LORD OSIS
2. Lapor Lima Langkah

1. INT. / EXT. SEKOLAH – PAGI

Keesokan paginya, Zoya tetap masuk sekolah. Dia diantar oleh Ayah Widad, kemudian berjalan masuk melewati gerbang. Beberapa menit kemudian, langkah kakinya setengah berlari melewati lorong-lorong kelas. Bukan karena telat, tapi dia ingin cepat. Cepat menghindar dari khalayak supaya tak melihat pipinya. Dan cepat menggunakan waktu untuk bertemu dengan salah satu pembina OSIS.


JUMP CUT TO:

2. INT. RUANG GURU – PAGI

Ruangan tersebut masih sepi. Mungkin nanti saat pukul tujuh, barulah guru-guru mulai berdatangan. Zoya mengetuk pintu.


BU DEA
Masuk, Nak


ZOYA
(Memasuki ruangan sepi itu. Mengedarkan pandangan sampai akhirnya menemukan sosok yang dicarinya) Assalamualaikum, Bu Dea. Saya Zoya, dari 11 IPA 1.


Bu Dea berada di bangku yang tak terlalu jauh dari pintu masuk. Alhasil Zoya melambatkan langkahnya yang mendekat ke bangku beliau.


BU DEA
(Tersenyum) Waalaikumsalam. Ada apa, Zoya?


ZOYA

Jadi ini, Bu... Saya dengar sebentar lagi akan diadakan pemilihan ketua OSIS. Kemarin itu, sudah ada satu orang yang mencalonkan diri.


BU DEA
Oh ya?! Siapa itu, Zoya?


ZOYA
Namanya Rafaizan, Bu.


BU DEA
Oh, Rafa ya? Bagus bagus. Dia cocok kok jadi...


ZOYA
Tapi, Bu... Kemarin Rafa itu main basket. Terus bola yang dia lempar itu kena pipi saya, Bu. Ini pipi saya jadi bengkak.


Aduan Zoya mendapatkan respon yang sesuai harapannya. Bu Dea menjulurkan tangan kanannya untuk menyentuh sedikit pipi Zoya yang bengkak sebelah. Dahi beliau mengerut dan raut wajahnya menunjukkan rasa iba.


BU DEA
Astaghfirullah... Terus Rafa engga minta maaf?


ZOYA
(Menggeleng) Saya cuma dikasih bubur supaya tutup mulut, Bu.


CUT TO:

3. INT. KELAS – SIANG

Saat istirahat, Zoya memilih untuk tidak keluar kelas. Dia membiarkan Fina dan Selin pergi menuju kantin. Kelasnya menjadi sepi. Namun pandangan Zoya tertuju pada satu titik yang membuatnya tersenyum licik.


ZOYA
(Berdiri dari bangku. Berjalan menuju bangku lain) Dafin. Dafin. (Spontan duduk di samping Dafin. Kedua netranya ikut melihat buku yang dicoret-coret oleh Dafin)


DAFIN
Bentar, Zoy. Nanggung nih.


Zoya hanya mengangguk dan diam. Dia mengerti kalau temannya yang satu ini butuh ruang sejenak buat menyelesaikan soal-soal di buku. Lalu ada satu map kertas yang membuat Zoya penasaran. Dia membuka dan melihat isi map tersebut.


ZOYA (V.O.)
(Bola mata melebar) Wah keren...


INSERT :

Sertifikat Olimpiade Nasional Kimia. Juara 2. Daffin Faaz Ilman.


Dafin baru selesai dengan urusannya. Kemudian dia menoleh ke arah Zoya. Netra Dafin juga melihat map hijau berisi sertifikat penghargaannya sedang dibaca oleh Zoya. Bintang kimia itu membuyarkan fokus Zoya.


DAFIN
Kenapa, Zoy? Mau belajar yang mana?


ZOYA
Bukan belajar kimia, Dap. Kemarin aku gak masuk, ya 'kan? Jadi aku maunya belajar yang kemarin.


DAFIN
Oh iya sih. Kemarin katanya kamu sakit, gara-gara ada anak IPS yang ngelempar bola ke kamu ya?


ZOYA
Yup. Itu loh, Dapin... Anak basket. Namanya Rafa.


DAFIN
Oh ya? Rafa bukannya anak OSIS ya?


ZOYA
Dua-duanya. Eh, terus nih ya... (Berbisik) Dia jadi calon ketua OSIS. Ck. Padahal kelakuannya kayak gitu. Sudah deh, aku laporin dia ke Bu Dea, Dap.


DAFIN
Emangnya kenapa? Kamu laporin dia karena ngelempar bola ke pipimu?


ZOYA
Ya iyalah! Enak banget dia lolos gitu aja. Pokoknya kalau dia macam-macam lagi (menggebrak meja) Aku tinggal jalan lima langkah! Terus lapor ke guru!


DAFIN
Zoy, kenapa kamu takut dia jadi ketua OSIS? Apa... (Menyipitkan kedua bola mata) Kamu mau daftar jadi ketos?


ZOYA
Iya dong. (Menaikkan dagu) Nanti aku bakal ngajuin diri jadi kandidat.


DAFIN
Yakin nih? Nanti kamu ketinggalan pelajaran loh...


ZOYA
Tenang aja... 'Kan ada Dapin, guruku yang the best!


CUT TO:

4. EXT. LAPANGAN BASKET – SORE

Sepulang sekolah, Rafa mengikuti latihan basket di sekolah. Hingga pukul lima sore, Rafa dan temannya baru selesai latihan. Di pinggir lapangan, Rafa duduk dengan kedua kakinya yang diluruskan. Sedangkan tangannya sedang menggenggam gawai diikuti kedua matanya yang menatap benda pipih bercahaya itu.


RAFA (V.O.)
Anak-anak OSIS lagi bahas apa sih? Rame bener. Sampai gue di-tag. (Mulai panik. Wajah semakin serius melihat layar gawai) Eh? Ada apa sih? (Jempol kanan naik turun di atas layar gawai)


INSERT:

Layar gawai Rafa memperlihatkan obrolan teman-teman pengurus OSIS di aplikasi chatting. Mereka membahas mengenai kejadian bola basket yang menampar pipi Zoya. Lalu ada satu orang yang menge-tag nama Rafa di chatting itu. Bahkan ada juga yang meminta supaya Rafa diganti dengan kandidat yang lain.


RAFA
Wah, wah. (Kepalanya spontan menggeleng kecil) Wah gimana ini?


Wawan menatap langit sore yang mulai perlahan kehilangan sinar mentari. Saat mendengar keluhan Rafa yang berada di sampingnya, Wawan segera menoleh ke arah sahabatnya itu.


RAFA (V.O.)
(Menegakkan posisi duduk. Mencoba lebih rileks) Oke. Sekarang buat klarifikasi. (Mulai mengetik) Guys. Kayaknya ada misscom disini. Kemarin itu, gue lempar bola terus gak sengaja kena Zoya yang berdiri di pinggir lapangan. Gue sudah minta maaf ke Zoya sama dua temannya itu. Jadi semuanya sudah clear, guys.


WAWAN
Raf, what's up?


RAFA
(Menghela nafas) Masalah kemarin dibahas lagi, Wan.


WAWAN
Oh, Zoya? 


RAFA
Iya. Ternyata dia ngelaporin gue ke Bu Dea. Padahal gue sudah minta maaf. Apa gue perlu teriak di kupingnya, hah?!


WAWAN
Eh eh, slow man. (Menepuk pundak Rafa) Slow...


RAFA
Masalahnya, gue hampir didepak dari calon ketos (ketua OSIS) cuma gara-gara cewek itu! Dasar ratu drama.


Layar gawai Rafa menyala. Netranya segera membaca pesan yang baru saja masuk. Setelah membaca, dahinya mengerut. Disusul rahangnya yang mengeras dan gigi-giginya yang merapat. Pesan itu menginformasikan bahwa Zoya mencalonkan diri menjadi ketua OSIS.


RAFA
Wan. (Pandangan lurus ke depan, tidak melihat Wawan yang berada di sampingnya)


WAWAN
Apa? Ada masalah apa lagi?


RAFA
Parah sih. Zoya ikut jadi calon ketos. Kayaknya nih... Dia sengaja laporin kesalahan gue biar gue didepak terus saingannya jadi berkurang.


WAWAN
Maksud lu... Dia itu kompetitif banget ya?


RAFA
Bukan kompetitif lagi. Tapi keterlaluan banget! Kalau boleh, gue pengen lempar bola lagi ke cewek itu.


CUT TO:

5. INT. RUMAH ZOYA – MALAM

Di ruang tamu, Zoya membawakan dua gelas jus dengan tiga toples camilan. Semuanya disatukan dalam sebuah nampan yang dibawanya dengan dua tangan. Tak lupa senyuman Zoya terpancar untuk guru private-nya.


ZOYA
Silakan Pak Dapin. (Senyum hingga menampakkan gigi-gigi depannya)


Dafin menoleh dan membalas senyuman Zoya. Dia berselehan di lantai dengan buku-buku yang tertata di meja. Di depannya, Zoya meletakkan nampan yang bermuatan itu di atas meja.


DAFIN
Zoy, kemarin itu ada tugas kelompok biologi.


ZOYA
Oh ya? Tugas apa? (bergerak ke samping Dafin dan duduk di sampingnya) Eh iya! Kemarin Selin cerita. Katanya dia satu kelompok sama Fina, Caca, Andre. Terus dia minta maaf ke aku. Padahal mah, santai aja. Emang gitu resikonya kalau satu circle isinya tiga orang, ya 'kan?


DAFIN
Iya, Zoy. Tapi kamu masuk kelompokku, kok.


ZOYA
Memangnya berapa orang, Dap?


DAFIN
Maksimal empat orang sih. Jadi aku ambil kamu sama Baro.


ZOYA (V.O.)
(Mengangguk. Mengambil alat tulis dan membuka sebuah buku) Wah, keren! Aku seperti punya dua bodyguard. Dapin si jagoan Kimia sama Baro si jagoan biologi!


ZOYA
Btw... Kok Baro mau sih sekelompok sama kita?


DAFIN
Baro sendiri yang ngajak, Zoy. (Mendekatkan kepala. Lalu berbisik) Terus nih ya, aku pernah dengar kalau dia itu suka sama kamu.


ZOYA
(Netra sedetik membulat, lalu kembali normal. Menoleh ke Dafin) Hah? Hahaha! Engga mungkin itu! Jangan ngaco deh lu.


DAFIN
Kemarin nih ya... Dia itu ngobrol sama Selin. Bahas kamu kemana, kamu kenapa, kamu gimana kabarnya, gitu.


Zoya tak peduli. Dia lebih memedulikan waktu yang tidak boleh dibuang percuma. Jam enam sore, waktunya mereka untuk belajar bersama. Dafin mulai berperan sebagai guru yang sabar mengajari anak didiknya.


DAFIN
Kemarin fisika sama kimia cuma bahas materi. Biologi sama seni budaya yang sama-sama ada tugas. Biologi tugas kelompok. Seni budaya dikasih tugas individu.


Dafin mengeluarkan jurnal pribadinya yang berisi jadwal kegiatannya tiap hari. Zoya juga ikut mengeluarkan jurnal milikknya sembari tersenyum dan sedikit menggoyangkan kepala karena bangga pada dirinya sendiri yang rajin seperti Dafin.


ZOYA
Tugasnya apa? Menggambar?


DAFIN
Bukan. Buat kerajinan tangan dari tanah liat, Zoy.


Zoya mulai mencatat rentetan tugas sekolah yang perlu segera diselesaikan. Jurnalnya tak hanya berisi jadwal tugas sekolah, Zoya juga menuliskan jadwal OSIS. Dafin memicingkan kedua netra saat ikut membaca sebuah tulisan di jurnal Zoya.


INSERT:

Di dalam salah satu lembar notes itu, Zoya telah menuliskan Selasa di barisan paling atas. Lalu di barisan kata 'Selasa' yang paling akhir, Zoya menuliskan kampanye pemilihan ketua OSIS.


DAFIN
Oh, minggu depan kamu sudah mulai kampanye, Zoy?


ZOYA
(Mengangguk. Fokus menulis)


DAFIN
Jadi... Kamu beneran nyalon jadi ketua OSIS?


ZOYA
(Berhenti menulis. Menoleh ke Dafin dengan wajah heran) Iya. Emang kenapa, Dap?


Dafin masih akan menjawab dengan membuka mulutnya. Namun Zoya memasang wajah kaget karena melihat sesuatu di jurnal Dafin. Telunjuknya ikut mengarahkan kedua mata Dafin untuk memperlihatkan sesuatu yang mengejutkan.


ZOYA
Seni budaya tugasnya kelompok. Nih kamu yang nulis sendiri.


DAFIN
(Memejamkan mata, mengerutkan dahi) Eh iya! Sumpah baru ingat! Kemarin tuh awalnya Pak Gendi minta tugas tanah liatnya dikerjakan sendiri-sendiri. Terus, Erta complain, minta keringanan waktu. Eh, ternyata Pak Gendi malah nyuruh tugas berkelompok. Satu kelompok cuma dua orang aja kok.


ZOYA
Dasar si Erta. Dia ngerti sih, kalau minggu depan dan seterusnya, OSIS bakal sibuk ngurus acara pemilihan ketos, buat lpj, belum lain-lainnya yang uhhh riweuh. Makanya dia sebagai anak OSIS mungkin punya ide kalau berdua bisa lebih cepat selesai. Loh terus, kamu sudah ada pasangan, gak?


DAFIN
Eh? Belum.


ZOYA
Ya sudah. Kita jadi pasangan aja. Biar gampang koordinasinya, terus kamu tinggal main ke sini sama motor kalau mau kerja kelompok, ya 'kan?


Meski rumah mereka tidak jauh, Dafin tetap memakai sepeda motor untuk menembus jarak rumah mereka yang berbeda gang. Kemudian mereka fokus belajar selama tiga jam. Biasanya mereka akan berhenti saat gawai Dafin berdering.


DAFIN
Halo, Assalamu'alaikum. Iya, Bu. Aku sudah pamitan ini. Mau pulang. Iya. Aku mau nyetir. Sudah ya, Bu. Wassalamualaikum.


Zoya hanya tersenyum untuk menahan tawa. Kejadian ini hampir selalu terjadi. Mereka harus berhenti belajar saat Ibunya Dafin menelpon sahabat kimianya itu. Zoya berdiri dan membantu Dafin membereskan semua buku ke dalam tas Dafin.


CUT TO:

6. INT. / EXT TERAS RUMAH ZOYA – MALAM

Dafin segera menaiki motor. Saat mesin dihidupkan, dia memakai helm. Zoya berdiri di sampingnya sembari menepuk pundak Dafin.


DAFIN
Apa? (Memasang wajah heran)


ZOYA
Hati-hati. Sudah malem.


DAFIN
Iya. Sampai jumpa di sekolah ya. Assalamualaikum! (Menggerakkan motor pelan-pelan menjauh dari tempat Zoya berdiri. Mendekat ke pintu gerbang)


ZOYA
Waalaikumsalam! (Melambaikan tangan kanan)


DISSOLVE TO.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar