14. EXT. LINGKUNGAN MASJID - DEPAN KAMAR PAK SOBRI – SIANG.
Cast: DINDA, PAK SOBRI (Ayah Dinda)
DINDA duduk di sebuah bangku panjang di depan kamar PAK SOBRI (45 tahun). Ia tampak sedang membaca novel karya penulis Andrea Hirata.
DINDA masih mengenakan seragam sekolah (bawahan rok panjang hingga tumit. Sementara bajunya lengan panjang. Meski tak berhijab, rambutnya berusaha ditutupi dengan pas mina).
DINDA sedang menemui ayahnya. Secara berkala, setelah pulang sekolah, ia berusaha menyempatkan bertemu dengan ayahnya.
PAK SOBRI menghampiri DINDA, ketika selesai berbenah di masjid. Ia lalu duduk tepat di sebelah DINDA.
PAK SOBRI memandang DINDA yang tak bereaksi atas kehadirannya. DINDA tetap serius dengan bukunya.
PAK SOBRI
Dinda sudah makan?
DINDA
(Kaget. Baru sadar di sebelah ada ayahnya)
Sudah, Ayah. Tadi bareng Baim di warteg.
PAK SOBRI
Kirain belum makan, itu di kamar Ayah ada nasi kotak. Belum Ayah makan.
DINDA
Buat makan sore Ayah saja.
PAK SOBRI
Ayah masih kenyang. Buat Dinda saja. Di sini
banyak yang mengantar makanan.
DINDA
Untuk Ayah, nanti. Ayah nggak usah khawatir
soal makan Dinda.
PAK SOBRI
Jangan selalu merepotkan Baim. Nanti kamu merasa hutang budi pada Baim, nggak bisa lepas dari dia!
DINDA
Dinda nggak pernah merasa terbebani dengan perasaan itu, Yah. Justru Baim yang nggak suka kalau Dinda menolak pemberiannya.
PAK SOBRI
(Nadanya agak sinis)
Yaah, asal tidak ada pamrihnya saja. Kelemahan kita sering dijadikan modus untuk memengaruhi kita!
DINDA
(Cepat menukas)
Jangan sampai kebaikan Ayah hilang sia-sia, karena su’udzon.
PAK SOBRI
(Agak kesal)
Ayah lebih tahu dalam hal itu, Din! Ayah hanya mengingatkan, kalau sudah telanjur kamu nanti yang rugi. Kamu bisa mendapatkan suami melebihi Baim dalam hal apapun.
DINDA
Maksud Ayah apa? Dinda belum berpikir tentang suami! Lagi pula Ayah tak boleh menilai seseorang dengan merendahkannya!
PAK SOBRI
Ayah tidak merendahkan dia. Terus terang, Ayah kesal. Sejak kamu berteman sama Baim, sepertinya waktumu tak ada lagi untuk Ayah. Habis Sama Baim!
DINDA
Akhir-akhir ini Dinda ‘kan tiap pulang sekolah ada bimbel. Konsentrasi supaya lulus di ujian semester akhir nanti.
PAK SOBRI
Itu sih, tidak masalah. Ayah tidak suka, jika waktu Dinda dihabiskan selalu bersama Baim. Itu ‘kan mengundang fitnah. Apalagi sekarang kamu tinggal di rumahnya!
DINDA
Tapi bukannya Dinda sudah bilang sama Ayah? Dan Ayah setuju, setelah Dinda jelaskan kalau Baim nggak tinggal di rumahnya? Apa Ayah mau mengekosi Dinda? Biar Dinda pindah dari rumah Baim?!
PAK SOBRI
Nanti kalau Ayah sudah ada pekerjaan. Saat ini, kita memang belum bisa menanggung penghidupan kita berdua. Mudah-mudahan Ayah mendapat pekerjaan yang menghasilkan finansial yang bagus.
DINDA
Aamiin. Dan yang berkah, ya, Ayah?! Untuk saat ini, biarkan Dinda tinggal di rumah Baim.
PAK SOBRI
Ayah kasihan sama Baim. Ayah lihat ia pontang panting mencari penghidupannya! Apa lagi sekarang bebannya tambah karena ada kamu.
DINDA
(Berusaha membela Baim)
Ayah nggak tahu aja. Dinda lihat, Baim sekarang lagi kebanjiran permintaan ngajar privat sampai banyak yang ditolak. Ia juga baru direkrut bimbel baru yang bonafid
PAK SOBRI
Tapi ingat, Din, kita kan tetap bukan apa-apanya Baim, kalian hanya berteman.
DINDA
Baim dan Mbak Ayu ikhlas menolong Dinda, Ayah.
PAK SOBRI
Mudah-mudahan kebaikan mereka berdua dibalas oleh Allah.
DINDA
Aamiin.
FADE OUT
FADE IN
15. EXT. TAMAN – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA
Berawal dari close–up jemari tangan (Dinda) mengelus lembut bunga mawar putih yang baru mekar. Bunga itu tumbuh dari tanaman di dalam pot plastik. Terlihat kemudian DINDA membersihkan gulma yang merubungi tanaman itu.
Belakangan tampak BAIM duduk di sebuah kursi mungil (semacam kursi anak TK) yang ada beberapa pasang di taman itu.
BAIM kelihatan sedang memikirkan sesuatu. Ia terkadang menerawang, terkadang menunduk, seperti tengah mencari solusi dari suatu masalah.
Mereka berada di fasum, area taman di sebuah kompleks perumahan.
Taman itu tempat paling layak buat curhatan mereka, jika salah satu dari mereka ada masalah atau kepingin curhat.
Kali ini BAIM yang membawa DINDA ke taman.
Selesai membersihkan gulma, DINDA move mendekati BAIM, lalu duduk di kursi di sebelah BAIM.
DINDA
Katanya mau ngomong sesuatu. Ngomong apa, Im?
BAIM
(Menghela nafas)
Aku tadi malam diminta ketemu Ustaz Sahal dan ayahmu.
DINDA
(Kaget. Antusias ingin tahu)
Ada masalah apa dengan Ayahku dan Ustaz Sahal, Im?
BAIM
Sedikit masalah tentang kita berdua.
DINDA
Mengenai kita? Aku nggak ngerti, Im! Apa masalah kita?!
BAIM
Ustaz menanyakan status hubunganku denganmu. Kujawab, kami bersahabat. Lalu Ustaz tanya ayahmu, apakah aku pernah bicara dengan ayahmu, misalnya tentang sesuatu yang merupakan janji? Ayahmu menjawab, belum.
BAIM mengilaskan pandangannya ke DINDA sesaat, melihat reaksi DINDA.
DINDA serius menyimak BAIM.
BAIM (CONT’D)
Pembicaraan itu intinya begini; Ustaz menyarankan ke ayahmu, sebaiknya kau tinggal di asrama putri yang dekat dengan sekolah. Beliau yang akan menanggung seluruh finansialnya. Ayahmu setuju, tinggal membicarakan dengan kamu. Sesudah itu, aku tak ikut pembicaraan mereka lagi. Tapi yang kudengar, usulan Ustaz yang lain.
DINDA
(Penasaran)
Apa yang kau dengar usulan Ustaz yang lain itu, Im? Cepat ngomong!
BAIM
(Kecewa)
Ustaz bilang sebaiknya kau keluar dari rumahku, kos ke asrama putri. Jika ayahmu mengizinkan, Ustaz akan mengkhitbahmu.
DINDA
Apa? Yang benar aja! Tanpa persetujuanku?
BAIM
Tentu nanti akan dibicarakan denganmu.
DINDA
Umurku belum cukup untuk nikah! Sekolah aja baru mau kelar! Pokoknya aku menolak!
BAIM
Kalau umur, mungkin nggak nikah lewat KUA, bisa.
DINDA
(Menyela)
Nikah siri?! Amit-amit!!
BAIM
Di khitbah kalau kau mau, akadnya bisa nunggu sampai kau lulus.
DINDA
Apa aku tak punya hak menolak?
BAIM
Kamu berhak menolak kalau kamu tak menginginkannya. Khitbah tak bisa terjadi secara sepihak atau paksaan.
DINDA
Kita kan selama ini hanya sahabatan, kenapa jadi ada yang ngusilin?! Kenapa Ustaz seolah berhak menentukan keinginannya? Apa ini modus untuk memutus persahabatan kita, Im?!
BAIM
Begini, Din. Apa yang kita lakukan, terkadang berlawanan dengan cara pandang orang lain yang melihat kita. Mungkin saja tanpa kita sadari, atau mungkin menurut mereka, kita telah menyalahi etika moral atau kaidah agama. Memang ada benarnya, Ustaz Jujur, apa kita selama ini benar-benar hanya bersahabat, Din?
DINDA
Menurutmu, Im?
BAIM
Mulut kita sering tak jujur. Pikiran kita senang membujuk. Lebih jujur hati kita, tapi suka menyembunyikan kejujurannya. Aku sering menganggapmu bukan hanya sahabat. Kalau hanya bersahabat, kenapa kita tak bisa bersahabat dengan yang lain?
DINDA
Yang lain nggak ada yang cocok dan sejalan Dengan ide dan pemikiran kita.
BAIM
Persis! Itu juga jawabanku jika ada pertanyaan yang sama. Tapi tetap ada yang tak jujur di dalam hati kita! Ada yang kita sembunyikan sambil menunggu waktu yang tepat atau keberanian untuk menyampaikannya, itu yang kualami.
DINDA memandang sesaat ke wajah BAIM, penuh arti. Namun ia enggan berkata. DINDA merasakan, BAIM seolah sedang memberikan pengakuannya. Dan mempertanyakan kejujuran hati DINDA.
BAIM (CONT’D)
Terkadang aku berpikir, mustahil persahabatan ini murni hanya bersahabat. Lalu jika ada peduli, perhatian dan kemudian rasa sayang, apakah itu bukan fitrah manusia? Sebagai pria dan wanita, wajar memiliki kasih sayang dan saling ketertarikan!
DINDA
Aku pernah merenungkannya sejauh itu, Im, tapi aku tak berani jujur. Mungkin belum....
BAIM
Mungkin sekarang ini saatnya kita jujur dan saling membuka diri dengan hati kita, Din?
DINDA
Entahlah, Im, aku belum berani. Aku takut kecewa. Katakan saja yang ingin kau katakan, agar aku tahu....
BAIM memahami sikap DINDA yang tak mau atau malu mengungkapkan isi hatinya lebih dulu. BAIM memutuskan akan mengungkapkan yang tersembunyi dalam hatinya.
BAIM
Persahabatan kita sedang terantuk masalah, anggap saja kita sedang mencari solusinya. Aku sih, berharap kau tidak keluar dari rumahku, lalu pindah ke asrama putri. Atau dikhitbah Ustaz. Aku ingin kau tetap bersama Mbak Ayu.
DINDA
Itu juga yang aku mau!
BAIM
(Sesaat menatap seperti memohon)
Sebenarnya, aku ingin lebih meningkatkan hubungan kita.
Ada desiran aneh di dada DINDA dan itu membuat perasaannya senang.
DINDA
Maksudmu... Im?
BAIM
Kau pasti tahu... Bukan hanya sekedar hubungan persahabatan....
DINDA
(Sok berlagak pilon)
Katakan yang lebih jelas, Im....
Merasa sudah terlewat setengah jalan dan ‘telanjur basah’ mengeluarkan isi hati, maka BAIM makin ‘berani’, nekat dan lugas!
BAIM
Dinda, aku mencintaimu. Kita buat ikrar saling sayang dan setia?
Perasaan DINDA seketika melambung. Ia terkesima. Nyaris tak percaya BAIM yang mengucapkannya. Tak pernah mengira, BAIM akan secepat dan selugas itu menyampaikan perasaannya. Ia bahkan bereaksi hanya menunduk untuk menyembunyikan kebahagiaan hatinya.
DINDA (V.O)
Akhirnya yang kunanti sekian lama terwujud juga....
BAIM
Tapi kita juga harus konsekuen dengan apa yang telah menjadi keputusan kita bersama. Setuju, Din?
DINDA
Aku setuju, Im! Kenapa baru sekarang? Apa karena Ustaz?
BAIM
Mungkin saat ini waktunya paling pas dan baru ada kesempatan. Aku sih tak berpikir karena takut bersaing dengan Ustaz atau khawatir ayahmu lebih memihak Ustaz. Tapi karena aku memang menyayangi kamu!
Sesaat perasaan DINDA kembali melambung. Kali ini ia mengekspresikannya dengan senyuman terindah dan memandang BAIM penuh kasih.
BAIM (CONT’D)
Apakah kau tak pernah tahu, bahwa setiap aku memandangmu aku berpikir, kurasa aku telah menemukan gadis yang cocok untuk menjadi teman hidupku, kelak....
DINDA
(Berlagak kurang peka)
Begitu? Aku tak mengira kamu punya pemikiran begitu. Sejauh ini, aku hanya mengira, mungkin kamu akan tetap menjadi Baim sahabat sejatiku!
BAIM
Memang, apa bedanya? Sahabat sejati itu akan abadi dari pada mantan sahabat yang menjadi kekasih!
Kepercayaan diri DINDA akhirnya muncul untuk mengungkapkan isi hatinya yang selama ini terpendam.
DINDA
Mungkin itu makna mimpiku di suatu malam. Mimpi itu telah lama berlalu, tapi aku masih mengingatnya.
BAIM
Apa mimpimu itu, Din?
DINDA
Di suatu malam, sebelum aku bertemu denganmu, aku bermimpi melihatmu. Aku berpikir, apakah ini suatu keajaiban? Setelah kenal kita lalu menjadi sahabat yang saling cocok dalam segala hal. Dan sejak itu, aku ingin selalu berada bersamamu.
BAIM
Aku bahkan sering menunda bertanya, apakah kamu pernah berpikir bahwa kita sebenarnya lebih cocok menjadi sepasang kekasih?
DINDA
Aku malah suka membayangkan, alangkah indahnya, kalau mantan sahabat menjadi kekasih! Aku berdoa, agar itu akan terjadi pada kita, Im!
BAIM
Dan ternyata doamu terkabul!
DINDA
Persis seperti yang kuharapkan!
BAIM
Mulai saat ini kita akan perbarui hubungan kita. Mungkin caranya yang kita sesuaikan dengan kaidah agama kita.
DINDA
Aku sependapat denganmu, Im.
BAIM
Esok dan hari selanjutnya, akan kita jalani masih seperti hari-hari kemarin. Bedanya, ikrar kita akan menjaga, agar di antara kita tak ada yang mengingkarinya.
DINDA
Aku setuju, Im!
FADE OUT
FADE IN
16. INT. R. TAMU - KAMAR PAK SOBRI – PAGI.
Cast: PAK SOBRI, DINDA
DINDA duduk di salah satu kursi yang hanya ada sepasang di ruangan itu.
Wajah DINDA penuh tanda tanya. Ia sedang menunggu ayahnya.
Tak berapa lama PAK SOBRI datang dari luar (masjid). Ia langsung duduk di hadapan DINDA.
PAK SOBRI
Dari tadi Ayah tunggu, Din. Ayah tinggal dhuha, mumpung masih pagi.
DINDA
Dinda sedang bantuin Mbak Ayu, beres-beres rumah, selagi libur. Ada apa, Yah, manggil Dinda. Kayaknya ada yang mau dibicarakan?
PAK SOBRI kelihatan canggung dan agak gugup. Seperti tak tahu dari mana mau mulai bicara.
Tapi akhirnya PAK SOBRI memilih cara menyampaikan dengan lugas dan spontan.
PAK SOBRI
Din, sepekan lagi Ayah mau melaksanakan akad nikah!
DINDA
(Kaget)
Mendadak sekali, Yah?! Siapa perempuan yang akan Ayah nikahi?! Kenal di mana? Sejak kapan kenalnya?
PAK SOBRI
Satu persatu nanyanya, biar Ayah jelaskan. Yang penting, kamu setuju dulu!
DINDA
(Tak antusias)
Entahlah, Yah. Buat Dinda, tak ada yang bisa menggantikan Ibu!
PAK SOBRI
Ayah tak meminta, perempuan yang Ayah nikahi nanti bisa menggantikan Ibumu. Tapi kamu setuju atau tidak, Ayah tetap akan menikah dengannya!
DINDA
(kesal)
Buat apa Ayah tanya setuju nggak setuju? Dinda kenal orangnya juga belum!
PAK SOBRI
Nanti Ayah kenalkan. Mudah-mudahan pernikahan Ayah dengannya nanti, akan mengubah kehidupan kita, insya Allah.
DINDA
(Masih kesal)
Terserah Ayah aja, deh! Toh Ayah yang mau nikah! Dinda hanya minta, sebelum ia resmi menjadi istri Ayah, Dinda harus tahu siapa dia!
PAK SOBRI
Akan Ayah ceritakan semua tentang perempuan yang akan Ayah nikahi. Tak ada bagian terkecil pun dari dia yang akan Ayah tutupi.
FADE OUT
FADE IN