11. EXT/INT. SEKOLAH BAIM - RUANG KELAS DINDA – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA
BAIM sampai di depan ruang kelas DINDA. Ia sengaja mencari DINDA. Ia tersenyum senang ketika telah menemukan yang ia cari.
DINDA belum beranjak dari tempat duduk di dalam kelasnya. Sementara kelas sudah sunyi sepi, hanya tinggal dia sendiri. Wajah DINDA tampak murung.
BAIM move mendekati dan duduk di sebelah DINDA.
BAIM
(Memandang penuh perhatian pada Dinda)
Kenapa enggak nunggu di ‘Pojok Jemputan’?
DINDA
(Sesaat menghela nafas)
Aku sedang bingung, Im!
BAIM
Coba kau bilang, apa yang kau bingungkan. Aku siap menghalau kebingunganmu!
DINDA
Kamu sudah sering melakukan itu. Aku yang bosan mengatakannya padamu!
BAIM
Eit... kita sudah janji, ‘kan? Sedih atau senang kita akan kita bagi bersama? Jika di antara kita ada masalah, kita akan cari solusinya bersama? Ingat?
DINDA
Tapi aku nggak fair, masak aku terus yang ada masalah dan minta bantuanmu!
BAIM
Itulah gunanya persahabatan kita. Aku senang bisa membantumu. Berarti kau percaya padaku! Kita ini partner, Dinda. Dan seterusnya akan menjadi partner ‘kan?
DINDA
Aku berharap begitu. Hubungan kita akan jadi sahabat sejati.
BAIM
Sekarang apa yang membuatmu sedih?
DINDA
Tak semestinya kamu tahu masalah keluargaku, kali ini....
BAIM
Berapa lama kita ini telah menjadi partner?
DINDA
(Mengingat-ingat)
Tiga tahun kurang empat bulan, atau mungkin lebih.
BAIM
Nah! Itu kamu ingat! Jadi, kenapa kamu murung, dan tak mau membagi masalahmu ke aku? Apa aku sudah tak layak ikut menyelesaikan masalahmu?
DINDA
(Tiba-tiba menangis)
Aku tak bisa mengatakan ke kamu, Im....!
BAIM
Sudah, sudah, jangan menangis. Hapus air matamu, Dinda. Nanti kalau ada yang lihat, jadi fitnah. Ayo kita cari tempat yang enak,
biar kamu bisa ngomong masalahmu. Aku lapar, nih! Kita cari warung yuk, kita ‘kan belum makan siang! (membimbing tangan Dinda)
DINDA tak bisa menolak ajakan BAIM. Ia beranjak mengikuti BAIM.
CUT TO
12. INT. WARTEG SEDERHANA – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA, PELAYAN
BAIM duduk bersebelah dengan DINDA di dalam warteg. Mereka sudah menyantap makanan yang mereka pesan. Kebetulan warteg sedang sepi pengunjung. Hanya mereka berdua. Pelayan juga tak peduli lagi dengan keberadaan mereka setelah melayani.
Menjelang DINDA menyelesaikan suapan terakhirnya (Baim sudah selesai lebih dulu), kelihatan berlangsung pembicaraan tentang masalah DINDA. Hal itu membuat BAIM nampak ‘sangat prihatin pada Dinda’. Kira-kira demikian pembicaraan mereka itu:
BAIM
Jadi, pembeli rumahmu itu mau pindah lusa?
DINDA
Ya. Kami harus keluar dari rumah. Aku akan cari kontrakan.
BAIM
Ayahmu bagaimana?
DINDA
Ayah ingin segera pindah. Soalnya pembeli ini baik banget. Kami masih boleh menempati lebih dari enam bulan (air matanya berlinang).
BAIM cepat meraih tisu yang ada di jangkauannya, lalu memberikannya pada DINDA.
DINDA (CONT’D)
(Menyeka air mata)
Sejak Ibu masuk rumah sakit hingga wafat, mereka tahu semua uang penjualan rumah untuk biaya ibu. Ketika uang sudah habis pun, mereka masih memperbolehkan kami tinggal, hingga detik ini.
BAIM
Ya, bisa dipahami perasaan ayahmu. Terus rencana kamu dan ayahmu mau cari kontrakkan?
DINDA
Sebetulnya hanya untuk aku.
BAIM
Maksudmu? Terus ayahmu tinggal di mana?
DINDA
Ayah sudah dapat tempat tinggal sementara di masjid Al- Hikmah.
BAIM
Masjid Al-Hikmah di komplek Peruri? Aku sering ketemu ayahmu jamaah di situ! Siapa yang ‘bawa’?
DINDA
Ustad Sahal yang merekomen ke DKM Al-Hikmah. Ayah menggantikan marbot yang sakit dan sedang di rawat di rumah anaknya.
BAIM
Oh, ya, Pak Dikin sedang sakit. Semoga cepat sembuh. Jadi, masalah ayahmu sudah teratasi. Tinggal kamu ‘kan?
(V.O)
Kayaknya Dinda sedang menghadapi masalah finansial. Itu problem Dinda yang selalu
enggan membicarakannya denganku. Aku harus membantu....
BAIM lalu nampak berpikir serius. Tak berapa lama, ia telah menemukan jalan keluarnya untuk DINDA.
BAIM
Aku punya jalan keluar untukmu, Din!
DINDA
Apa idemu, Im?!
BAIM
Nanti kita bicarakan!
Sesaat, DINDA merasakan sesuatu yang menyesakkan dadanya menyusut mulai sirna. Juga pening yang muncul sejak masalah ada.
DINDA kagum pada BAIM. DINDA menatap BAIM penuh makna. Matanya berbicara tentang rasa terima kasih dan memuji, saat terus memandang sahabatnya itu.
BAIM memanggil pelayan, bertanya berapa jumlah yang harus dibayar untuk yang telah mereka makan, lalu membayarnya.
DINDA
(Setelah melihat Baim menyelesaikan pembayaran)
Terus kita mau kemana, Im?
BAIM
Ke rumahku!
DINDA tak perlu bertanya lagi. Ia senang saja dibawa ke rumah BAIM. Karena di rumah itu ia sudah menganggapnya sebagai rumah keduanya. Dan keluarga BAIM (tinggal kakak perempuannya) sudah layaknya keluarga sendiri.
DINDA
(Tersenyum)
Aku senang kamu bawa ketemu Mbak Ayu.
BAIM
(Senang melihat Dinda sudah bisa tersenyum)
Nah, gitu dong, tersenyum! Kau tahu, Dinda, hal yang paling aku sukai dari dirimu? Yaitu senyummu. Maka teruslah tersenyum, agar aku akan terus menyukaimu!
Hati DINDA yang mulai mekar, diekspresikannya dengan mencubit lengan BAIM.
CUT TO
13. INT. RUMAH BAIM: R. TAMU – DAPUR - KAMAR AYU – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA, AYU
Kita melihat BAIM dan DINDA sudah duduk satu sofa di ruang tamu rumah BAIM.
Lamat-lamat terdengar suara alunan musik ‘gambus modern’ dengan suara biduanitanya yang merdu nan syahdu berciri khas suara ‘remaja jilbaber’. (Misalnya; Nissa Sabyan dengan Deen Assalam, Rahman ya Rahman. Atau Anissa Rahman dengan Muhasabah Cintaku).
Mereka sedang menunggu AYU (kakak kandung Baim) keluar menemui mereka.
DINDA kelihatan serius menekuni ponselnya.
Sementara BAIM juga melakukan hal yang sama.
Tapi nampaknya DINDA sudah selesai dengan kesibukan ponselnya.
DINDA
(Bingung mau melakukan apa? Tiba-tiba Menemukan ide)
Mbak Ayu masih sibuk di dapur, apa perlu kubantuin, Im?
BAIM segera menghentikan kesibukannya dari menekuri ponsel. Ia sangat paham kebiasaan kakaknya yang merasa ‘sangat terganggu’ jika ada yang mendekatinya ketika sedang memasak.
BAIM
(Cepat berdiri lalu ‘menekan’ pundak Dinda agar tak ke dapur)
Tadi sih hampir kelar pas kita baru datang. Coba kulihat lagi ya, Din?
DINDA
Ya, deh! Coba lihat lagi!
BAIM beranjak move ke dapur.
Sementara masih terdengar (Nissa Sabyan dengan Deen Assalam?)
Ternyata ‘Deen Assalam’ datang dari speaker bluetooth mini di atas meja dapur menemani AYU yang sedang memasak menyiapkan makan siang.
Pada sat itu AYU baru selesai menggoreng (ikan, atau yang lainnya?).
AYU
(Kaget, tiba-tiba Baim muncul)
Kelamaan nunggunya, ya, Im?
BAIM
Belum selesai, Kak?
AYU
Ini baru selesai!
BAIM
(Merasa lebih baik ngomong dulu ke Ayu tanpa Dinda)
Mau bilang dulu ke Kak Ayu di sini, bisa?
AYU
(Mematikan kompor gas dan speaker)
Mau bilang apa, Im?
BAIM
Tentang Dinda yang kuminta tinggal di sini.
AYU
(Kaget, namun merendahkan suaranya)
Apa? Dinda mau tinggal di sini?
AYU menarik tangan Baim, membawa masuk ke kamarnya. AYU juga segera menutup pintu kamar (khawatir Dinda menyusul Baim dan mendengar pembicaraan mereka).
AYU (CONT’D)
(Sebelumnya sudah dapat info, rumah Dinda dijual)
Memang yang beli rumahnya sudah mau menempati?
BAIM
Ya, Kak. lusa.
AYU
Kita perlu diskusikan dulu, Im!
BAIM
Aku tak tega, Kak. Dinda mau cari kontrakan, lalu tinggal sendiri.
AYU
Kenapa Dinda musti tinggal sendiri? Na, ayahnya di mana?
BAIM
Ayahnya dapat kamar marbot di masjid Al-Hikmah, gantiin marbot yang sedang sakit.
Sejenak AYU kelihatan berpikir sebelum melanjutkan pembicaraan.
AYU
Begini ya, Im, bukannya Kakak tidak berempati pada keadaan Dinda. Kita sudah merasakannya sendiri, ‘kan? Ketika orang tua kita meninggal dan sertifikat rumah kita masih tergadai. Beruntung Allah menggerakkan hati Mas Arman mau membantu kita.
BAIM
Justru karena itu, Kak! Tidakkah kita bersyukur atas pertolongan Allah lewat Mas Arman? Dengan cara menolong Dinda?
AYU
Kita akan menolong Dinda dengan cara yang lain, Im. Tapi bukan mempersilahkannya tinggal di sini.
BAIM
Bantuin Dinda selain tinggal di rumah kita, ya bantu bayar kontrakannya. Kita sendiri ‘kan sedang prihatin, Kak. Insya Allah kalau Baim sudah direkrut bimbel yang baru, mudah- mudahan ekonomi kita berubah. Doa’in aja, Kak!
AYU
Amiin!!
AYU kembali berpikir. Ia tak bisa mencegah keinginan BAIM menolong DINDA tapi.
AYU
Tapi, Im, kamar kita ‘kan cuma dua. Kecualikalau separoh rumah kita tidak kita kontrakkan.
INSERT
Kita bisa melihat tiba-tiba DINDA sudah berada di depan pintu kamar AYU. DINDA (yakin Baim dan Ayu ada di dalam kamar sedang membicarakan dirinya). DINDA menempelkan telinganya ke daun pintu kamar dalam rangka ingin mendengarkan pembicaraan BAIM dan AYU.
BAIM (V.O)
Mbak Ayu pasti mengira Dinda akan sekamar dengannya dan khawatir privasinya akan terganggu.
AYU
Dan kita juga harus berpikir, jangan sampai kita memberikan pertolongan tapi mengundang fitnah. Sebagian besar tetangga kita sudah tahu, kamu akrab dengan Dinda.
BAIM
Baim akan keluar rumah, jadi kamar Baim bisa ditempati Dinda.
AYU
Terus kamu mau tinggal di mana?!
BAIM
Tadi Baim ngobrol sama Tito, dia malah mau nyerahin kunci kamarnya yang dipegang Tante Tati, supaya kamarnya Baim tempati selama Tito KKN di Sukabumi. Jadi beres kan, Kak? Baim ngungsi ke kamar Tito selama Dinda nempati kamar Baim!
AYU (V.O)
Baim memang tak mudah menyerah dan rela berkorban demi orang yang disayangi. Mudah-mudahan hubungan mereka langgeng sampai hari pernikahan.
BAIM
Gimana, Kak? Baim mau ke rumah Tito, nih, ambil kunci!
AYU
Tapi Kakak harus bilang dulu sama Tante Tati. Biar dia adiknya ayah kita, jangan sampai kita kayak orang yang nggak punya etika, Im!
BAIM
Iya, Kak. memang Kakak harus bilang dulu sama Tante Tati!
AYU
Ya udah, kalau keputusanmu begitu, habis makan siang nanti kita ke rumah Tante Tati.
BAIM
Oke! Makasih, ya, Kak!
BAIM ingin segera menemui Dinda. Ketika membuka pintu, ia terkejut saat melihat DINDA sudah ada di depan pintu.
DINDA tersipu mengira BAIM tahu ia menguping pembicaraan di dalam kamar AYU. DINDA segera mencari alasan.
DINDA
Aku barusan cari kamu di dapur, tapi kamu dan Mbak Ayu kok nggak ada... e... e... mau ngasih tahu, Im, aku tadi bicara sama Sella, sementara aku mau tinggal di rumah Sella saja....
BAIM
Sella yang tinggal di Jatiwaringin? Jauh banget kamu berangkat sekolahnya, Dinda! Aku nggak setuju idemu!
Mendengar suara DINDA, AYU segera keluar kamar menemui DINDA.
AYU
(Memegang pundak Dinda, seperti menenangkan)
Kamu nggak usah ke mana-mana, Dinda. Kamu tinggal di sini saja!
DINDA
(Terharu dapat pertolongan)
Nanti saya merepotkan Mbak Ayu dan Baim....
BAIM
Nggak ada yang repotin, Din.
(Menoleh ke Ayu, tersenyum meledek)
Kak Ayu justru malah senang sekali, ada yang bantuin masak!
DINDA
(Bimbang. Tahu, di rumah Baim cuma ada dua kamar tidur)
Tapi Im... jadi, tidurmu...?
BAIM
(Cepat menyela)
Berhubung kita belum boleh tinggal satu rumah, maka aku akan pindah dari rumah ini!aku akan menempati kamarku yang baru!
DINDA
Pindah...? Kamar baru?! Maksudmu, Im?
AYU
Sudah! Sudah tak usah dibahas lagi, ya, Din?! Baim mau pindah ke kamar Tito! Sepupu kami, Din!
DINDA
Ooo! Kamar Tito, di mana itu, Mbak...?
AYU
Tujuh rumah dari sini, arah kanan. Nggak usah khawatir, Din, nggak jauh, Kok. Pokoknya kamu akan tinggal di sini, oke?
DINDA
Terima kasih Mbak Ayu.
AYU
Sama-sama. Sekarang Dinda bantuin Mbak, ya, nyiapin makan siang kita!
DINDA
Siap, Mbak!
FADE OUT
FADE IN