan kaku bak kanebo kering.

"Hidung Arsy langsung mekar kek bolu kukus mas puji cantik," ucap Arsy seraya memamerkan tatapan puppy eyesnya.

"Mas nggak muji, istriku memang cantik sejak lahir."

"Gombal! Memangnya Mas King tahu. Waktu adek lahir?"

"Ya Mas tahunya waktu pertama ketemu adek. Usia lima tahun saja sudah cantik. Berarti waktu lahir kan adek memang cantik," jelas King bersamaan dengan selesainya pria itu mengenakan sepatunya.

"Mas pergi kekantor dulu. Jika ada kondisi yang tak nyaman segera kabari, Mas," ucap King seraya memeluk sang istri dan mencium kening istrinya lembut.

Arsy mengangguk lantas balas mencium kedua pipi King dan punggung tangan pria itu.

Setelah mobil sang suami menghilang dari pandangan, Arsy kembali masuk ke rumah menemui Bu Mar yang tengah membereskan meja makan.

"Bu Mar,"panggil Arsy.

"Njih, Mbak."

"Temenin Arsy rapat dewan, yuk!"

Bu Mar tampak mengeryitkan kening dengan tatapan bingung."Rapat Dewan?" tanya wanita baya itu.

"Iya Rapat Dewan."

"Yo opo pantes, Saya masuk kantor Dewan, Mbak."

"Yaa pantes saja, Bu. Kantor Dewan itu milik rakyat, jadi rakyat mana pun boleh berkunjung kesana. Tapi ini bukan kantor Dewan yang deket Malioboro, Bu Mar."

"Lah terus, kantor Dewan mana, Mbak?"

"Pos Kamling depan rumah Pak Tarjo," sahut Arsy membuat Bu Mar tertawa setelah paham maksud dari majikan cantiknya.

Berdua mereka pun keluar rumah saat mendengar suara klakson dan panggilan iklan khas penjual sayur yang berusia muda itu.

"Mas Harjo. Harga bawang kok naik sih! Mergane daerah kita kan banyak yang tanam bawang!" ucap Bu Minda seraya memilih buncis.

"Ya kurang tahu, Bu. Wong harga di pasar sudah segitu. Saya ndak ada nanya sampai ke petani bawangnya, Bu. Kenapa harganya kok naik,"balas Mang Harjo seraya menghitung belanjaan pembeli lainnya.

"Wes, datang pemilik akun lambe lamis," ucap Bu Nisya yang berdiri didekat Arsy duduk membuat wanita cantik berdarah Lebanon itu menoleh.

"Siapa pemilik akun lambe lamis, Bu Nisya?"

"Itu loh, Jeng. Bu Titik," jawab Bu Nisya membuat Arsy mengangguk dan kembali asik dengan cemilannya berupa keripik nangka yang dia ambil dari gerobak penjual sayur.

"Wehh, ceria sekali wajah ibu-ibu semua. Pasti dompetnya penuh ya," sapa Bu Titik dengan gayanya yang sok akrab.

"Biar dompet isinya hanya KTP, rekening listrik dan tagihan SPP anak, wajah kudu tetap ceria,Bu. Jangan dibuat kusut, biar rezeky tak menjauh," sahut Bu Minda dengan seragam andalannya yaitu daster batik.

"Bu Selvie mana, Bu Titik? Biasanya selalu berdua," tanya Bu Mar.

"Bu Selvie lagi pergi," sahut Bu Titik yang sibuk mengabsen isi gerobak sayur."Terongnya kok kecil dan kisut gini toh, Mas Harjo. Mana enak di pegang."

"Terong kok hanya di pegang. Terong ya dimasak balado apa lodeh toh Bu, biar enak," sahut Mang Harjo yang ndak terima dagangannya di komplein.

"Kalau saya justru suka terong yang sedikit kisut karena pasti muda dan nggak banyak bijinya. Kalau yang keras itu kadang berulat dalamnya," sahut ibu lainnya.

"Yaa biar gimana, enak terong yang masih kenceng dan keras, Jeng," balas Bu Titik tanpa peduli tatapan jijik ibu-ibu lainnya.

"Jeng Arsy. Sampeyan ini hamil kok ndak gemuk ya. Apa jarang makan?" Kini bu Titik beralih ke wanita cantik yang malah asik membersihkan touge bersama Bu Nisya.

"Justru saya banyak makan, Bu," jawab Arsy tanpa menoleh.

"Tapi bagus badannya ndak melar. Tambah disayang saja sama Pak Salman," puji Bu Minda seraya melirik Bu Titik yang melengos kesal.

"Kalau prinsip suami saya, biar saya gendut tetap muat di hatinya," sahut Arsy mengundang tawa ibu yang lain.

"Bagi resepmya dong, Jeng. Biar tetap punya badan yahud, seperti Jeng Arsy."

"Halaahh! Mau kurus sampeyan banyak berenang sama makan sayur saja. Ndak usah pakai resep,"sinis Bu Titik.

"Memangnya bener, Bu Titik? Kalau berenang bisa ngurusin badan?"

"Bener itu. Aku loh sudah coba," sahut Bu Titik yang lantas memamerkan tubuhnya yang seukuran gapura kelurahan.

"Heeeh... Kalau kurusnya segitu. Gemuknya seberapa?"

"Sak ukuran gapura Kadipaten," seloroh Mang Harjo yang masih kesal pada Bu Titik, sementara ibu yang lain terkekeh.

"Wuihh, gapuranya kadipaten Bantul kan selebar enam meter, Mang Harjo," sela Arsy.

"Yaa segitulah ukuran beliau, Jeng," sahut Mang Harjo.

"Kalau saya ndak percaya berenamg bisa ngurusin badan, Bu Titik. Setahu saya, berenang membuat tubuh sehat," ucap Arsy seraya mengambil sebungkus jamur kuping segar dan diberikan ke Bu Mar.

"Sampeyan berarti kurang update," balas Bu Titik.

"Bukan kurang update, Bu. Saya hanya bicara fakta."

"Buktinya apa?" tantang Bu Titik membuat ibu-ibu yang lain menghentikan kegiatan memilih sayur dan fokus pada Arsy dan Bu Titik.

"Buktinya? Ikan paus yang tiap hari berenang ndak kurus-kurus badannya. Sama seperti monyet yang tiap hari makan buah. Wajahnya tetap saja kusut ndak kinclong. Apalagi gajah yang tiap hari makan sayur, badannya malah tambah besar," sahut Arsy cuek.

"Uhhuukk!" Mang Harjo yang tengah menyedot kopi di wadah plastik sampai tersedak dan ibu-ibu lainnya terkekeh geli.

Bu Titik jelas melengos mendengar jawaban Arsy.

"Oh ya, sudah pada tahu ndak?" tanya Bu Titik mengalihkan topik karena sudah kalah dari Arsy.

"Tahu apa, Bu?"

"Pak Hendra kawin lagi. Itu Bu Maryam sekarang tambah kurus kebanyakan nangis. Kan kasihan, padahal mereka sudah punya anak tiga. Dan kabarnya selingkuhannya itu teman kerjanya pak Hendra."

"Ya itu dia buruknya suami. Istri bukan di modalin jadi cantik malah di tinggal kawin lagi. Alasan istrinya kucel tidak menggairahkan."

"Tapi kalau kasus pak Hendra sudah biasa. Ini kasus Bu Shinta yang luar biasa."

"Bu Shinta pemilik usaha anyaman bambu itu?"

"Iya. Yang cantik denok-denok itu loh," sahut Bu Titik semangat.

"Kenapa dengan bu Shinta?"

"Dia kawin lagi sama brondong. Umurnya lebih muda sepuluh tahun dari Bu Shinta. Katanya si Marni babunya Bu Shinta. Tiap malam selalu mendengar suara desahan Bu Shinta di goyang sama brondongnya. Waduuhh, itu bagaimana ya sensasinya dapat goyangan terong muda yang masih kenceng."

Arsy juga ibu yang lainnya hanya nyengir seraya menggeleng kepala pelan mendengar ucapan Bu Titik.

"Sudah, Bu Mar?" tanya Arsy seraya berdiri dan berjalan kearah asistennya.

"Sampun Mbak."

"Berapa belanjaan saya, Mang Harjo?"

"Semuanya 90 ribu, Bu Salman."

Arsy lantas menyerahkan uang 100 ribu."Kembaliannya buat beli es cendol saja, Mang Harjo."

"Waalahh. Matur suwun, Bu Salman. Moga rezeki Jenengan semakin banyak dan barokah," ucap Mang Harjo tulus.

Arsy hanya menggangguk lantas merangkul lengan Bu Mar dan berpamitan pada ibu lainnya.

"Kalau orang kaya memang enak ya. Uang kembalian sepuluh ribu ndak di minta,"ucap Bu Nisya.

"Ya sekalian shodaqoh," balas bu Minda.

"Halaah! Shodaqoh kok sepuluh ribu. Ndak sesuai sama statusnya yang kaya raya," sinis Bu Titik.

"Yaa shodaqoh loh memang tak ditentukan harus berapa, Bu. Dimana ada kelonggaran rezeky dan niat ya silakan shodaqoh,"sahut Ibu lainnya yang bersiap pulang."Monggo, Bu. Saya duluan. Mau cepet masak, biar bisa santai nonton drama Turki."

"Iya saya juga mau pulang."

"Jangan lupa, besok arisan loh ya."

"Saya sudah setor kemarin."

"Sudah saya catat semua."

"Bu Titik, belanjaan sampeyan 38 ribu," ucap Mang Harjo.

"Dicatat saja Mas. Saya ndak bawa uang!" sahut Bu Titik yang lantas melenggang pergi.

"Nah ini, dari tadi hanya ngerasani orang lain. Semua sayur dan ikan dikomentari tapi ujungnya malah ngutang," keluh Mang Harjo.

"Yaa begitulah, Bu Titik. Gayanya seperti orang kaya. Selalu nyinyir dengan kehidupan orang lain. Ndak bisa lihat suami orang yang ganteng dan kaya langsung memeti," komentar Bu Minda.

"Husstt! Ayo pulang masak. Nanti kesiangan. Keburu yang sekolah pada pulang," ajak Bu Nisya seraya mengamit lengan Bu Minda.

"Woo iya, hari ini suami saya tadi bilang pengen makan siang di rumah. Untung Sampeyan ngingetin, Bu. Suwun ya, Mas. Jangan lupa besok saya pesen jengkol matang sama daging sapi setengah kilo sekalian sama bumbu rendang satu ons ya, Mang."

"Njih. Bu Minda. Sudah saya tulis."

Dan Mang Harjo pun segera menghidupkan mesin motornya untuk menjajakan dagangan ke komplek sebelah.

"Kok ada ya, orang seperti Bu Titik juga Bu Selvie itu. Bu Mar," ucap Arsy saat berjalan menuju rumah.

"Buktinya ada toh, Mbak. Mereka itu sejak dulu ya seperti itu. Semakin jadi setelah Pak Broto pisah sama Bu Titik."

"Ohh gitu. Beneran serasa rapat Dewan kalau ada Bu Titik," kekeh Arsy membayangkan Bu Titik menjadi pimpinan rapat dewan sesungguhnya.

Bisa-bisa semua mic peserta di matikan biar omongan dia ndak ada yang menyela.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Komedi
Rekomendasi