Retak Yang Mengutuh (Skrip)
7. (Scene 24 - 27)

24. EXT. TAMAN – SORE.  

Cast: BAIM, DINDA

Kita melihat BAIM dan DINDA sudah sampai di area taman. Tetapi mereka tidak ‘masuk’ ke taman.

Mereka hanya di pinggir jalan.

DINDA sudah turun dari boncengan motor, berdiri di pinggir jalan. Menunggu BAIM yang tak segera turun dari motornya.  

DINDA merasakan ada sesuatu yang tak biasa dan ‘aneh’ pada BAIM.

DINDA

(Pelan dan hati-hati)

Sejak ketemu Mas Dedi kamu nggak mau ngomong, emang kenapa, Im?

BAIM

Nggak kenapa-napa.

DINDA

Kok jadi pendiam?

BAIM

Nggak, ah! Kamu aja yang kecentilan!

DINDA

Kenapa kamu beda banget, sejak dari rumah makan, nggak kayak sebelumnya. Dinda bisa ngerasain, Im. Kalau ada sesuatu diomongin aja.

BAIM

Aku cuma heran, kamu kelihatan sudah akrab sama si Dedi. Sudah ketemu berapa kali sebelumnya?

DINDA

Baru sekali, di rumah Tente!

BAIM

Baru sekali aja sudah akrabnya bukan main. Tahu, nggak? Dia itu naksir kamu! Gayanya bawa segala novel biar kamu terkesan! Punya hobi yang sama!

DINDA

Ah! Kamu ngarang-ngrang aja! Tahu dari mana bawa novel cuma buat biar aku terkesan?

BAIM

Dia cari semua informasi tentang kamu sama ayahmu. Modusnya sudah kebaca. Matanya aja tadi nggak lepas-lepas dari kamu. Emang kamu nggak ngerasa?

DINDA

Biarin aja dia naksir! Pokoknya cinta dan sayangku cuma untuk kamu, Baim!

BAIM

(Tersenyum)

Bener, Din?

DINDA

Seratus persen.

BAIM

Awas, Din, ucapanmu dicatat malaikat! Akan kamu pertanggung jawabkan di Yaumil Hisab! Disaksikan langit dan bumi dan  taman! Dan semua makhluk Allah yang mendengar!

DINDA

Kamu juga termasuk saksinya, Im!

BAIM

Saksi, bahwa Dinda sayang dan cinta sama Baim sampai akhir nanti!

DINDA

Iya. Semoga Allah memberkahi. Aamiin.

BAIM

Aamiin!

DINDA

Jadi, sudah?

BAIM

Sudah apa?!

DINDA

Sudah ayo antar aku pulang!

CUT BACK TO

25. INT. KAFE ARMAN - RUANG AKAD NIKAH – SIANG.

Cast: BAIM, DINDA

BAIM baru saja bisa menghubungi DEDI setelah berkali-kali dicoba.

Meskipun DINDA tahu, BAIM sedang berkomunikasi dengan DEDI, namun ia seolah sudah tak peduli lagi (dengan Dedi).  

BAIM justru yang lebih gencar ingin tahu keadaan DEDI saat ini.

Percakapan ini bagian terpenting yang ingin diketahui BAIM tentang keadaan DEDI saat ini.  

BAIM

Jadi, kondisimu kini tak memungkinkan kamu untuk melakukan aktivitas secara normal?

INTERCUT:

26. INT. RUMAH DEDI - KAMAR TIDUR – PAGI.

Cast: DEDI, BAIM

DEDI merasa senang, BAIM tiba-tiba menghubungi dirinya. Kondisi DEDI amat memprihatinkan. (Empat puluh lima persen cacat permanen) hampir sepanjang waktu duduk di kursi roda. Hanya bagian perut ke atas yang masih ‘hidup’ dan mampu menunjang aktivitas kesehariannya. Di samping tempat tidurnya, DEDI bicara dengan BAIM lewat ponselnya.    

DEDI

Delapan puluh persen, aktivitas keseharian saya dari atas kursi roda.

BAIM

Apa yang telah terjadi?

DEDI

(Menarik nafas seperti menghela beban berat)

Sekitar setahun yang lalu, di suatu malam yang naas, di parkiran, tiba-tiba seseorang menghantam tengkuk saya. Kemudian saya tak sadarkan diri. Dan koma sekitar dua pekan. Lalu dirawat di rumah sakit selama delapan bulan. Dan hasilnya, badan saya dari bagian pusar ke bawah lumpuh permanen.

BAIM

Orang yang memukul, Mas Dedi tahu, atau sudah tertangkap?

DEDI

Tidak tahu dan sampai sekarang belum tertangkap. CCTV yang merekam jaraknya agak jauh, jadi kurang jelas. Namun, ketika melihat sosoknya saya seperti pernah mengenalnya. Intuisi saya meyakinkan. Tapi, sudahlah, mungkin itu hanya deja vu.

BAIM

Maaf Mas Dedi agak terlalu jauh, mungkin nggak, orang itu salah sasaran.

DEDI

Entahlah, hanya Tuhan yang tahu. Tapi jujur, mungkin ini ada hubungannya dengan kasus Ayah saya. Beberapa orang yang pernah saya terima kerja, akhirnya masuk penjara. Ikut tersangkut di kasus Ayah saya.

BAIM

Kasus Ayah Mas Dedi?

DEDI

Baim belum pernah dengar?

BAIM

Belum. Kasusnya apa?

DEDI

Ayah saya memberi gratifikasi petinggi Dati Dua. Tender proyek infrastruktur. Salah satu yang masuk Lembaga Permasyarakatan adalah Pak Sobri, ayahnya Dinda. Beliau tertangkap OTT yang membawa uangnya. Maka saya maklum kalau Dinda membenci saya. Tapi saya tak menuduh Dinda pelakunya. Tak mungkin. 

BAIM

Dinda tak membenci Mas Dedi.

DEDI

Kok Baim tahu?

BAIM

Saya sekarang sedang sama Dinda....

DEDI

Oh my God! Tapi syukurlah, itu yang paling saya harapkan. Betapa sayangnya Dinda sama Baim. Cinta Dinda tak pernah tergoyahkan, hanya untuk Baim. Meski godaan menerpa. Itu cinta sejati! Satu-satunya harapan di sisa hidup saya adalah minta maaf pada Baim. Saya pernah berusaha merebut Dinda dari Baim secara tidak fair!

BAIM nyaris meneriakkan kebencian mendengar pengakuan DEDI. Tapi ia mampu menahan dan bisa berpikir bijak. Itu takdir Allah. Toh bukan hanya DEDI yang salah. BAIM merasa ikut andil salah, karena telah memutus silaturrahim dengan DINDA dengan mengganti nomor ponselnya!

BAIM (V.O)

Apapun yang telah dilakukannya, ia telah menerima ganjaran dari perbuatannya!

BAIM lalu mengakhiri sepihak komunikasi dengan DEDI.

Tapi DEDI belum menyadari.

DEDI

Baim, sekali lagi saya minta maaf. Syukur kalian telah kembali menyatu... halo...halo... Im, kok dimatiin....

DEDI melempar ponselnya ke kasur. DEDI menarik nafas lega. Merasa telah melunasi, membayar hutangnya pada BAIM. Hati yang telah lega, membuat DEDI tanpa merasa berdosa mengingat kembali dosanya.

FLASH BACK

27. INT. KANTOR DEDI, R. KERJA PAK SOBRI –SIANG.

Cast: PAK SOBRI, DEDI

DEDI masuk ke ruang kerja PAK SOBRI.

PAK SOBRI sedang membuat laporan kemajuan proyek.

DEDI menarik kursi, langsung duduk di hadapan PAK SOBRI.

PAK SOBRI segera menghentikan kegiatannya.

DEDI

Kerja Pak Sobri dinilai bagus oleh Bos Besar.

PAK SOBRI

Begitu? Syukur alhamdulillah!

DEDI

Saya berharap Pak Sobri bisa menjadi orang kepercayaan Bos Besar.

PAK SOBRI

Saya akan meningkatkan etos kerja saya.

DEDI

Satu langkah lagi, Pak Sobri sudah jadi tangan kanannya. Kelihatannya beliau cocok dengan Pak Sobri.

PAK SOBRI

Saya tak berharap terlalu muluk. Saya pegawai baru di sini.

DEDI

Kepercayaan butuh suatu jaminan, Pak, bergabunglah menjadi keluarga kami.

PAK SOBRI tak mampu menginterpretasikan apa yang di maksud ‘ menjadi keluarga’ oleh DEDI.

Bagi PAK SOBRI menjadi pimpro di sebuah proyek yang dianggapnya cukup prestisius saja sudah merupakan anugerah yang luar biasa.  

PAK SOBRI

Saya tahu diri, dengan jabatan pimpro saja merupakan ujian yang belum tuntas saya tunaikan.

DEDI

Kalau begitu, akan saya perjelas. Terserah Pak Sobri jika tak berminat menjadi orang kepercayaan Ayah, tapi saya sangat tertarik dengan putri Pak Sobri. Intinya, kalau Dinda menjadi istri saya, otomatis Pak Sobri menjadi keluarga kami ‘kan?

PAK SOBRI menyandarkan badannya ke kursi. Sesaat ia menatap Dedi dengan pandangan seperti ingin mengatakan: “ Putriku telah menemukan lelaki yang menjadi idamannya!”

PAK SOBRI

Saya pernah menyimpan puisinya penyair kaki lima. Saya masih hafal baitnya. Sederhana, tapi dalam maknanya. Boleh jadi ini tanggapan saya atas keinginan Nak Dedi. Judulnya: Cinta Itu. Cinta itu tak bisa dipaksa dan bukan karena apa. Cinta itu sebabnya satu; karena suka. Cinta itu harapannya hanya satu; bahagia. Cinta itu hanya milik dua orang. Cinta sejati tetap terpelihara Dan terjaga kesuciannya. Karena tak bisa tersentuh oleh orang ketiga, Yang akan menodainya.

DEDI serta merta panas telinganya mendengar bait terakhir puisi yang di bacakan PAK SOBRI. DEDI beranggapan, PAK SOBRI telah bersikap apriori terhadap dirinya!

DEDI

(Berdiri, siap beranjak pergi)

Dengan cara saya, apapun keinginan saya pasti akan terlaksana! Puisi kaki lima itu puisinya orang ngelantur!

CUT BACK TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar