Disukai
1
Dilihat
904
Pak Tua Penunjuk Jalan
Komedi

Tersesat. Itu adalah hal yang pasti aku dapatkan ketika mendatangi sebuah lokasi yang tidak aku kenali dan hanya bermodalkan sedikit informasi. Ini tidak akan terjadi jika aku tidak menerima permintaan menjadi pengajar guru les private di lembaga dimana aku bekerja.

“Dre, katanya kamu butuh tambahan uang buat beli PS5. Ada yang butuh guru les private nih. Cewek SMA lho,” ucap bos dengan agak bercanda.

“Enak aja, aku butuh uang itu buat bayar kuliah, Bukan buat beli game gituan,” bantahku dengan cepat.

“Ha ha. Kukira semua cowok suka main PS5. Jadi mau gak?”

“Ya kalau dikasih gratis mah mau mau aja, hehe. Jadi orangnya minta gimana?”

“Kemarin bapaknya nelpon, katanya butuh guru les private buat anaknya yang masih SMA. Rumahnya ada di Desa Kebunsara. Deket sama kosanmu.”

“Ya, terus...”

“Ya, cuman itu aja. Oh ya, yang nelpon namanya Pak Joko Susanto dan nama anaknya, Sindy. Gak bisa ditelpon balik, soalnya kemarin katanya nelpon lewat wartel.”

Berbekal nama desa dan nama bapak sama anaknya, aku pun menerima permintaan tersebut. Aku agak khawatir, apa si Bos nggak ditipu atau diprank? Bau-baunya kayak mencurigakan yang nelpon itu. sifat Bos yang agak teledor juga jadi masalah karena gak nanya informasi lebih lanjut dan hanya menerimanya. Yah, bagaimanapun itu, aku butuh penghasilan tambahan buat bayar kuliahku. Jika sisa, bisa buat beli PS5. hehe.

 

“Lalu sekarang gimana ini?” tanyaku kebingungan. Bukan berarti dekat dengan kosanku, aku tahu seluruh lokasi di desa ini. Bahkan aku jarang melewati jalan di desa ini kecuali kalau mau ambil jalur alternatif.

Di saat seperti ini cara yang terbaik adalah bertanya kepada warga sekitar. Dari sekilas mata memandang, aku hanya menemui satu warung di pinggir jalan. Aku pun menghampirinya. Kebetulan aku berjalan kaki, bukan karena harga bensin sedang naik, bukan. Karena emang deket aja, jadi jalan kali lebih baik.

“Permisi Bu…,” berbicara sambil menyibakkan tirai toko, ternyata di dalamnya hanya ada bapak-bapak saja. “...eh Pak.”

“Iya ada apa Dik.”

“Anu Pak, Saya lagi tersesat. Mau tanya, rumahnya Bapak Joko Susanto dimana ya?”

“Bapak Joko Susanto?” si penjaga toko agak sedikit ragu-ragu sambil saling melirik dengan para pembeli.

“Saya tau Dik rumahnya,” pria tua menyela penjaga toko dengan cepat. “Gampang aja Dik. Dari sini lurus sampe pertigaan, belok ke kanan, masuk gang, bla bla bla ... trus rumahnya di samping rumah yang punya banyak koleksi tanaman hias. Paham?”

Paham apanya, yang ku ingat cuman rumah tanaman hias. Katanya gampang, tapi kok belokannya banyak banget.

“Boleh diulangi sekali lagi Pak. Biar saya catat,” kataku sambil mengambil buku yang ada di ranselku.

“Eh, gak usah Dik. Gimana kalo tak anterin, kebetulan juga mau pulang. Searah juga rumahnya”

Aku agak ragu-ragu karena merasa sungkan, tapi akhirnya aku terima juga tawarannya karena jika tidak, akan lebih tersesat lagi aku nantinya.

“Terima kasih pak atas bantuannya,” aku berterima kasih kepada Pria Tua itu. sepertinya dia orang yang baik. Apakah semua warga di sini sebaik Bapak ini. Kalau iya, enak juga tinggal di sini.

“Ya gak papa. Kebetulan juga mau pulang,” jawabnya dengan basa basi. “Adik mau ke rumahnya Pak Joko Susanto ada perlu apa?”

“Saya guru les Pak. Katanya, anaknya butuh guru les privat, jadi saya datang,” jawabku. Mungkin ini pertanyaan basa basi, jadi aku jawab dengan sekenanya saja. Palingan setelah ini dia akan bertanya “rumahnya dimana” atau “masih sekolah atau tidak” begitu.

“Ohh...,” jawabnya seperti yang sudah aku duga. Setelah itu ada jeda agak lama sebelum Bapak itu berbicara lagi. “Tau nggak, Pak Joko Susanto itu orangnya nyebelin banget lho.”

Eeeh kok malah ngegosip. Dimana pertanyaan tentang rumah dan sekolahnya. Namun demi menghormati orang yang telah membantuku, aku pun diam dan mendengarkannya. Bukan kepo, tapi menghormati.

Dari yang aku dengarkan dari Pak Tua itu, satu kata yang dapat mewakili Pak Joko Susanto adalah menyebalkan. Katanya dia adalah orang yang suka asik sendiri, heboh dengan hal-hal yang sederhana dan bertingkah seperti anak kecil. Namun hal yang dilakukannya tidak membuat tetangganya membencinya.

“Hey Pak Jos!” sapa Pria Botak kepada Pria Tua dari halaman rumahnya. Sebenarnya dia tidak botak, masih ada rambut yang tumbuh di kepalanya. namun karena potongannya yang pendek dan matahari yang terik, pantulan cahayanya akan menyakiti matamu jika tidak berlindung.

“Oh, Pak Roy. Bagaimana keluarganya. Sehat?” jawabnya berbasa basi.

“Baik pak. sehat semua sekeluarga.”

“Gimana nih cerita kemarin liburan, eh maksudnya dinas luar kota?” tanya Pak Tua. Mendengar pertanyaannya, sepertinya bakal terjadi percakapan panjang antara bapak-bapak tersebut. Sembari menunggu, aku bertingkah seperti orang linglung. Melihat sekeliling tanpa alasan, menendang batu, jongkok padahal gak kebelet mulas. Aku sempat berpikir untuk meninggalkannya mereka, namun aku tidak tahu ke arah mana tujuanku. Daripada tersesat lagi, aku pun menunggu dengan sabar. Untungnya Pak Roy sadar diri dan menghentikan obrolannya setelah melihat tingkahku yang aneh di latar belakang.

“Ya segitu aja pak. Kayaknya ada tamu yang menunggu tuh di sana,” ucapnya sambil menunjukku dengan bibirnya. Pak Tua tertawa seolah benar-benar lupa tentang keberadaanku.

Dengan itu, kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah pak Joko Susanto. Seperti sebelumnya, Pak Tua itu pun mengoceh lagi tentang hal-hal yang gak terlalu penting tentang apapun. Sepertinya perspektifku tentang pak tua ini menurun karena tingkahnya yang agak menjengkelkan.

“Adik dah punya pacar,” tiba-tiba muncul pertanyaan yang gak diduga-duga.

“Belum pak. Emangnya kenapa?” jawabku dengan ogah-ogahan.

“Ya gak papa. Kali aja bisa jodoh sama anak saya, ha ha ha. Canda” ia tertawa dengan lepas. Namun aku hanya memasang tawa kecut menanggapinya. Ya kali tiba-tiba dijodohin. Kalau pertanyaan seperti ini, dijawab juga salah, diam juga salah. Jadi serba salah.

Setelah berjalan agak jauh, sampailah kami ke rumah Pak Joko Susanto. Rumahnya sederhana dan benar di samping rumah yang punya banyak tanaman hias. Berhenti di depan rumah tersebut, aku pun hendak berterima kasih kepada Pak Tua itu. Namun sebelum aku bisa mengucapkannya, Pak Tua itu pergi ke pintu rumah tersebut dan langsung membukanya.

“Sindy, ada tamu!” teriaknya sambil memasuki rumah. Apa warga sini saking akrabnya bisa keluar masuk rumah seenaknya sendiri, bahkan tanpa mengetuk pintu atau salam.

Sebentar, sepertinya ada yang aneh. Kenapa pak tua itu masuk ke rumah tanpa ragu. Bahkan saudaraku kalau berkunjung ke rumah minimal uluk salam sebelum masuk. Di toko juga aneh, mereka saling lirik ketika aku bertanya alamat, tapi lirikan mereka tercipta sebuah pola, semuanya berakhir pada mata Pak Tua ini. Dan juga tadi Pak Roy memanggil Pak Tua itu dengan panggilan Jos. Apa mungkin?

“Silahkan masuk Dik. Perkenalkan nama saya Pak Jos atau Joko Susanto,” ucap Pak Tua mempersilahkan masuk sambil muncul senyum jahil di wajahnya.

Sudah kuduga. Memang orang ini sangat-sangat MENYEBALKAN.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar