Disukai
3
Dilihat
1138
Diary Devi
Drama

 ("Hai my diary, apa kabar diaryku? Sudah lama Devi tidak bercerita di lembaran kertas diary Devi yang tidak pernah bosan Devi menulis cerita-cerita unik dari Devi disetiap menitnya Devi selalu menuangkan segala bentuk cerita dari yang sedih bahkan sampai cerita yang bahagia Devi selalu menuangkan dalam lembaran kertas diary ini. Hari ini entah kenapa Devi ingin membuka kembali lembaran diary Devi yang tidak pernah dibuka lagi sejak tiga tahun setelah lulus SMA, dan kini membukanya kembali serta ingin bercerita lagi dalam buku diary ini tentang cerita baru Devi di perusahaan impian Devi, perusahaan itu merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungin oleh para figur, para media dan lain-lain sedangkan Devi di perusahaan itu berprofesi sebagai Notaris di perusahaan multimedia, disitulah tugas Devi sering berkomunikasi dengan manager-manager beserta direktur dan team dari perusahaan itu untuk membuat surat akta kontrak kerjasama antara para figur dengan figur lainnya untuk meningkatkan perusahaan multimedia ini semakin berkembang, nah cerita unik dari Devi di tempat kerja Devi dan Devi tidak pernah menyangka ternyata sahabat Devi sejak SMA sudah bersama dikelas 10 atau dikelas 1 SMA dan kini Devi bertemu lagi dengannya di satu perusahaan yang sama lalu hanya beda profesi, dia sebagai produser di perusahaan multimedia itu. Namun Devi kan ingat dia, apakah dia juga masih ingat aku sebagai sahabatnya sejak SMA dan sekarang bertemu lagi di perusahaan yang sama, apakah dia masih ingat tidak ya sama aku? Mau tahu jawabannya yuk dengarin diary Devi.") 

   Setiap pagi, Devi selalu sempat senam lantai di rooftop rumahnya sebelum berangkat ke kantor karena jika sudah di kantor itu waktu istirahat hanya paling lama 2 jam dan paling singkat 1 jam, maka dari itu Devi pagi-pagi menyempatkan untuk senam lantai supaya tubuh akan terus terasa segar dan bugar sehingga bisa lebih semangat untuk menjalankan aktivitas selama seharian. Devi berolahraga pagi biasanya sekitar 15 menitan tetapi hari ini Devi hanya 10 menit saja karena hari ini bakal ada meeting besar dengan direktur multimedia beserta produsernya itu juga sahabat SMA nya. Di perusahaan multimedia itu termasuk kategori sering melaksanakan meeting dan paling rutin melaksanakan pertemuan besar itu sekitar 3 kali seminggu dan juga kadang 1 kali seminggu. Namun hari ini sudah masuk meeting yang ke 3 kali dalam seminggu, lalu meeting sering dilakukan pagi pukul 8 jadi Devi selalu bersiap-siap pukul 6 pagi setelah berolahraga 10 menit, setelah itu Devi hanya membawa bekal serapan pagi ke mobil agar tidak terjebak macet di jalan dan bersyukurnya jarak antara rumah Devi dengan kantor tidak jauh paling hanya sekitar 5 menit jika tidak macet, namun jika macet paling hanya tambah 5 menit saja walaupun 5 menit macetnya tetapi Devi tetap menganggap 5 menit itu merupakan waktu yang berharga bagi Devi jadi Devi tidak pernah terlambat sekalipun ke kantor dan selalu tepat waktu sebelum pukul 8. 

   Sesampai di kantor, Devi langsung lantai 5 ke ruangan meeting , tidak lama sampai di ruangan tiba-tiba produsernya yaitu sahabat SMA nya sudah didalam ruangan tersebut sedang serius mendalami materi yang akan disampaikan saat meeting berjalan nantinya. Devi hanya tersenyum melihat sahabatnya itu, ternyata dia dari dulu memang tidak pernah berubah selalu memasang wajah yang serius, cuek dan gengsi tetapi jika dia senyum terbekas juga senyumannya, hal itu yang sulit Devi melupakannya. 

   "Selamat pagi kak Zaka" salam dari Devi.

Setelah Devi menyapanya dengan nama, dia langsung menatap matanya Devi dengan serius.

   "Bisa tidak profesional? Kerja-kerja, teman-teman. Paham?" 

Devi mengarahkan pandangannya ke arah jendela kaca sambil menghela nafasnya.

   "Baik bapak Zaka, maaf ya" 

Tidak lama kemudian, Devi langsung mengambil posisi duduknya di sebelah kanan dekat kursi direktur dan posisi duduknya persis didepan sahabatnya itu. Karena mereka berdua termasuk orang yang sering terlibat dalam setiap meeting. Ketika Devi melihat-lihat isi dari lembaran kertas yang akan ia juga mempresentasikan setelah sahabatnya nanti presentasi, ia tiba-tiba bertanya.

   "Pak, ini benaran perusahaan kita bakal mengundang Niken untuk menjadi brand?"

Sahabatnya itu pun menjawab dengan jelas sambil mengetik di ipadnya.

   "Iya, memang kenapa?"

Devi menjawab pun dengan malas rasanya, karena si Niken itu teman SMAnya juga yang pernah disukai oleh Zaka dan waktu itu si Niken siswi baru, siswi yang sudah banyak disukai oleh semua orang terutama kaum Adam termasuk Zaka sahabat Devi yang sudah lama Devi kenal. Devi dengan Zaka memang hanya seorang sahabat tetapi keduanya sudah saling menyimpan rasa namun tidak diungkapkan dan yang masih mempertahankan rasa itu si Devi hingga Zaka berani untuk menyatakan rasanya kepada Devi. 

    "Tidak ada figur lain memangnya?"

    "Tidak ada, hanya dia yang bisa waktunya"

Devi menghela nafasnya.

    "Terserahlah"

Apapun yang diputuskan oleh sahabatnya itu, Devi tidak bisa menghalanginya karena semua berkas perkontrakan Devi yang menuliskan akta kontrak dari persetujuan produser dengan direkturnya. 

  Tidak lama kemudian, semua orang termasuk direktur perusahaannya sudah hadir di ruangan meeting saatnya mereka memulai rapat tersebut. Ditengah berjalannya meeting, tiba-tiba Devi memasang wajahnya yang kesal dan marah karena sahabatnya itu terlalu antusias dalam membahas topik tentang yang akan dihadirkan figur ke perusahaan itu yaitu Niken dan biasanya si Zaka tidak pernah antusias seperti ini. Namun kekesalannya ketahuan oleh direkturnya.

   "Devi, kamu setuju Niken dihadirkan?" tanya Direkturnya.

Devi langsung reflek menoleh kearah direkturnya.

   "I ... ya, pak saya setuju" pucatnya Devi langsung ditanya direktur.

Sahabatnya hanya melihat Devi sambil senyum singkat dan menggeleng secara pelan, lalu Zaka mengalihkan matanya dari Devi ke ipadnya lagi. 

Kemudian, meetingnya dilanjutkan kembali oleh direktur mereka sampai permasalahan finansial royalti untuk figur tersebut didiskusikan bersama team perusahaan multimedia. Ketika sahabatnya mengajukan berapa persentase untuk royalti figur tersebut, sungguh membuat Devi dan rekan-rekan terkejut, tetapi yang berani menyanggah pendapatnya itu hanya Devi seorang.

   "Hah! Gila bayarannya, memang sespecial apa dia didepan bapak?" ketus Devi.

Sahabatnya itu menatap Devi dengan senyum singkat lagi.

   "Spesial? Tapi tidak ada salahnya kan kita kasih 90% royaltinya?" 

Devi mengalihkan matanya kearah lain dan sambil menghela nafas.

   "Jika begitu, bapak saja yang kerja. Kita semua bubar dari ruangan ini"

   "Memang salah?"

   "Tidak tahu" jutek Devi.

Devi pun membicarakan pelan-pelan kepada direktur mereka.

   "Pak, saya tetap menuliskan royalti itu di surat sebesar 60% jika bapak tidak terima, saya yang keluar dari ruangan ini." tegas Devi.

Perdebatan pun antar team mulai ricuh karena bertentangan pendapat dengan sahabatnya itu si Zaka, namun direkturnya tetap memberikan voting suara mana yang lebih setuju dengan pendapat Devi atau Zaka.

   "Baik, begini saja. Apa alasan kamu menolak dari opini Zaka?" tanya Direktur.

Devi mulai menghela nafas pelan-pelan untuk menjelaskannya.

   "Baik pak, sponsor brand yang bekerjasama dengan perusahaan kita itu tidak besar royalti kita pak maka dari itu kita harus menyesuaikannya"

Beliau pun sepertinya meresapi kembali apa yang disampaikan barusan oleh Devi sedangkan Zaka hanya senyum-senyum sambil menundukkan kepalanya sambil melihat postingan seseorang itu yang akan hadir di perusahaan tersebut dan Devi merasa tidak dihargai oleh sahabatnya sendiri kalau didepan dia adalah Devi bukan orang lain. 

   "Zaka, bagaimana kamu setuju dengan Devi?" beliau bertanya padanya.

Zaka pun langsung mengalihkan pandangannya ke beliau dan layar handphonenya masih menyala tetapi layar handphonenya sudah dikembalikan ke menu utama. 

   "Jika vote suara lebih banyak ke Devi, saya setuju pak"

Setelah di voting pendapat antara Devi dan Zaka dan yang lainnya pun lebih kearah Devi, dia pun akhirnya menyetujui pendapat Devi. 

   "Baik, kita lanjutkan lagi pembahasannya" lanjut direktur perusahaan itu.

Meeting kali ini untuk pertama kalinya hanya memakan waktu 2 jam saja dan biasanya sampai jam 11 siang tetapi hari ini tidak seperti biasanya karena jam biasa itu akan dipakai untuk mempersiapkan buat besok untuk apa saja yang harus disiapkan peralatannya. 

Ketika berada dianak tangga ke 5 tiba-tiba ...

   "Dev, tunggu" Zaka memanggilnya setelah ia melangkah anak tangga yang ke 5 dan ia pun berhenti sejenak.

   "Dev, jam 1 nanti aku tidak bisa bantu ya"

Devi mengangkat kedua alisnya.

   "Kenapa?"

   "Hm ... ada urusan diluar sebentar"

Devi pun mengalihkan matanya dari dia.

   "Oh, ok" sambil mengangguk pelan dan membalasnya dengan senyum.

   "Terimakasih ya Dev" 

Tidak sempat Devi membalasnya, dia pun langsung pergi meninggalkannya dianak tangga tersebut. 

   "Sabar Dev, jika jodoh Lo dan dia bakal balik ke Lo" berkata dalam hatinya.

Setelah beberapa jauh Zaka melangkah dari dirinya, Devi tidak sengaja mendengar suara telepon Zaka dengan seseorang dan suara seseorang itu seperti tidak asing lagi. Akhirnya Devi mencoba untuk mendengar sedetail mungkin dengan cara bersembunyi dan ternyata memang benar suara seseorang itu adalah Niken yang akan datang ke perusahaan ini besok. 

   "Apa mereka sudah jadian?" tanya Devi dalam hati.

5 menit kemudian, Zaka pun mematikan teleponnya dan melangkah keluar dari gedung buru-buru menuju ke parkiran lalu langkahnya itu semakin membuat Devi bertanya-tanya, Devi pun mencoba mengikuti mobilnya dari belakang. Ditengah jalan Devi mengikuti mobilnya tiba-tiba Zaka berhenti di sebuah toko bucket bunga favorit Devi juga, Devi pun berpura-pura memarkirkan mobilnya yang tidak jauh dari parkiran mobilnya yang hanya berselisih 3 mobil dengan mobilnya Zaka. Seusai Zaka membeli seikat bucket bunga, wajahnya begitu bahagia seperti bahagianya bertemu pujaan, Devi tetap terus mengikutinya kemana dia pergi. 

   "Hah?" shock Devi melihatnya.

Ternyata Niken sudah di lobi hotel karena besok dia bakal hadir di perusahaan mereka, Zaka pun langsung memberikan seikat bucket bunganya yang barusan dibeli tadi dan mereka mulai bercengkrama bagaikan layaknya pasangan. 

   "Ini bucket untuk aku?" tanya Niken.

Zaka mengangguk pelan sambil tersenyum bahagia melihatnya.

   "Thank you ya, kamu memang tidak pernah berubah"

Devi mendengar pembicaraan mereka secara diam-diam di lobi itu juga tetapi Devi menyamarkan dirinya menjadi orang lain sehingga tidak menimbulkan kecurigaan Zaka, ketika Devi mendengar ucapan terimakasih dari Niken membuat Devi terkejut.

   "Hah? Yang kenal duluan itu aku bukan dia" ujar Devi dalam hati.

Tiba-tiba manager Niken memanggilnya untuk mempersiapkan diri buat besok sedangkan Zaka bukannya dia pulang tetapi menunggu Niken di lobi dan Devi harus segera ke kantor memberitahukan segera kepada bapak Beni sebagai direktur perusahaan multimedia kalau tamu buat besok sudah datang hari ini. Sesampai di kantor, Devi mencari posisi pak Beni.

   "Kak Tomi, ada melihat pak Beni tidak?" Devi bertanya ke Tomi yang sedang mempersiapkan alat photoshoot buat tamu besok.

   "Ada, beliau di ruangannya" 

   "Baik terimakasih kak" 

Devi pun langsung ke lantai 3 menuju ruangan pak Beni, ditengah menuju keruangan beliau.

   "Devi ngapain?" tanya kak Reza yang berpapasan dengannya tetapi berlawanan arah.

   "Eh kak, mau jumpa pak Beni"

   "Oh oke" 

   "Aku duluan ya ke atas kak"

Reza mengangguk dengan pelan sambil melihat gerak- gerik dirinya bahwasanya Reza mencintai sosok perempuan seperti Devi tetapi tidak terlihat hati yang tulus padanya karena Devi sendiri masih berfokus kepada Zaka yang tidak memperhatikan dirinya dan lebih melihat orang lain. 

Didepan pintu ruangan pak Beni ...

   "Permisi pak" mengetuk pintu ruangan beliau.

   "Iya masuk saja" beliau sambil merapikan berkas-berkas dan melihat Devi.

   "Pak, tamu kita besok sudah datang sekarang pak"

Beliau menghentikan gerakan tangannya mengemas berkas-berkas beliau.

   "Serius? Kamu tahu dari mana?"

   "Tadi saya keluar ada melihat Niken pak di hotel bersama teamnya pak"

   "Baiklah berarti sore kita sudah selesai semua"

   "Iya pak."

Beliau merapikan mejanya kembali dan sepertinya beliau ingin memberitahukan ke karyawan yang lain.

   "Oke infonya, saya mau ke lantai 2 mengabari yang lain"

   "Baik pak"

Setelah pak Beni menuju ke lantai 2 dan Devi sudah berada di luar ruangan beliau, dia menelefon Zaka untuk ke kantor mempersiapkan buat besok dan dia berpura-pura tidak tahu kabar Niken sudah datang sekarang padahal dia mengetahui kabar tersebut saat mengikuti jejak Zaka tadi kemana ia pergi.  

   "Halo Zaka, kamu ke kantor segera soalnya si Niken sudah datang sekarang"

Zaka pun berpura-pura tidak tahu padahal didepan Zaka adalah Niken.

   "Masa sih? Bukannya dia datang hari ini sore?"

Devi kecewa sama dia karena tidak pernah menyangka dia seperti itu.

   "Yasudahlah kamu datanglah ke kantor" Devi langsung mematikan teleponnya.

Devi pun mulai merasa kesal dan gundah seperti dipermainkan oleh dia.

Keesokan harinya ....

   (Niken sedang bersiap-siap make up datang Zaka)

   "Woww tidak pernah berubah cantiknya dari dulu"

Niken tersenyum malu-malu dengan pujian darinya dan Devi tidak sengaja melihat melewati ruangan tersebut dari luar kaca lalu dia berhenti sejenak melihat tingkah Zaka saat merapikan poni yang tertutupi matanya Niken hingga membuat dirinya semakin kesal pada dia, selama ini yang lebih mengenal dirinya itu Devi bukan dia tetapi dia yang selalu diperhatikan olehnya. Sudah tidak tahan lagi rasa ini, Devi langsung berbalik badan dan tiba-tiba ...

   "Kak Reza"

   "Ngapain?" dengan memasukkan kedua tangannya di kantung celananya.

Devi bingung ingin menjawab apa.

   "Mau ambil kunci mobil di ruangan saya kak, tertinggal tadi"

   "Mau ambil kunci atau mengintip Zaka?"

   "Sepertinya itu bukan urusan kakak" Devi langsung pergi tetapi tangannya digapai oleh Reza hingga wajahnya shock terkejut didepan wajahnya.

   "Sampai kapan kamu menghindar dari aku?"

Devi menjauh sedikit dari wajahnya dan matanya mengalihkan darinya tetapi jemarinya Reza membawa dagunya Devi hingga mata mereka tertata fokus.

   "Buka mata kamu, aku mencintaimu" 

Sungguh aku terhanyut dipelukannya tetapi aku belum bisa untuk meluluhkan hatiku untuknya karena hati ini masih menunggu dia yang aku cintai hingga dia mencintaiku seperti aku mencintainya. 

   "Dev, aku minta kamu bisa hargai dirimu dan menerima sekitarmu" 

Reza masih bertahan matanya berdekatan dengan mataku, sedangkan aku ingin menjauhkan sedikit pandanganku darinya tetapi dia terus menahanku. 

   "Terakhir, sampai kapanpun aku tulus mencintaimu" 

Kemudian, dia pun melepaskanku dari pelukannya lalu dia pergi meninggalkanku yang terpaku setelah mendengar ucapannya barusan. Tidak sengaja air mata jatuh deras di pipiku hingga aku tidak bisa menahannya dan aku pun berlari ke rooftop kantor, karena hanya ditempat ini aku bisa meluapkan semuanya dan tidak ada yang usik aku disini. 

   "Aagghh! Kenapa mencintai itu lebih berat dari dicintai?" kesal aku.

Kekesalanku mulai berbicara ke langit dan seandainya langit itu Zaka, aku langsung mengatakan perasaanku padanya.

   "Zaka, kamu bisa mengerti tidak? Aku sangat mencintai kamu" tangisku semakin deras sedangkan Zaka setelah dia melayani talent yaitu Niken, dia mencari posisi aku dan dia pun bertanya ke ob posisi aku, akhirnya dia mulai naik ke rooftop di saat aku mengucap namanya dengan berteriak mengatakan bahwa aku mencintainya. Zaka mulai mendengar ucapan terakhirku yaitu mencintainya, lalu dia melangkah perlahan berdiri tegak dibelakangku. 

   "Dev"

Seketika aku berhenti berteriak, lalu aku membuka mata dan membalikkan badan mencari suara yang memanggil namaku. 

  "Dev, aku minta maaf sudah tidak menjagamu" 

Aku mencoba langkahkan kakiku mendekati posisi dia berdiri dan mencoba menatap matanya dengan dalam untuk aku mengetahui arti gerik dari dirinya. 

  "Maafkan aku, kalau aku?" 

Tidak sanggup dia melanjutkan ucapannya tertutur kepadaku tetapi aku yang memaksa dia untuk melanjutkan perkataannya.

  "Kalau aku sudah memilih dia? Itu maksudnya Zaka?" tegas aku sambil menahan air mataku sedangkan dia menunduk kepalanya dan terdiam seribu bahasa.

  "Benar, begini rasanya menaruh satu rasa pada hati yang bukan untuk aku" aku menatap matanya secara dalam.

  "Kamu tahu, aku cinta sama kamu. Dan kamu tahu yang ku inginkan?" aku berusaha menahan air mata tetapi tidak kuasa aku menahannya hingga tetes demi tetes air mata jatuh ke pipiku dan dia jadi saksi air mataku.

  "Maafkan aku, aku tidak sengaja" jawabannya yang membuat aku kesal.

  "Maaf, tidak sengaja, itu sudah jadi jawaban cowok untuk dimaafkan"

Zaka berusaha menggapai tanganku untuk menenangkan diriku tetapi dia tidak bisa menggapai tanganku karena aku tidak seperti perempuan lainnya.

  "Lelah aku hadapi rasa yang tidak terjawab dan akhirnya terjawab seperti ini" 

  "Kecewa aku sama kamu" aku langsung pergi meninggalkan dia. 

Selepas aku turun dari tangga, aku langsung menghilangkan diri mengambil peralatan kerjaku di ruangan untuk pulang dengan hati yang kecewa. Pas aku tutup pintu ruangan kerjaku tiba-tiba Reza datang menghampiriku.

  "Mau kemana?"

  "Mau pulang kak, permisi" 

Kesekian kalinya tanganku digapai dia.

  "Tunggu, aku anterin ya?"

Aku membalasnya dengan senyuman sambil melepaskan tangannya di tanganku.

  "Terimakasih kak atas penawarannya, aku naik taxi saja"

Kemudian, aku memesan taxi online tidak sempat aku menunggu tiba-tiba Reza berada disampingku dengan sepeda motor ninjanya untuk siap mengantarku ke rumah tetapi niat baiknya keburu taxi online sudah datang dan aku pun memilih taxi karena hari itu aku benar-benar butuh sendiri. 

  Didalam mobil, aku sungguh tidak bisa menahan air mataku yang jatuh dan aku sudah berusaha untuk tegar tetapi apalah dayaku sebagai seorang perempuan yang mudah menjatuhkan air mata jika hati dilukai dengan cara yang tidak tepat. Sedangkan supir taxi online curi-curi pandang melihat aku yang sedang bersedih terhadap hal yang sulit aku hindari. 

   "Mohon maaf ya mbak, mbak menangis ya?" tanya supir dengan polos.

Seakan air mataku tertarik kembali ke dalam mataku setelah mendengar pertanyaan polos dari supir taxi online membuat aku ingin tertawa tetapi tidak bisa tertawa.

   "Tidak, saya abis menonton drakor tadi jadi terbawa suasana" 

   "Oh, drakor memang membuat kita jadi racun ya mbak. Anak saya suka sekali   drakor" 

Aku hanya menghela nafas untuk menghapus air mata ini supaya orang lain tidak ikut kedalam masalahku ini. Akhirnya sampai juga di gerbang perumahan Mawar Garden, aku pun membayar jasa taxi tersebut dengan cara online karena mengikuti protokol kesehatan saat ini yang serba teknologi.

   Kemudian, aku meletakkan peralatan kerjaku diatas meja kecil di ruangan kerjaku yang terletak di dekat wardrobe didalam kamarku. Dering handphoneku tiba-tiba berbunyi dan panggilan itu dari Zaka, aku mencoba mengabaikannya tetapi hatiku meminta untuk mengangkat telefon darinya dan untuk ketiga kalinya aku mengangkat telefon darinya.

   "Halo ada apa?"

   "Dev, nanti malam aku jemput ya?"

   "Mau kemana?"

   "Dinner"

Kali ini aku menolak permintaannya karena aku tidak ingin air mataku jatuh didepan dia karena dia, tetapi dia terus memaksaku. 

   "Please Dev, kali ini saja"

Aku menghela nafas secara perlahan dan pelan-pelan kali ini saja aku menerima permintaannya.

  "Oke, aku tunggu" langsung aku matikan telefon darinya. 

Handphoneku aku letakkan di meja kecil kantorku dan jemariku membawa poni depan kebelakang rambut sambil menahan air mataku agar tidak terlihat oleh orang di rumah karena aku tidak ingin orang rumah mengetahui masalahku ini dan hanya aku saja yang menyelesaikannya. Tetapi aku tidak kuasa menahan air mataku karena hati ini sungguh mencintainya namun dibalas dengan kekecewaan yang tidak terbayangkan. Ketika bunda tidak sengaja membuka pintu kamarku dan beliau mendengar isakan tangisku, bunda langsung memelukku dengan erat.

   "Sayang, cerita sama bunda kenapa kamu?"

Air mataku semakin deras membasahi pundak bunda yang membuat aku selalu nyaman dipelukan beliau, sehingga bibir ini sulit untuk bercerita ke bunda saat ini.

   "Sayang, jangan nangis. Bunda ada dipelukan kamu" 

   "Bunda, maafkan aku bun" terpatah-patah kataku dengan air mataku yang semakin deras di pipiku. 

Bunda pun melepaskan pelukannya dan jemari lembut beliau mengusap pipiku yang sudah basah dengan air mata, kemudian beliau membawaku tenang duduk diatas ranjang tidurku.

   "Sayang, ceritalah. Bunda siap jadi teman kamu kapan saja"

Aku menghela nafas secara pelan-pelan dan menatap mata bunda yang lembut tatapannya membuat aku tersenyum lebar melihat beliau, sehingga aku tidak sanggup menceritakan hal ini ke bunda karena aku tidak ingin mata bunda tergores dengan air mata karena orang yang sudah melukaiku dengan cara tidak tepat. Tetapi bunda memaksaku untuk bercerita. 

   "Bun, kenapa mencintai selalu dibalas dengan kecewa?" 

Pas kata terakhir yaitu kecewa, air mataku jatuh sederas-derasnya. 

   "Sayang, kamu sudah benar. Tapi waktu dan orang yang belum tepat untuk kamu cintai" sambil menenangkanku yang terisak-isak dengan air mataku.

   "Haruskah menyalahkan waktu bun? Kenapa tidak secepatnya bun?"

Beliau tersenyum lebar membuat aku merasa tenang dan aman disampingnya. 

   "Sayang, kita tidak bisa memaksa cepat untuk merasakan tetapi butuh waktu yang tepat untuk dapat merasakannya dan kini kamu belum saatnya merasakan"

Setelah beliau memberikan jawaban, aku menatap mata beliau dengan tegar. 

   "Tetapi aku sudah dewasa bun"

   "Bunda tidak bilang kamu anak kecil, bunda hanya bilang simpan hati kamu dan berikan hati kamu untuk orang yang mencintaimu dengan tulus" 

Aku mulai meresapi kata-kata dari bunda dan rada-rada ingat kata terakhir dari beliau yaitu tulus, seakan kata itu tidak asing di telingaku dan aku pernah mendengarnya dari orang lain yaitu Reza. Lalu aku mulai berfikir, berfikir untuk berhenti berharap mencintai dirinya yang sudah jelas tertulis memang bukan milikku dan aku mulai menutup hati untuk dirinya serta mulai membuka hati untuk orang yang benar mencintaiku dengan tulus. Jadi aku tetap menjadi diriku sendiri yaitu mencintai siapa saja tanpa berharap untuk dicintai dan aku membiarkan waktu yang tepat membalas semua cintaku dengan tulus. 

   Cepatnya waktunya berjalan, tidak terasa sudah menunjukkan pukul 8 malam Zaka pun menjemputku untuk bertemu di sebuah restaurant. Sesampai kami di tempat tersebut.

   "Dev aku minta maaf, aku sayang kamu tetapi kita tidak bisa bersama" sambil menggenggam jemariku sedangkan aku sambil menahan air ludah menerima kepahitan yang jelas didepan mataku dan terdengar jelas di telingaku. Namun aku berusaha tersenyum walaupun dihati sakit rasanya mendengar pernyataan barusan dari bibirnya.

   "Aku harap kita masih teman ya walau aku tidak bisa membalas cinta kamu" tegasnya sambil mengelus jemari kiriku dengan jemari kirinya sebagai kode bahwasanya sebentar lagi dia akan menjadi milik orang lain tetapi aku berpura-pura tidak melihat lingkaran cincin di jemari manisnya supaya aku tidak menangis lagi dan berusaha tegar didepannya namun apalah dayaku seorang perempuan bila mendengar hal terpahit yang jelas menyaksikannya. 

   "Dev aku tidak minta kamu hadir tetapi aku minta doa dari kamu"

Aku melepaskan genggamannya pelan-pelan.

   "Cukup, aku tidak ingin mendengar lagi. Aku selalu doakan semoga kamu bahagia dan kita tetap sebagai teman, karena kamu bahagia aku juga. Thanks"

Setelah aku mengucapkan kalimat terakhir untuknya, aku pun langsung meninggalkan dirinya yang terpaku seakan dia telah menyadari arti mencintai dengan tulus tetapi apalah dayaku semua sudah terjadi bahwa dia memang bukan yang terbaik dikirim oleh semesta untukku melainkan dia hanya dikirim untukku sebatas teman saja. Cuaca malam itu sangat mendukung dengan suasana hatiku saat ini di temanin sama hujan yang setia menemani air mataku semakin deras jatuh membasahi pipiku ini, ditengah hujan membasahi tubuhku aku terjatuh dan berat rasanya untuk berdiri kembali namun ada payung yang selalu melindungiku selama ini yang tidak aku hiraukan dirinya hanya karena aku lebih fokus pada satu cinta yang tidak jatuh cinta kepadaku, itu memang sakit yang kurasakan saat ini tetapi aku harus kuat dan siap menerima kenyataan yang ada. 

   "Kamu mau sedih, kecewa? Luapkan saja, ada aku disini" tegas Reza sambil memberikan payung teduh untukku.

Tidak sadar tubuhku bangkit kembali dan menatap matanya dengan lembut, lalu aku memeluk tubuhnya dengan erat sambil menangis dipundaknya yang kekar itu. 

   "Tangis saja di pundakku, aku selalu ada untukmu walau kamu belum lihat"

Seketika aku melepaskan pelukanku darinya dan menatap matanya kembali dengan lembut. 

   "Kini, aku sudah ada didepan mata kamu. Terimakasih selalu ada untukku selama ini" aku memberikan senyuman yang belum pernah aku berikan pada Zaka. 

Sepertinya Reza ingin mengungkapkan perasaannya denganku selama ini yang tidak aku hiraukannya, tetapi dia mengungkap dengan patah-patah namun jelas terdengar di telingaku.

   "Aku cinta kamu"

Aku tersenyum.

  "Aku juga cinta kamu, tapi?"

Reza mengkerut keningnya dengan penasaran penjelasan apa selanjutnya dari aku.

  "Tapi apa?"

  "Tapi, untuk hari ini aku memilih sendiri" 

Dari raut wajahnya Reza seakan dia mengerti terhadap perasaanku saat ini tetapi bercampur aduk dengan wajah kecewanya berharap ia menjadi milikku saat ini namun kenyataannya aku lebih memilih sendiri saat ini karena aku memberikan waktu untuk menyembuhkan luka dihati selama ini.

  "Kalau waktu mengizinkan kita bertemu lagi, percaya aku milikmu" giliran aku yang menenangkannya.

  "Aku juga percaya, jodoh tidak akan kemana" tegarnya Reza didepanku. 

Aku memberikan senyuman padanya kesekian kalinya yang belum pernah aku berikan pada siapapun dan akhirnya mulai hari ini, saat ini dan berikutnya aku memutuskan untuk memilih sendiri karena memberikan kesempatan waktu untuk menyembuhkan luka dihatiku selama ini dan juga aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri hanya karena cinta yang bukan milikku. 

                        -Tamat-


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi