Disukai
42
Dilihat
1457
Melamun
Komedi

Di pagi hari yang sejuk matahari pun belum terbit aku sudah berada di depan rumahnya Rofi “Assalamualaikum,” aku berdiri didepan rumah sambil mengetuk pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Pak Toto sambil membukakan pintu. “Fifi ada di kamar, kamu sudah sarapan apa belum? Kalau belum sarapan dulu sini,” pak Toto mengajakku. “Belum, iya pak nanti, terima kasih,” jawabku. Aku pun langsung menuju kamarnya Fifi “Selamat pagi Fi, kamu beneran sakit?” Fifi balik bertanya, “Kamu tidak percaya kalau aku sakit?” Aku pun sambil menggelengkan kepalaku tidak percaya kalau dia sakit, karena kemarin kita habis naik sepeda kebut-kebutan di tanah lapang. Kemudian aku mendekat dan memegang jidat dia ternyata benar dia sakit demam. “Tidak ada angin tidak ada hujan kamu sakit demam? Kemarin kamu baik-baik saja tuh.” “Emangnya harus menunggu hujan lebat dan angin kencang dulu biar terkena demam? Aku tidak tahu kenapa ini sakit dadakan.” Jawabnya. “Ya sudah, iya deh iya kamu cepat sembuh ya, terus mana surat ijin nya?” Kemudian Fifi memberikan surat ijin kepadaku. Setelah itu, aku berpamitan dengan Fifi dan Pak Toto kemudian berangkat ke sekolah.

Sesampainya di sekolah aku langsung memanggil teman-temanku untuk berdiskusi siapa yang akan menarik tali bendera. “Alia, kamu bisa menggantikan si Fifi sebagai penarik tali bendera?” tanyaku ke Alia yang bukan tim Paskibra. “Maaf ya Ana, aku tidak bisa.” Alia tidak bisa menggantikan si Fifi, teman-teman yang lain pun menolaknya. Entah kenapa apa karena ini dadakan atau gimana. Akhirnya, akulah yang jadi penarik tali bendera dan Sodiq menggantikan posisiku sebagai MC. Upacara Bendera segera dimulai aku, Dewi, dan Sofia sudah siap. Sekarang giliran kita bertiga untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Aku siap menarik tali bendera, anthem “Indonesia Raya” dinyanyikan. Dari awal aku pelan-pelan kemudian tergesa-gesa hingga akhirnya aku pun tertinggal. “Oh tidak! Kenapa seperti ini?”Aku panik, karena mereka sudah selesai menyanyikan lagu Indonesia Raya dan aku masih menarik-narik tali bendera. Aku selalu menjadi Mc dan tidak pernah menarik tali bendera sebelumnya. Aku tidak pernah berlatih untuk menarik tali bendera juga, karena ini bagiannya si Fifi. Ini kejadian yang memalukan, tapi ya sudahlah hitung-hitung sebagai pengalaman. Kita bertiga kembali ke tempatnya masing-masing. Ketika aku menoleh ke kiri, ku lihat Wawan sambil tersenyum melihatku. “Apakah dia menertawakan ku?” Inilah yang ada di benakku. Pandanganku ke depan tidak menoleh-noleh lagi sampai Upacara selesai.

Upacara sudah selesai semua murid langsung menuju kelasnya masing-masing. Hari Senin kita belajar Matematika bersama Pak Purnomo. Pak Pur masuk ke kelas “Selamat pagi semuanya! Sudah siap belajar?” Tanya Pak Pur. “Selamat pagi pak!” Kita semua serentak menjawab. “Ya Pak! Kita sudah siap pusing,” lanjut Taufik. Kita semua tertawa mendengar jawabannya Taufik. Pak Pur mulai menerangkan materi calculus. Matematika adalah subjek kelemahan ku dimana ketika aku think hard is became harder. Kenapa kamu sakit Fi? Kan aku jadi duduk sendirian. Lagi-lagi aku lihat si Wawan yang melihat ke arahku sambil tersenyum. Aku pun membalas senyumnya. Apakah dia menertawakan ku gara-gara kejadian yang tadi atau ada hal lain seperti dia suka sama aku? Memang semua teman-temanku tahu kalau kita saling suka. Tapi kita tidak pernah mengungkapkan perasaan kita satu sama lain. Jadi selama perasaan itu tidak pernah terungkap maka kita suka sebatas teman, bukan? Lagi pula kita belum cukup umur untuk pacaran. Selain itu, aku dan Wawan berteman sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) hingga SMA. Aku tahu betul sifat dia yang super nyebelin, dia pernah kasih aku sarang burung yang berisi anak tikus yang masih bayi tidak ada bulunya. Aku merasa senang ketika dia memberiku sarang burung, karena aku pikir itu isinya burung atau telur burung kan dua-dua nya bermanfaat. Dulu waktu kita masih duduk di bangku sekolah dasar, kita harus melepas sepatu kita ketika masuk ke dalam kelas. Saat itu aku cari-cari sepatu ku tapi entah dimana, ternyata dipakai si Wawan. Meskipun dia ngeselin, namun sehari tidak bertemu dia hariku terasa hampa. Adakalanya di bersikap manis, seperti dia menawarkan untuk boncengan sepeda ketika berangkat maupun pulang sekolah. Suka mengambilkan buku diatas rak yang tinggi, karena aku pendek. Dia juga suka membantu teman-temannya yang sedang kesulitan. Apa yang aku suka darinya, dia membantu semua temannya dengan tulus. Dia ngeselin, nyebelin, tapi dia baik hati.

“Ana, Ana, Anaaaaaa!” Pak Pur memanggilku berkali-kali. Aku terperanjat mendengar suara pak Pur yang begitu keras, seakan-akan ruangan kelasku pun ikut bergetar. Aku pun sadar dari tadi ngeliatin wawan sambil tersenyum sendiri “Duh! Habislah aku.” Segera ku alihkan pandanganku ke depan. “Iya Pak?” Pak Pur yang masih menggelengkan kepalanya kemudian bertanya, “Ana, Satu dibagi Dua berapa?” “Setengah Pak,” jawabku. Lalu pertanyaan tersebut dibalik oleh Pak Pur, “Satu dibagi Setengah berapa?” Aku yang masih kebingungan pun menjawab, “Dua, Pak.” Apa yang aku lihat di papan tulis tidak ada kaitannya dengan pertanyaannya Pak Pur. Yang ada di papan tulis adalah contoh soal-soal Matematika integral. “Bagus-bagus kamu masih sadar,” kata Pak Pur. Satu kelas tertawa semua dan aku hanya bisa tersenyum malu. Kenapa oh kenapa, hari ini aku menjadi badut. Tadi ketika upacara tidak bisa perform dengan baik, sekarang di dalam kelas melamun. Aku tahu seseorang melamun kadang tidak sadar kalau dia sedang melamun. Mungkin karena Fifi tidak masuk sekolah, aku punya waktu untuk melamun di dalam kelas. Coba saja kalau Fifi masuk hari ini pasti tidak sempat melamun atau mungkin karena kita belajar matematika kepalaku pusing. Mungkin juga karena Wawan. Duh! Tau ah, hari ini kacau. “Anak-anak tolong ya kalau ada guru yang sedang menjelaskan materi pembelajaran itu didengarkan. Jangan kalian duduk di kelas ini tapi pikiran kalian itu entah dimana. Kalian harus menghargai kita sebagai guru begitupun sebaliknya. We are all teachers trying our best to make all our students become the best. Jadi tolong ya diperhatikan jangan di cuekin, ” jelas pak Pur. Mendengar perkataannya Pak Pur, aku merasa bersalah. Kemudian aku segera meminta maaf, “Maafkan saya ya Pak.” Pak Pur pun memaafkan “Ya, sudah saya maafkan. Untuk semuanya nanti kalau ada yang melamun di dalam kelas tak suruh maju share your thought,” kata Pak Pur. Sejak kejadian ini aku berusaha stay in peace, aku ada di dalam kelas pikiran ku pun harus di situ tidak terbang kemana-mana. Begitupun untuk kelas selanjutnya remain stay in peace sampai kelas berakhir. 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@arieindienesia : Hehe, terima kasih, Kak 🙏🥰
Sama dengan Barbie, aku nemu ini dari rekomendasi kwikku on notif. Emang rekomendasi sih!!!
@foggy81 : Hehehe, terima kasih Kak sudah mampir membaca🙏❤️
Ketemu naskah ini, lalu lanjut baca ❤️
@darmalooooo : 👍
@darmalooooo : Hehehe, jangan melamun ya🙏🤭
Saya dapat rekomendasi dari kwikku saya searching ternyata melamun karyamu😍
Rekomendasi