Disukai
1
Dilihat
1,170
Anak Asrama Gokil
Slice of Life

Tinggal di asrama yang isinya perempuan semua selain seru juga penuh pengalaman tak terduga. Kebetulan aku dapat kamar yang isinya 8 orang anak.  Di asrama tempatku tinggal ketika duduk di bangku sekolah menengah atas, ada yang suka nguti. Uniknya barang yang suka diambil itu CD alias celana dalam termasuk sahabat karibnya bra. Jadi bukan CD musik ya. Yang diambil tentunya CD yang ciamik, keluaran terbaru dan modelnya keren.

Kejadiannya ketika suatu sore yang cerah, saat anak-anak asrama sedang semangat-semangatnya mengangkat jemuran yang sudah kering, tiba-tiba terdengarlah suara histeris salah satu anak. Kami pun berkerumun bak semut mengerubungi gula. Mendekati si korban yang sedang menangis Bombay.

“Arghhh,  CD gue yang baru beli kok nggak ada? Siapa sih yang tega mengambil CD gue untuk yang keseratus kalinya?” Lebay!

“Lo lupa naruh kali?” salah satu anak asrama mencoba menghibur.

“Enak aja! Gue belum pikun tahu! Gue sendiri yang cuci tuh celana subuh tadi. Sudah disayang-sayang tuh celana sampai dicucinya penuh perasaan, eh malah raib hiks.”

Semenjak kejadian itu, anak-anak asrama pun makin waspada terhadap barang miliknya masing-masing. Ada yang seharian duduk terus di depan jemuran. Tapi begitu ketiduran, 

“Huwaaaaa! CD gue akhirnya hilang juga.” 

Jadi, percuma aja kan diawasi terus? Wong si klepto tau kapan saat yang tepat untuk main embat. Tapi ada juga yang cuek bebek. “Mau hilang kek, mau ada kek, bodo amat! Soalnya CD gue bolong semua. Kan nggak mungkin si klepto tertawan sama tuh daleman,” ucap salah satu anak sambil ngikik. Untung nggak CD trio macan yang dicuri. Bisa-bisa tuh klepto mati konyol karena disobek-sobek perutnya.

Hari berganti hari. Anak asrama makin resah karena setiap hari ada saja yang mengaku kehilangan CD, termasuk aku. Tapi yang paling meresahkan, si klepto tetap enggak ketahuan batang hidungnya. Alias masih bebas berkeliaran di asrama. Jadi pelakunya bisa anak asrama, atau yang kerja bantu-bantu di dapur asrama. Atau pihak luar yang mengambil saat berkunjung ke asrama. Kemungkinannya banyak dan tragisnya tak jua ketahuan siapa pelakunya. Mulailah anak-anak berlaku paranoid. Siapa aja yang sedang mengangkat jemuran, pasti diikuti dengan kedua mata yang penuh selidik. Mata-mata dipasang di mana-mana. Sampai akhirnya anak-anak asrama memutuskan untuk menjemur CD mereka di dalam kamar. Biar kata keringnya lama, yang penting selamat. Alhasil kamar pun penuh dengan CD-CD yang berjejer di kawat jemuran darurat. Sampai-sampai ibu asrama shock berat begitu periksa kamar anak-anak. 

“What! Kenapa jemuran jadi pindah ke sini? Apa masih kurang jemuran yang ada di halaman belakang?” 

Anak-anak pun berlomba-lomba memberikan argumentasi, dari yang masuk akal sampai enggak. Hihihi. Aya-aya wae. Kalau dipikir-pikir tuh klepto mengapa sukanya mengambil barang privasi kayak CD, ya? Kenapa nggak mengambil barang yang familiar saja kayak sandal jepit, sepatu atau uang recehan pikirku. Kalau sudah begitu, anak-anak termasuk aku jadi sering bolak-balik ke Mall untuk beli CD yang baru, karena selalu kehabisan stok. Enaknya sehabis belanja di Mall, makan soto yang enak, murah, meriah tapi nggak bikin muntah. Apalagi kalau makannya pake sambel yang banyak sampai kepedasan. Seru aja rasanya meskipun habis itu sering ke toilet karena sakit perut. Terutama aku yang perutnya sensitif. Biasanya kalau sudah pada kepedesan sukanya spontan saling pegang lengan. 

“Ngopo sih, pegang-pegang tangan gue. Emang mau menyeberang?” Kalau dulu sudah ada Youtube kayak sekarang, mungkin kami sudah Dubsmas “Sambala, Sambala, Sambalado. Terasa pedas, terasa panas.”

Kita balik ke cerita anak asrama yang lain. Ada Donna yang agak centil bin manja mirip Lulu. Namun sangat suka diperhatikan. Telat sedikit saja dapat perhatian dari kita, Donna bisa tiba-tiba pingsan. Begitu dari jauh melihat kita ngumpul, Donna dengan semangatnya nunjukin gaya pingsannya yang tak jauh dari kita duduk.

 “Gue pingsan dulu ya beb. Ah” 

Kalau sudah begitu, kami panik menggotong Donna dan menyadarkannya. Beda dikit dengan Vita yang suka pingsan juga. Cuma Vita pingsannya hanya sebulan sekali karena dapat menstruasi. Selain Donna ada Riana yang anaknya lucu alias suka nge-joke yang bikin ketawa. Jadi kalau sedang bete atau sedih, aku terhibur banget dekat Riana. Hanya saja kalau ada yang macam-macam sama Riana langsung deh ditonjok. Pamong asrama yang ditakuti anak asrama aja nggak berani sama Riana. Makanya kalau pengen keluar dan harus minta izin pamong asrama, Riana yang selalu aku dorong untuk menghadap minta izin. Pokoknya jangan berani-beraninya sama Riana. Tapi Riana akhirnya jadi sahabat karibku, bahkan sudah seperti saudara sendiri. 

Kalau soal kesetiaan sebagai seorang sahabat, Riana tak diragukan lagi. Contohnya bila ada temannya yang mengajak Riana pergi, Riana akan menolak bila secara bersamaan aku minta ditemenin pergi juga. Ibarat pohon yang selalu setia berdiri tanpa keinginan untuk berpindah tempat. Sebatang pohon akan tetap selamanya di tempat ia tumbuh. Sebagaimana Riana yang akan tetap setia mendampingiku sebagai seorang sahabat sejati, baik dalam suka dan duka. Begitu akrab nya, sampai-sampai Riana enggak hanya jadi teman dan saudara, tapi merangkap juga jadi bodyguard di asrama. Enaknya jadi enggak ada yang berani menyakitiku. Hihihihi. 

Repotnya Riana yang mudah emosi, harus sering aku pisahin sama anak asrama ketika lagi tonjok-tonjokan, salah satunya hanya gara-gara berebut setrika! Aku sih senang-senang saja. Apalagi kalau ada cowok yang dekati, sementara aku nggak suka. Riana yang maju menggertak, sampai tuh cowok ngibrit karena takut. Oh ya, dengan bapak ibunya Riana aku juga kenal akrab. Bahkan saat liburan aku suka ikut pulang ke rumahnya di Kalimantan. Yang bikin aku terharu, bapaknya Riana juga sayang banget padaku. Kerinduanku akan almarhum bapak jadi terobati. Ambil tissue.

Demi menghilangkan kesuntukan, biasanya aku suka bertandang ke kamar-kamar anak asrama. Jadi bukan hanya bertandang ke tetangga saja yang trending topik. Tentu saja pakai gosip sedikit, digosok makin sip! Tapi ini gosipnya seputar gebetan, bukan gosip artis atau cerita kejelekan orang lain. Bela diri. Misalnya tentang anak asramaku Firda, yang centil bin pede abis merasa diri mirip artis sekelas Maria Mercedes. Mana ngomongnya susah berhenti mirip kereta api saking semangatnya kalau sudah cerita soal gebetan. Lah, ini gosip bukan? Halah! 

Sebenarnya aku hanya ingin belajar move on pada Firda. Selain belajar untuk selalu bangkit seperti pohon pisang di halaman asrama. Terus, emang apa hubungannya Firda sama pohon Pisang? Jelas ada, pohon pisang itu ya, meskipun berkali-kali ditebang, dia akan langsung tumbuh lagi. Enggak percaya? Kamu bisa coba sendiri di rumah. Hebatkan? Enggak ada deh dalam kamus pohon pisang untuk gampang mutung. Jadi yang namanya pohon pisang selalu move on setelah disakiti tubuhnya dan dirobohkan berkali-kali sama pisau. Mungkin sebuah pohon pisang tahu bahwa dirinya banyak manfaat. Hingga nggak ingin hidup sia-sia dengan selalu galau dan gampang putus asa. 

Bayangkan saja dari mulai daunnya, buahnya, sampai jantung pisang dapat kita makan. Pasti kamu suka kan, pisang goreng? Atau kolak pisang dan es pisang hijau. Daun pisang bisa untuk bungkus tempe, gado-gado, ikan pepes dan banyak lagi. Sedangkan jantung pisang bisa dibuat sayur yang enak pakai santan. Apa jadinya begitu ditebang itu pisang ngambek lalu ngomong “Mending gue enggak usah hidup lagi deh.” Nggak bakalan kita bisa makan pisang goreng kipas lagi. Aku rasa falsafah ini bisa dijadikan acuan untuk selalu semangat dalam hidup termasuk cita-citaku menjadi psikolog. Mencoba menyadari bahwa hidupku dan siapapun pasti banyak manfaatnya bagi orang lain. Salah satunya jadi psikolog dadakan di asrama, meskipun tanpa dibayar. Soalnya baru amatir belum profesional kayak Sarlito Wirawan.  

Jadi kalau ada yang curhat (duh gayane), dengan senang hati dan tangan terbuka lebar aku ladeni. Misalnya Esti yang mudah paper alias panas perasaan dan sulit memaafkan bila ada yang menyakiti hatinya. Aku coba ngademin hati Esti biar lebih tenang. Lalu kukasih masukan bahwa dendam itu hanya bikin hidup tersiksa karena selalu menyimpan amarah. Ibarat kita menggali dua lubang kuburan yaitu satu kuburan buat yang sudah bikin sakit hati dan satu lagi kuburan buat diri kita sendiri. Sekalian tips buat aku juga yang mudah baperan dan sakit hati.

“Makasih Sky, hati ini adem rasanya. Pintar juga kowe ngasih nasihat,” ucap Esti tersenyum. Aku pun balas senyum simpul plus ge-er sendiri dalam hati. Belum tahu kalau aku diam-diam makan bakwan. Atau saat Yuliana curhat bahwa ada anak kamarnya yang baru saja melakukan pengakuan dosa (hihihi kayak pastur saja) Yuliana pun minta saranku buat cari solusi. 

Lain hari ada anak yang curhat bahwa di rumah dia sering dibanding-bandingkan sama kakaknya itu. Membayangkan kalau diriku yang dibanding-bandingkan oleh mamak. Aku hanya bisa mendengarkan curhatnya sembari mencoba berempati. Pokoknya tiba-tiba rasa empatiku jadi bertambah akibat tinggal di asrama dan patah hati. Menemukan berbagai masalah dan karakter yang dibawa dari keluarga di banyak kota.

Berbicara tentang Firda, yang berkali-kali jatuh cinta dan berkali-kali juga sukses patah hati. Namun dia tetap saja bangkit lagi membuka hatinya menerima cinta yang baru. Termasuk cintanya Satiman tukang kebun yang naksir berat sama Firda. Bedanya gantian Firda yang menolak Satiman. Meskipun Firda awalnya nangis tujuh keliling habis diputusin, tapi nggak sampai sehari, dia bisa ceria lagi. Ketawa-ketiwi lagi bareng kita. Semangat ngejar cowok keren yang ia taksir lagi. Salut deh sama sikap move on-nya Firda. 

Mungkin dalam hidupnya Firda memegang teguh motto buanglah mantan pada tempatnya. Keren. Coba kalau sikap pantang menyerahnya itu dalam hal pelajaran sekolah. Masalahnya Firda lebih sering rangking paling belakang di kelas. Hihihihi. Atau kayak Uki yang cuek abis sama urusan gebetan. Prinsipnya yang penting masih bisa baca setumpuk komik seharian sambil tiduran. Mulai dari komik jepang topeng kaca, seri popcorn dan komik Chinmi. Sampai makan saja Uki sukanya di atas kasur, biar bisa sambil baca komik. Mirip lagi rawat inap.

Doi bakalan galau bila stok komik untuk dibaca sudah habis. Jadi, enggak ada deh dalam hidupnya galau karena kehabisan stok cowok. Jangan-jangan Uki bergabung di komunitas ijo lumut yaitu ikatan jomblo lucu dan imut. Walaupun badan Uki enggak ada imut-imutnya. Bahkan saking maniaknya sama komik, Uki sampai menghayati karakter tokoh dalam cerita komiknya. Uki bisa nangis dan tertawa sendiri. Sambil sesekali colek coki-coki yang tercecer di atas kasurnya. Aku kirain Uki akan tinggal kelas dan jadi jomblo abadi, karena kerjaannya sepulang sekolah baca komik melulu. Tiada kerjaan lain, bahkan untuk urusan mandi sekalipun. 

Uki yang terkenal cuek, paling nyengir aja lihat anak asrama mau pingsan karena kebauan. Mau mengalahkan rekorku yang malas mandi kayaknya. Apalagi kalau sedang dapat ide nulis, seharian aku nulis sampai handuk cuma dikalungin saja di leher. 

“Sky, loe kapan mandinya? Perasaan tuh handuk cuma dijadikan syal doang,” Pipit yang mondar-mandir ngeliatin aku masih nulis seharian terusik.

“Ya, kapan-kapan, lah.”

“Dasar lo ya, Sky, apa-apa kalau disuruh pasti bilangnya entar-entar aja.”  Pipit nggak tahu kalau aku tuh ikutan gerakan gafatar, gerakan apa-apa entar. Haha.

Coba kamar mandi asrama kayak hotel bintang 5, dijamin aku rajin mandi. Ngeles. Bisa-bisa Mamak nggak makan, karena uangnya habis buat bayar asrama yang pasti tarifnya jadi berjuta-juta. Jadi ingat lagu Oppie Andaresta,

“Andai aaaaa aku jadi orang kaya. Enggak usah pake kerja.“

Ibaratnya kalau jaman sekarang Uki kayak anak-anak sudah kecanduan gadget gitu.  Nyatanya Uki tetap tinggi nilai-nilainya di kelas. Usut punya usut ternyata Uki tetap nggak lupa belajar, sehabis melahap komiknya di malam hari pas anak asrama udah pada tidur. Siasat Uki belajar diam-diam pas anak-anak udah tidur, biar siangnya dihabiskan untuk baca komik. 

Akhirnya aku yang malas mandi ini suatu kali ikut juga ketika anak asrama ngajak berenang di Mandala Krida. Padahal bisanya cuma gaya batu alias diam di kolam sampai kedinginan. Lalu memutuskan untuk cepat naik dari kolam dan duduk baca buku.

“Sky, ayo turun, ngapain ke kolam renang kalau cuma ngeliatin doang,” ajak Esti.

“Hehehehe,” Aku hanya nyengir sampai akhirnya anak-anak gemes dan nyiram badanku yang sudah kering. Pengen marah, tapi karena aslinya aku nggak gampang marah. Atau kalau nggak ada lagi yang bisa dikerjain, aku suka iseng mengajak anak satu kamar, salah satunya Mimi di hari Minggu. Hari saat anak-anak asrama bebas pergi ke mana aja asal sudah kembali di sore hari. Yang penting jangan pergi balik ke rumah masing-masing, itu namanya kabur. Biasanya kalau pagi kami suka jogging ke Taman Sari berombongan, lalu pulangnya singgah beli sarapan di Pasar Tradisional Ngasem. Jajan lupis yang terbuat dari ketan dan dibungkus seperti lontong dan cenil warna-warni. Disajikan dalam daun yang dipincuk sama lidi. Jenang gempol yang terbuat dari tepung beras yang dipadu dengan kuah dari santan dan sirup gula jawa.

Ada lagi getuk, tiwul, dan gatot yang terbuat dari singkong. Makanan khas dari Gunung Kidul yang singkongnya ada warna hitam-hitamnya. Menurut temanku yang asli Gunung Kidul, makin hitam makin menul-menul rasanya, saking enaknya. Sementara proses pembuatan gatot cukup lama hingga akhirnya bisa enak dimakan. Jadi pertama-tama singkong dikupas dulu. Kalau ada yang langsung memakannya berarti bisa masuk Muri. Hah! Habis dikupas langsung dijemur sampai kering, ditutup sama plastik sampai jadi gatot. Terus dikeringkan lagi di panas matahari. Setelah kering, dicuci bersih dan dijemur lagi. Setelah dijemur lalu dipotong-potong menurut selera. Setelah itu direndam pakai gamping selama 3 hari. Baru kemudian dikukus.

 Ada satu lagi yang aku suka, cemplon namanya. Yaitu singkong yang diparut terus dicampur dengan kelapa muda parut yang sudah dikasih garam. Lalu dibentuk bulat dan tengahnya diisi gula merah sebelum di goreng. Nikmat banget, dah. Kenangan indah yang tak pernah terlupakan. Ingat anak-anak asrama keluar lari pagi penuh keringat lalu pulangnya menyerbu jajanan di trotoar Pasar Ngasem. Kecuali yang agar mager alias malas gerak salah satunya aku yang lebih banyak jalan daripada lari. 

 Oh ya, tips nih buat yang mager agar tetap sehat dan serasa olahraga terus.

 Pertama, sering-sering saja nonton acara olah raga entah itu di televisi atau di lapangan. Enggak olah raga tapi berasa olah raga kan? 

Kedua, paksa diri untuk menggerakkan tubuh, asal jangan gerak terus seharian. Bukan apa-apa, capek! Bisa-bisa badan lo nggak bisa gerak-gerak lagi besoknya karena udah diforsir seharian. 

Pasar Ngasem sebenarnya merupakan pasar tradisional yang khusus menjual hewan peliharaan terutama burung. Tetapi selain burung juga terdapat hewan peliharaan lain yang dijual, antara lain Kelinci, Marmut, Anjing, Kucing, Jangkrik bahkan Ular dan lain sebagainya. Pasar ini terletak di Kampung Ngasem dan Kampung Taman, Kecamatan Kraton, sekitar 400 meter arah barat dari Keraton Kasultanan Yogyakarta. Untuk lengkapnya kamu bisa tanya mbah Google saja ya. 

“Mi, ini kan hari Minggu, mau ikut gue ke Malioboro enggak?” sambil nongkrong liatin orang yang lalu lalang. 

“Gue hobinya nongkrong di WC, Sky."

”Gubrak!”

Kesibukanku selain ngegosip ke kamar-kamar di asrama adalah kasak-kusuk cari berita baru kayak wartawan media ternama. Dan, berita yang aku dapat sungguh membuat penasaran. Kalau di koran mungkin sudah jadi headline. Berita bahwa anak asrama kembali mengalami kecurian alias hampir setiap hari ada saja barang yang hilang. Padahal sudah lama asrama aman terkendali. Mulai dari baju, jam tangan, barang pernak-pernik sampai duit gopek yang terletak di kamar anak asrama saja hilang. Lumayan bisa buat beli satu gorengan. Soalnya uang jajan anak asrama kan terbatas. Yang ekonominya seret jajannya paling gopek. Ada juga sih yang sepuluh ribu sehari, soalnya punya orang tua tajir. Jadi wajar kalo anaknya juga ikutan tajir. Kecuali kalo orang tuanya pelit bin medit.

Berita santer ini membuat kami berusaha menjadi detektif kelas teri. Siapakah gerangan yang suka ngutil di asrama? Apakah orang yang sama dengan yang suka nembak beli gorengan? Atau anak asrama yang dulu suka mencuri tapi sekarang udah insaf? Lalu tergoda lagi untuk melakukan kegiatan yang terlarang ini. Atau jangan-jangan anak yang dulu pernah mencuri, mengulang lagi karena merasa sudah pada lupa kasus ini. 

Aku dan anak-anak yang ditugaskan untuk menyelidiki, jadi parno. Setiap anak selalu ditatap penuh selidik dan diawasi sedemikian rupa. Meeting di gelar di musala yang merangkap ruang serbaguna untuk kegiatan apa saja. Keesokan harinya saat bel istirahat berbunyi, kami segera ngacir ke asrama untuk melakukan penggeledahan. Yang paling penting, minta izin dulu pada penjaga sekolah biar gak dikira bolos. Tak sampai lima menit, kami sudah sampai di asrama. Jarak antara sekolah ke asrama memang cuma 100 langkah kaki orang dewasa. Kalau langkah kaki bayi, mungkin bisa sampai 10 ribu langkah. Apalagi kalo bayinya merangkak hehehe. 

Mulailah satu-persatu kamar anak-anak di periksa. Mulai dari isi lemari baju diperiksa, kasur yang dibongkar dan dibolak-balik, sampe periksa kolong tempat tidur segala. Biasanya setelah ini anak-anak asrama langsung manyun begitu tahu kamarnya berantakan. Mereka berusaha untuk mengerti bahwa tim penyidik sedang beraksi. Jadi nggak mungkin bisa marah. Setelah semua kamar diperiksa, tak ditemukan juga barang bukti. 

Sebelum kasus diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi, tiba-tiba terjadi perdebatan dan saling tuduh tanpa adanya bukti. Beberapa anak mencoba berdalih bahwa anak yang sudah insaf  itulah yang mengambil uangnya. Sebab barang bukti ditemukan di kotak peralatan sekolah si tertuduh. Kotak itu disimpan rapi di dalam kardus kecil yang ada di bawah tempat tidur.  Tertuduh memang dulu pernah mengambil barang teman-teman saat baru menjadi penghuni asrama. Waktu itu umurnya masih sangat muda, karena baru masuk SMP. Menurut pengakuannya, awalnya dia melakukan karena heran dengan barang-barang yang baru ia lihat. Maklum, dia berasal dari daerah terpencil. Istilahnya masih ndeso bin katrok. Jadi rasa heran inilah yang membuatnya ingin memiliki barang-barang bagus yang jarang ia temui di kampung. 

Seiring bertambahnya usia, ia mulai mengerti bahwa yang ia lakukan adalah salah. Hingga dia memutuskan untuk bertobat, dengan berjanji pada diri sendiri untuk tak mengulangi lagi perbuatan tak terpuji nya itu. Beda dengan Salamah yang ngutil barang-barang asrama karena terpaksa. Kehidupan ekonominya tak sebaik anak asrama yang lain karena dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apalagi menurut Salamah, setelah ayahnya menikah lagi, Salamah harus berbagi jatah dengan adik-adik tirinya.

Namun aku dan sebagian anak asrama dilema benar atau tidak. Karena pelaku mengaku bukan dia yang mengambil sambil berurai air mata. Uang itu memang sengaja dia simpan rapi untuk membeli barang yang ia perlukan. 

“Sejatinya kita enggak bisa menuduh orang sebelum ada bukti, sih. Takut terjadinya fitnah bila ternyata tidak benar. Bisa saja anak asrama yang lain, atau si pelaku yang dulu suka mencuri kumat lagi,” jelasku sok bijak di hadapan anak-anak.

“Iya nih, apalagi setahu gue, anak yang dituduh itu sudah benar-benar tobat dengan lebih banyak beribadah dan tahajud tiap malam. Kurang apa lagi coba bukti tobatnya yang sungguh sungguh itu,” timpal anak yang lain. Tapi tetap saja ada anak yang nggak percaya. 

“Halah, bisa aja salatnya itu cuma kedok doang biar dikira alim.” Aku dan yang enggak setuju hanya bisa mengelus dada dan ingin semua bisa terpecahkan. Apalagi para pelaku yang dicurigai nggak ada yang mau mengaku meskipun sudah dipaksa berterus terang di ruang sidang. Akhirnya, terjawablah siapa si pelaku ketika bapak asrama meminta kami semua minum air yang sudah didoakan. Bila yang meminum air itu pelaku sebenarnya, reaksi badannya akan gatal-gatal dan merah. Tidak menunggu lama, air tersebut bereaksi. 

Ternyata benar bukan Si A yang sudah tobat pelakunya. Anak-anak termasuk diriku sadar bahwa dalam hidup ini kita enggak boleh mudah menuduh orang lain sebelum ada bukti sahih. Tak ada alasan bagi kita memvonis dan menjauhi seseorang yang pernah berbuat salah, kan. Selama pelaku sudah menunjukkan itikad untuk berubah. Tak heran kalau mantan narapidana banyak yang galau kembali ke masyarakat meskipun sudah berubah lebih baik. Khawatir akan dijauhi dan nggak diterima lagi, apalagi sampai dikucilkan. Prihatin.

Kejadian soal pencurian berlalu. Kami semua termasuk diriku akhirnya bisa bernafas lega. Namun keesokan harinya,

“Ayo kita bongkar kamar dan kasur Sky,” seru beberapa anak asrama. 

“Lho, ada apa ini? Kok tiba-tiba kasurku yang dibolak-balik?”

“Ada yang mengaku kehilangan dompet, dan katanya ada yang menemukan di kamarmu.”

“What! Jangan asal tuduh dong. Ampun deh”

“Lebih baik kita buktikan bersama, apa ini fitnah atau bukan,” ucap salah satu anak asrama.

Sebelum tangisku pecah, ternyata dompet yang hilang itu ada di bawah kasurku saudara-saudara. Kebayangkan kayak apa muka ini? Berganti warna dari hitam ke putih pucat pasi. Soalnya kulitku hitam, tapi hitam manis kayak gula jawa. Duh, kejam banget yang udah fitnah diriku hiks. Tanpa ampun aku digiring ke musala dan disidang disuruh mengaku.

“Aku harus mengaku apa? Wong tidak melakukan hal memalukan ini,”tangisku sambil keukeuh membela diri. 

“Halah! Mana ada maling yang mau mengaku, kecuali maling cinta hihihi.”

Gerrrrrr, suara tawa anak-anak membuatku semakin merasa terhina. Baiklah emak, aku harus melawan! Karena anakmu ini berada di pihak yang benar!

“Hai! Dengar ya semuanya. Gue nggak pernah niat ngutil, Soalnya duit kiriman gue lebih banyak dari kalian semua,” jawabku naik darah nggak terima. Sombong aku pun kumat. Namun yang terjadi,

“Happy birthday to you, Happy Birthday Sky.”

Ternyata aku lagi dikerjain, baru ingat bahwa hari itu memang hari lahirku. Pengen marah dan menyumpah-nyumpah karena sudah berhasil buat diriku malu. Tapi yang ada aku malah nangis terharu. Kejadian yang nggak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Rekomendasi