17. EXT. LINGKUNGAN SEKOLAH - POJOK JEMPUTAN – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA
BAIM menghampiri DINDA dengan motornya.
DINDA sedang duduk di bangku panjang di ‘Pojok Jemputan’, tempat ia biasa menunggui BAIM (atau sebaliknya) untuk pulang bareng.
Wajah DINDA murung, tanpa senyuman, seperti menahan beban pikiran. DINDA seolah enggan beranjak dari duduknya, meski BAIM sudah berada di hadapannya. Ia malah menatap BAIM dengan pandangan ‘minta bantuan’ (isyarat itu segera di mengerti Baim).
BAIM segera tahu, ada sesuatu yang menganjal benak DINDA. BAIM sangat paham kebiasaan DINDA.
BAIM
Ada yang mau dibicarakan?
DINDA
(Mengangguk)
Di sini aja. Cuma bentar!
BAIM segera turun dari motornya, lalu duduk di sebelah Dinda.
BAIM
Ada masalah apa?
DINDA
Bukan masalah. Tapi Ayah mau nikah!
BAIM
Trus, kenapa? Bersyukur, Din, Ayahmu jadi punya teman. Nggak kesepian lagi.
DINDA
Masalahnya, aku belum kenal calon ibu tiriku!
BAIM
Memang kamu belum kenalan?
DINDA
Boro-boro. Semua tentang perempuan itu, Infonya dari Ayah.
BAIM
Memangnya kenal di mana Ayahmu?
DINDA
Mantannya sebelum sama Ibu.
BAIM
Kalau cuma mau kenalan, jangan dijadiin masalah. Ayo kuantar ke rumahnya!
DINDA
Maksudku, tahu siapa dia dulu sebelum kenalan.
BAIM
Bagaimana mau tahu, kalau nggak kenalan?
DINDA
Aku penasaran, Im, kenapa Ayah lebih milih dia di antara beberapa mantannya?
BAIM
Hah?! Emang dulunya Ayahmu playboy?
DINDA
Sudah! Nggak usah dibahas! Punya ide nggak, Im, buat kita tahu semua tentang dia tanpa dia tahu kita?!
BAIM
Kenapa nggak tanya Ayahmu lagi?!
DINDA
Sudah. Tapi kayaknya yang baiknya saja yang di bilang Ayah.
BAIM
Kalau gitu, percaya Ayahmu. Memang ia perempuan baik-baik.
DINDA
Aku jadi ingin buktiin, Im.
BAIM
Maksudmu, kau mau selidikin?
DINDA
Kita selidikin.
BAIM
Kasih alamatnya. Aku punya ide.
DINDA
(Ambil ponsel dari tas, kemudian mengetik sesuatu)
Alamatnya kukirim ke kamu, Im!
BAIM
(Melihat ponselnya. Kaget.)
Ini sih, tetangga si Arka, teman di sepak takraw! Pernah kukenalin, ‘kan?
DINDA
Ya, aku ingat, yang kayak bule ‘kan orangnya?
BAIM
Ya! Sudah, kita cari warung, yuk, makan dulu. Nanti kita tanya-tanya sama Arka. Tapi tanyanya enak di taman aja!
CUT TO
18. EXT. TAMAN – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA
BAIM dan DINDA sudah sampai di taman favorit mereka.
BAIM mengeluarkan ponselnya, menghubungi temannya. Sementara DINDA duduk dan terlihat sangat antusias siap menyimak pembicaraan yang akan dilakukan BAIM dan temannya yang bernama ARKA itu. BAIM memanggil temannya dengan suara ponselnya yang di loudspeaker.
BAIM
Assalamu’alaikum, Ka!
SUARA ARKA (O.S)
Waalaikumussalam, Im! Apa kabar? Sehat?
BAIM
Alhamdulillah. Ka, Mau repotin kamu, nih!
SUARA ARKA (O.S)
Boleh. Ada yang bisa kubantu?
BAIM
Yang kuingat kamu ‘kan tinggal di jalan Kenanga satu, erte dua? Erwenya berapa?
SUARA ARKA (O.S)
Emang kenapa? Kamu lagi sensus penduduk? Erwe tujuh!
BAIM
Nggak, kayaknya calon ibu tiriku tinggalnya di dekat rumahmu, Ka! (mengedipkan matanya ke Dinda) di jalan Kenanga satu, erte dua dan erwe tujuh juga.
SUARA ARKA (O.S)
Ngaco! Bukannya Ayahmu sudah almarhum?
BAIM
Oh ya, sorry, Ka. Ayah cewekku, yang aku maksud.
SUARA ARKA (O.S)
Ini Ayah cewekmu yang mana yang mo nikah, Im?
BAIM
(Melirik ke Dinda, Dinda memelototi Baim, langsung sok ngambek)
Reseh! Memangnya cewekku ada berapa, sih?!
SUARA ARKA (O.S)
Dinda dan Kirana,’kan?
BAIM
Berarti pengin bermasalah dengan Dinda kamu, Ka!
SUARA ARKA (O.S)
(Ditujukan ke Dinda)
Dinda, sorry, Din, aku tahu kamu di situ! Jangan anggap serius, cuma nyandain Baim! Jadi, Ayah Dinda yang mo nikah, Im?
BAIM
Yoi!
SUARA ARKA (O.S)
Nama calon Ibu Tirinya, siapa?
BAIM
(Bertanya ke Dinda dengan isyarat tanda tanya.
Dinda menunjukkan nama di ponselnya)
Nama Ibu itu Isyana Savitri Utami.
SUARA ARKA (O.S)
Hapal amat Im! Aku aja tetangganya nggak tahu. Yang kutahu Ibu itu dipanggil Bu Is. Kalau dia, rumahnya persis di depan rumahku. Mau kupanggilin?
Sambil tetap mendengarkan pembicaraan BAIM dan ARKA, DINDA dengan gerakan cepat mengambil buku tulis dan pensil. Ia lalu membuat beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan BAIM pada ARKA seputar keluarga dan kehidupan calon ibu tirinya.
BAIM
(Membaca daftar pertanyaan di hadapannya)
Nggak usah, terima kasih. Mau nanya aja,ibu itu punya anak nggak?
SUARA ARKA (O.S)
Punya, dua. Satu udah nikah, dibawa suaminya. Satu lagi, masih bujangan, dibawa polisi.
BAIM
Dibawa polisi...?
SUARA ARKA (O.S)
Ya! Dibawa polisi... dimasukin ke penjara!
BAIM
Hah?! Becanda kamu! Yang bener kalau kasih info.
SUARA ARKA (O.S)
Itu yang bener. Apa mau yang bo’ong?
BAIM
Tahu kasusnya, nggak?
SUARA ARKA
Denger-denger, ia anggota mafia tanah atau penipuan properti, gitu
BAIM
Trus mau tanya yang lain, masih banyak nih....
Terdengar dari ponsel ARKA di latar belakang seperti suara perempuan minta tolong membukakan pintu garasi. Ayah ARKA datang.
SUARA ARKA (O.S)
Im, sorry, nih. Dilanjut lagi nanyanya ‘ntar sejam lagi, ya?! Bokap datang, mobil mo masuk, nyokap nggak kuat angkat rolling door!
BAIM
Yoi, Ka, makasih, Bro!
CUT BACK TO
19. INT. KAFE ARMAN - RUANG AKAD NIKAH – SIANG.
Cast: BAIM, DINDA, ODING
ODING melihat ke ponselnya: waktu menunjukkan pukul 11.10. ODING sudah kembali bergabung ke meja DINDA. Tapi wajahnya memperlihatkan kegelisahan dan duduknya tak tenang.
Sementara DINDA, kian mendekati waktu kesepakatan akadnya, (meski calon pasangan pengantinnya belum datang) ia sama sekali tak menampakkan ketegangan. DINDA seolah mengalami perubahan cara pandang pada niat akad nikahnya. Sejak bertemu lagi dengan BAIM, ia berharap sesuatu akan mengubah apa yang telah menjadi keputusannya.
DINDA
Sudah sampai di mana, Ding?
ODING
(Ngarang-ngarang jawaban untuk meyakinkan Dinda)
Mereka sedang dalam perjalanan kemari, Kak! Kena macet. Tapi sudah hampir sampai!
DINDA
Pastikan sebelum waktunya mereka sudah sampai di sini! Jangan sampai kehabisan waktu!
ODING
Tenang, Kak. Kalau kehabisan waktu, mungkin bisa kita jadwal ulang.
DINDA
(Mengilaskan pandangan ke Baim yang sedang
menelepon agak jauh dari Dinda)
Kakak nggak mau jadwal ulang! Kalau tak bisa menepati janji, Kakak bisa berubah pikiran.
ODING
Baik, Kak. Mau saya suruh ganti transportasi, pakai ojol aja biar cepat sampai!
ODING beranjak meninggalkan DINDA. ODING kelihatan mulai agak panik dan sedikit tegang. Ia kembali sibuk lagi dengan ponselnya.
Sementara itu BAIM, (yang sedang berbicara dengan ARMAN lewat ponselnya) menjelaskan situasi di kafe dan menceritakan tentang pertemuannya dengan DINDA.
BAIM berdiri agak menjauh, sejarak pembicaraannya dengan ARMAN tak didengar DINDA.
Ketika usai bicara dengan ARMAN, BAIM kembali duduk lagi di tempat duduk semula, di hadapan DINDA.
BAIM dan DINDA kembali hanya berdua lagi. Keduanya jadi agak canggung dan sama-sama agak salah tingkah.
Mereka sebetulnya merasa tak enak saling berdiam. Sedangkan waktu memberi kesempatan pada mereka untuk saling berbicara (mereka sebenarnya ingin berbicara banyak) namun kehilangan cara untuk memulainya.
Sampai kemudian BAIM berinisiatif mencari bahan pembicaraan dan menemukannya; BAIM teringat pada DEDI (yang dianggap menjadi penyebab perpisahan mereka).
BAIM merasa heran, kenapa DINDA tak melanjutkan hubungan dengan DEDI? Kenapa malah memilih mau menikah dengan yang lain?
BAIM
Dinda, maaf, boleh kutanya, bagaimana kabarnya Dedi saat ini?
DINDA
Aku sudah lama tak mendengar kabarnya. Tapi aku masih menyimpan nomor hape-nya. Terakhir aku ketemu, ia sempat menanyakan kamu dan minta nomor hape-mu. Tapi saat itu aku sudah tak bisa menghubungi kamu.
BAIM jadi penasaran ingin menghubungi DEDI.
BAIM
Boleh aku minta nomor hape Dedi?
DINDA mengecek nomor ponsel DEDI, ternyata masih aktif.
DINDA
Kasih nomormu, nanti kukirim nomor Dedi.
BAIM
(Mendiktekan nomor ponselnya)
Aku hanya mau tahu, kenapa ia ingin menghubungiku.
DINDA menyimpan nomor ponsel Baim lalu mengeceknya.
DINDA
Sudah lama semua itu berlalu. Dan aku tak ada kepentingan lagi dengan dia.
Namun yang terjadi pada DINDA, justru ia teringat awal mula petaka cintanya pada BAIM dimulai ketika ia mengenal DEDI.
FLASH BACK