Retak Yang Mengutuh (Skrip)
6. (Scene 20 - 23)

20. INT. RUMAH BU ISYANA - R TAMU – SIANG.

Cast: DINDA, PAK SOBRI, BU ISYANA

PAK SOBRI dan BU ISYANA sedang duduk menunggu kedatangan DINDA di ruang tamu. PAK SOBRI, sudah pindah tinggal di rumah BU ISYANA.

Di ruang tamu itu, selain dindingnya yang dihias kaligrafi juga ada dua lukisan klasik; pemandangan flora dan miniatur taman empat dimensi yang menampilkan detail-detail yang menyejukkan mata bagi yang melihatnya.

Ada juga perabotan yang mendominasi ruangan, seperti bufet yang dipenuhi barang antik dan sofa setengah lingkaran berlapis kulit imitasi, di mana sepasang pengantin senja itu kini sedang duduk mesra berdua.     

Di atas bufet di pajang beberapa foto anggota keluarga BU ISYANA. Foto terbaru yang baru dipajang semalam adalah foto seorang pemuda yang sedang bersandar santai pada mobil mewahnya. 

Beberapa menit berselang terdengar suara motor (Baim). Tak lama kemudian muncul DINDA di ruang tamu tanpa BAIM.

DINDA

Assalamu’alaikum!

PAK SOBRI, BU ISYANA

(Serempak)

Waalaikummussalam!

BU ISYANA

(Berusaha ramah pada Dinda)

Mana Baim, kok nggak ikut masuk, Din?

(Berdiri, menyongsong Dinda dengan memeluk dan cipika cipiki)

DINDA

Baim hanya ngantar Dinda, Tante. Ia mau langsung ke Bimbel.

BU ISYANA

Duduk, Din! Mau minum apa?

DINDA

Nanti biar Dinda buat sendiri saja, Tante! Boleh ‘kan?

BU ISYANA

Tentu boleh! Tapi kalau Dinda sudah mau tinggal di sini, ya? Kalau sekarang harus Tante yang buat! Mau, teh? Kopi, apa susu?

DINDA

Dinda bawa air mineral. Tante nggak usah repot. Kita mengobrol aja, ya?

DINDA dan BU ISYANA lalu duduk berdekatan.

PAK SOBRI jadi tersisih dari perhatian BU ISYANA. Tapi ia malah senang dan membiarkan istrinya yang sedang melancarkan pendekatan yang lebih akrab pada DINDA.

BU ISYANA

Dinda, sebentar lagi kita akan punya bos.

DINDA

Siapa yang akan jadi bos, Tante?

BU ISYANA

Siapa lagi, kalau bukan....

BU ISYANA menunjuk PAK SOBRI dengan dagunya. Yang ditunjuk hanya senyum-senyum.

PAK SOBRI

Terima kasih, telah merintis kan jalanku untuk mendapatkan pekerjaan, Bu.

BU ISYANA

Sama-sama, Pak. Merintis jalan rezeki untuk kita semua, ‘kan, Pak?

PAK SOBRI

Iya, Bu.

BU ISYANA (V.O)

Aku hanya mengikuti saran anakku, sesuai bidangmu, Pak. Mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik untuk keluarga kita.

DISSOLVE TO

21. INT. DALAM MOBIL BU ISYANA – SORE.

Cast: BU ISYANA.

BU ISYANA sedang berbicara dengan seseorang lewat ponselnya.

BU ISYANA

Halo! Tante ingin memastikan, apakah evaluasi untuk Pak Sobri sudah ada hasilnya?

SUARA PONSEL (O.S)

Hampir, Tante. Proses masih berjalan. Sudah lewat beberapa tes, hasilnya lumayan.

BU ISYANA

Mesti lewat prosedur tes segala?

SUARA PONSEL (O.S)

Kami tetap melakukan serangkaian tes dan cek konduite di pengalaman kerjanya terdahulu. Juga apa dia punya kapabilitas di bidangnya? Andai ia kami beri tugas menangani kontrak bernilai puluhan milyar, apabila mengatasi jika ada masalah ringan maupun berat. Bagaimana cara mengatasinya?

BU ISYANA

Misalkan nggak lolos, apa ada pilihan kerja yang lain? Bukan yang dia inginkan, maksud Tante?

SUARA PONSEL (O.S)

Ada, Tante. Prosedur itu pada dasarnya antisipasi agar kami tak kecolongan. Sementara ini laporan tim penilai yang masuk ke saya, lumayan bagus.

BU ISYANA

Ya syukur kalau begitu.

SUARA PONSEL (O.S)

Ngomong-ngomong, putrinya Pak Sobri, boleh juga, Tante!

BU ISYANA

(Cepat menukas)

Lihat di mana?

SUARA PONSEL (O.S)

Di pernikahan Tante, tempo hari.

BU ISYANA

Jangan mulai, ia sudah menjadi putriku! Kalau nggak serius, jangan coba mendeketi!

SUARA PONSEL (O.S)

Kalau begitu, bagaimana jika saya serius?!

BU ISYANA

Sayangnya terlambat! Ia sudah punya teman dekat!

SUARA PONSEL (O.S)

Baru teman dekat, Tante. Peluang masih terbuka. Fifty-Fifty!

BU ISYANA

Asal yang sportif kalau mau kompetisi!

SUARA PONSEL (O.S)

Pastinya, Tante!

CUT BACK TO

22. INT. RUMAH BU ISYANA - RUANG TAMU – SIANG. 

Cast: DINDA, PAK SOBRI, BU ISYANA, DEDI

DINDA masih belum yakin ayahnya bisa secepat itu mendapat pekerjaan.   

DINDA

Jadi, Ayah mau dapat proyek?

BU ISYANA

Ya, Din. Proyek besar. Satu blok ruko berlantai tiga. Ayahmu pimpronya

DINDA

Subhanallah! Alhamdulillah! Semoga jadi rezeki yang berkah, ya, Ayah?

PAK SOBRI

Aamiin!!

BU ISYANA beranjak mengambil foto lelaki yang mejeng di samping mobil mewahnya dari atas bufet.

BU ISYANA

(Menunjukkan foto pada Dinda)

Ini bosnya ayahmu, Din. Bos besarnya sebetulnya ayahnya. Dia anak sepupu jauh Tante. Masih Bujangan, tampan, kaya raya. Sayangnya belum ada bidadari yang cocok mengikat hatinya.

BU ISYANA semakin gencar mempromosikan keponakannya pada DINDA.

Sementara DINDA hanya mendengarkan dengan setengah hati. Hati dan pikiran DINDA malah berkelana mengingat kebersamaannya yang penuh romantika dengan BAIM. DINDA tersenyum mengingatnya.

Senyum DINDA dianggap sebagai respons positif oleh BU ISYANA.

Waktu berselang beberapa saat.

Sampai terdengar suara mesin mobil yang nyaris tak bersuara berhenti di depan rumah BU ISYANA.

Disusul kemunculan, kita sebut saja namanya; DEDI (30 tahun). Ia sudah berdiri di ambang pintu rumah BU ISYANA.

DEDI

Asalamualaikum!

DINDA, PAK SOBRI, BU ISYANA

(Berbarengan)

Waalaikummussalam!

BU ISYANA

(Masih dengan keterkejutannya) Dedi! Tumben!

DEDI

Ya, Tante, mampir.

(Bersalaman dengan Pak Sobri, mengangguk pada Dinda)

BU ISYANA

Ini dari kantor apa dari proyek? Duduk, Ded!

DEDI

Makasih, Tante.

(Mengilaskan pandangan ke Dinda.)

Dari kantor, terus ada observasi lokasi sama pimpro di dekat sini. (Ke Pak Sobri) sekalian, mumpung ketemu Pak Sobri, apa Pak Darwis sudah bilang, besok Pak Sobri ditunggu di kantor? Mau deal kontrak dan SPMM.

PAK SOBRI

Alhamdulillah! Sudah, tadi pagi.

BU ISYANA

Oh, ya, Ded! Kenalkan putri Tante tersayang, Dinda Kirana!

DEDI

(Bersalaman dengan Dinda)

Dedi Bujana.

(V.O)

Bukan main cantiknya! Aku harus....

BU ISYANA

Dedi! Bengong aja!

DEDI

(Gugup)

Oh, ya, Tante, nggak....

FADE OUT

FADE IN

23. INT. RUMAH MAKAN CEPAT SAJI – SIANG.

Cast: BAIM, DINDA, DEDI

BAIM dan DINDA sedang menikmati makanan dan minuman mereka. Terkadang di antara menikmati santapan itu, mereka menyelinginya dengan obrolan, rencana mereka atau curhat ringan yang tak memerlukan pemikiran yang serius.

DINDA

Kamu sudah dapat kandidat penyedia beasiswa, Im?

BAIM

Sudah. Tapi yang kuminati adanya jauh.

DINDA

Di mana?

BAIM

Di Lampung, di Semarang dan di Yogya.

DINDA

Terus, kalo kamu jauh, aku nanti gimana? Kalo ada cari yang masih di sini. Biar kita nggak berjauhan.

BAIM

Kalo ada. Aku juga penginnya, gitu.

DINDA

Membayangkan aja aku jadi galau, Im.

BAIM

Jangan dibayangkan, tapi di jalani aja, nanti. Lagian juga belum pasti.

Tiba-tiba di benak DINDA melintas gagasan yang ekstrem, yang tak pernah terpikir sebelumnya.    

DINDA

Atau gini, Im, misal nih ya, kalo kamu dapat di Semarang atau di Yogya, aku ikut kamu. Aku mau kuliah juga. Tapi, kita nikah dulu, bagaimana?!

BAIM

(Kaget)

Ha?! Nikah?!

DINDA

Iya! Nikah siri, maksudku. Biar kita bisa nge-kos bareng. Sekarang lagi ngetren, lho, Im, nikah dini.

BAIM

Udah, ah, jangan pikir yang aneh-aneh! Mereka kembali fokus ke makanan dan minumannya.

BAIM sedang menyelesaikan suapan terakhir di piringnya.

DINDA sedang menyeruput jus apel, ketika DEDI masuk dan (kebetulan) pandangannya langsung menemukan DINDA.

DINDA juga pada saat yang sama melihat DEDI.

DEDI tersenyum menghampiri meja DINDA dan BAIM. Di dada DEDI Ada desiran dan degup yang aneh tepat ketika matanya berserobok dengan mata DINDA.

Akan halnya DINDA, momen ini sangat kebetulan, dan akan di manfaatkannya untuk mengucapkan terima kasihnya.

DEDI

Dinda bisa lagi ada di sini?

DINDA

Mas Dedi juga kok ke sini?

DEDI

Makan siang, karena di sini tempat yang paling dekat. Kantor kita, ada di seberang jalan agak ke kanan sedikit.

DINDA berinisiatif memperkenalkan BAIM pada DEDI.

DINDA

Mas Dedi, kenalkan, pacar Dinda, Baim.

BAIM kaget, refleks memandang DINDA. Ia tak mengira cara Dinda memperkenalkannya selugas itu.

DEDI tersenyum, mengangguk, lalu menyalami BAIM.

BAIM

Ibrahim

DEDI

Dedi Bujana

DINDA

Mas Dedi, Ayah ada di kantor?

DEDI

Tadi pagi saya lihat. Kalau sekarang sepertinya sudah ke proyek. Kenapa? Ingin ketemu?

DINDA

Nggak, cuma tanya. Nanti di rumah juga ketemu.

DEDI

Iya juga. Ngapain ketemu di kantor kalau di rumah juga ketemu?

DINDA tertawa.

DINDA

Mas Dedi gabung sama kita?

DEDI

Sebaiknya, saya di meja pojok saja, sambil mau menyelesaikan....

DINDA

(Cepat memotong, ketika ingat....) Mas Dedi, terima kasih telah memberikan kepercayaan pada Ayah saya.

DEDI

Bukan saya yang memberi kepercayaan, tapi ayahmu memang layak mendapatkannya.

DINDA

Sekali lagi, terima kasih, Mas Dedi....

DEDI

Sama-sama. Dinda mestinya bangga punya ayah seperti Pak Sobri.

DINDA

Dari dulu. Tapi bukan hanya bangga, kadang sebel.

Berkata begitu, mata DINDA melihat (CU) novel A MOST WANTED MAN versi bahasa Inggrisnya di tangan DEDI. Ia jadi terkesan. Tapi ia batasi, cukup hanya sampai pada tahap ‘sedikit kagum’, dengan minat bacanya (bukan pada penampilan atau orangnya).

DEDI memperhatikan DINDA dengan penuh saksama. 

 

DINDA

Masih sempat baca juga?

(Menunjuk pocketbook di tangan Dedi)

DEDI

Hobi yang tak bisa dihilangkan.

DINDA

Tak menghambat kesibukan kerjanya?

DEDI

Justru pekerjaan yang menghambat hobi. Dinda suka baca novel juga?

DINDA

Paling suka.

DEDI

Yang ini suka? (Menunjukkan novel di tangannya)

DINDA

Ingin, tapi saya lebih lancar baca terjemahan Indonesianya.

DEDI

(Tersenyum) Dinda, kamu pintar ngeles!

DINDA

Yang pintar ngeles itu Baim, muridnya banyak.

DEDI tertawa mendengar seloroh DINDA.

Terdengar ponsel DEDI ada panggilan masuk.

DEDI

Oke, saya mau mojok dulu, Dinda, Baim....

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar