LORD OSIS
1. Pertemuan dan Permintaan maaf

FADE IN:

1. EXT. HALAMAN SEKOLAH – PAGI

Zoya melangkah dengan kedua kaki berbalut kaos kaki putih dan sepatu hitam. Dia berseragam putih kelabu dengan hijab putih dan ransel merah. Wajahnya tersenyum, karena beberapa kali menyapa balik orang-orang yang menyapa dirinya.


ZOYA (V.O)
Hai. Namaku seperti yang tertera di name tag. Iya, Zoya Inayah Widad. Panggil aja Zoya, biar akrab gitu hehe. Sekarang aku kelas dua SMA. (Menghembuskan nafas. Kakinya masih terus melangkah) Seperti yang kalian lihat. Pagiku selalu indah. Aku cukup terkenal di sekolah ini. Mulai dari guru-guru, teman-teman, adik dan kakak kelas. Semua tersenyum ramah ke arahku. (Menaikkan dagu dan membusungkan dada)


Zoya sibuk melihat ke arah depan sembari terus tersenyum. Dia tidak sadar kalau di sampingnya terdapat lapangan yang dipenuhi oleh para siswa berbaju olahraga. Tiba-tiba satu bola basket melayang di udara, lalu menampar pipi Zoya. Langkah Zoya terhenti, bahkan tubuhnya terdorong ke belakang hingga terduduk di halaman.


Terdengar suara terkejut karena melihat Zoya yang kesakitan. Selain itu ada beberapa suara yang menyalahkan si pelempar bola. Tak lama kemudian, ada dua suara wanita yang terdengar semakin dekat. Ternyata mereka adalah dua sahabat Zoya, Fina dan Selin. Wanita berhijab dan wanita berkuncir kuda itu bergegas menghampiri Zoya.


FINA
Zoya!! Zoy! Kamu gak apa-apa? Zoy! (Langsung bersimpuh dan merangkul Zoya)


SELIN
Ayo Zoy. Pelan-pelan kita ke UKS ya. (Menuntun Zoya untuk segera menjauh dari lapangan)


Kemudian terdengar suara yang memanggil mereka bertiga supaya berhenti melangkah dan berbalik badan untuk melihatnya. Suara itu milik Rafa yang tadi melempar bola namun salah sasaran. Bukannya ditangkap oleh kawannya, bola itu malah menuju pipi Zoya.


RAFA (O.S)
Eh kalian! Tunggu! Tunggu!


Hanya Selin yang menoleh ke belakang. Dia menatap Rafa dengan wajah kesal. Rafa tidak mempermasalahkan hal itu. Dia berlari dan segera melihat kondisi Zoya. Dari kedua netranya, Rafa melihat Zoya yang memegangi pipi yang memerah. Tangan kanan Rafa bergerak perlahan ingin menyentuh pipi itu. Namun Fina menepis tangan laki-laki itu.


FINA
Eh lu mau apa?! Gak usah sentuh-sentuh teman gue ya!


SELIN
(Tubuhnya maju dan menghalangi pandangan Rafa yang fokus menatap Zoya) Mau minta maaf, atau gue laporin ke guru?


RAFA
Gue mau minta maaf. Tadi sumpah, gue lempar bola itu tapi gak sengaja kena teman lu itu. (Diam sebentar. Mengerutkan dahi dan fokus menatap Zoya)


RAFA (V.O)
Kok gue kayak pernah lihat cewek itu ya? Di mana? Oh, di rapat OSIS. Iya! Dia Zoya!


SELIN
YA SUDAH! CEPAT LU MINTA MAAF! (Pekikannya disertai satu tangan yang mengepal)


FINA
Zoya sudah kesakitan nih! Lu gak bisa bantu apa-apa juga, ya kan? (Kedua tangan benar-benar menguatkan berdirinya Zoya yang agak bergetar) Sel! Ayo cabut aja!


Selin dan Fina berjalan pergi tanpa memberikan kesempatan Rafa untuk minta maaf. Di lapangan, Rafa berdiri mematung saat menatap tiga perempuan yang melangkah pergi secara pelan-pelan. Tak disangka, salah satu temannya menghampiri Rafa.


WAWAN
Gimana, Bro? Cewek itu gak apa-apa, 'kan?


RAFA
Pipinya merah. Kayaknya membengkak, Wan. (Wajahnya frustasi. Tangan kanannya terangkat untuk mengacak rambutnya sendiri)


WAWAN
Lu kenal sama cewek yang tadi itu?


RAFA
Iya. Itu Zoya. Anak OSIS. Tapi dia bukan anak IPS ya? Kok gue gak pernah lihat dia keluar kelas di IPS.


WAWAN
(Membelalakkan kedua netra. Menutup mulutnya yang sempat menganga beberapa detik) Oh, Zoya! Gue tahu itu. Zoya anak IPA, Raf. Kelasnya yang disana itu. (Telunjuk kanannya mengarah ke kelas di samping ruang guru)


RAFA
Wah! Dia kelas IPA-1? Serem juga ya...


WAWAN
Kalau lu macam-macam sama anak-anak di kelas itu... (Tangan kanannya menepuk pundak Rafa) Kayaknya lu bakal dilaporin ke guru. Lihat aja itu, mereka tinggal jalan lima langkah dari kelas ke ruang guru.


RAFA
Ah, enggak bakal. Gue sudah minta maaf ke Zoya. Terus nih ya, nanti gue jenguk lagi ke UKS.


CUT TO:

2. INT. UKS - ISTIRAHAT SIANG

Fina dan Selin bergegas memasuki UKS. Mereka melihat sahabatnya yang berbaring di sebuah kasur putih lengkap dengan satu bantal dan obat-obatan. Mereka berdua mengambil posisi duduk di samping Zoya. Netra mereka sama-sama melihat pipi yang sedikit membengkak.


FINA
Gimana Zoy? Masih terasa sakit?


ZOYA
(Kepalanya menggeleng. Jempol kanannya terangkat) Gak apa kok. Sudah mendingan, Fin.


SELIN
Zoy, kamu tahu siapa yang lempar bola itu ke kamu? Namanya Rafaizan Umar Rasya. Anak IPS yang belagu itu loh!


ZOYA
(Terbelalak karena kaget. Lalu mengangguk) Rafaizan itu juga anak OSIS, Lin. Kemarin pas rapat, aku ketemu sama dia. (Tangan kirinya spontan memegang wajah yang masih terasa nyeri)


FINA
Terus tadi kata perawatnya kamu harus gimana? Kompres pipi, atau minum obat gitu, atau yang lain, Zoy?


ZOYA
Semuanya. (Tangannya meraih obat-obatan yang diperlukan dari atas meja)


SELIN
Enaknya, kita laporin dia gak sih? Dia 'kan anak OSIS. Kalau punya salah, harusnya minta maaf. Eh, orang itu malah hilang terus gak peduli ke kamu, Zoy.


ZOYA
Emang tadi... Dia belum bilang maaf?


FINA
Belum, Zoy. Padahal Selin sudah menyuruhnya. 


SELIN
(Mengecilkan suara. Kedua netranya menunjuk ke arah pintu masuk UKS) Eh, itu orangnya.


Di UKS hanya terdapat tiga pasien. Salah satunya adalah Zoya. Sehingga Rafa hanya sebentar mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru UKS. Kemudian dia dengan mudah menemukan posisi Zoya. Langkahnya agak berat, mungkin karena dirinya merasa dihadang oleh dua wanita dengan tatapan tajam ke arahnya.


RAFA
Oh hei... Gue mau jenguk Zoya. (Grogi. Mulai keringatan. Tersenyum paksa)


SELIN
Kenapa lu? Takut kita laporin ke guru ya?


RAFA
Oh engga gitu. Gue mau lihat kondisi Zoya. Kalau mau pulang, sini gue antar.


ZOYA (V.O)
Oh iya. Ini yang sering dibicarain sama anak-anak tiap selesai rapat. Panggilannya Rafa, ya 'kan?


SELIN
Gak usah. Ada gue sama Fina yang jagain Zoya. Lu balik kelas aja sana!


RAFA (V.O)
Lah? Kok gue malah diusir sih?


FINA
Eh itu apa? (Telunjuk dan kedua netranya sama-sama menunjuk ke tas plastik yang dibawa oleh Rafa)


RAFA
Ah iya hampir lupa. Ini buat Zoya. Buat makan siang. Terus nanti, Zoya mau izin gak hadir rapat?


SELIN
(Kepalanya spontan menoleh ke arah Zoya) Rapat OSIS? Iya, Zoy? Nanti kamu ada rapat?


ZOYA
Iya. Nanti aku hubungi ketuanya. Tenang aja.


RAFA
Kalau gitu, gue cabut ya. Bentar lagi bel masuk. Bye.


Rafa segera pergi setelah berpamitan tanpa ada yang merespon. Mereka bertiga malah mengerucutkan bibir karena masih sebal dengan kejadian tadi pagi.

FX: bel berbunyi.

Fina dan Selin terpaksa melangkah pergi dan meninggalkan Zoya lagi di UKS. Setelah itu, Zoya membuka pemberian Rafa karena rasa penasaran. Isinya adalah bubur ayam lengkap dengan suwiran ayam dan kerupuknya. Lalu dia segera melahap bubur hangat itu dengan senyuman.


CUT TO:

3. INT. RUMAH ZOYA - SIANG

Zoya berjalan bersama ayah memasuki ruang keluarga. Mereka disambut oleh ibu. Wajah ibu memperlihatkan ekspresi khawatir persis seperti ayah. Hati orang tua mana yang tak sedih melihat anak sulungnya terluka? Tentunya mereka khawatir.


MAMA MIA
Astagfirullah. Kamu kenapa sih, Zoy? (Kedua tangan beliau menyentuh wajah Zoya)


PAPA WIDAD
Tuh, Zoya kena pukul bola sama anak nakal di sekolahnya, Ma. (Tangan beliau bergerak meletakkan tas beserta jas di atas sofa. Kemudian beliau duduk di sofa). Terus Zoya malah gak mau laporin ke gurunya. Katanya pipinya udah sembuh. 


MAMA MIA
Loh kenapa? Malah harusnya dilaporin. Biar mereka dihukum. Terus biar mereka lebih hati-hati main bolanya, Nak. Pipimu loh, masih merah. Masih sakit, 'kan?


ZOYA
(Mengangguk. Memutuskan untuk menghentikan pembicaraan) Aku mau ke kamar. Mau ganti baju, Ma.


Ibu menuntun Zoya menuju kamar tidur. Lalu beliau segera mempersiapkan makan siang. Sedangkan ayah sedang beristirahat di sofa empuk yang berhadapan dengan televisi. Sebenarnya beliau menunggu kedatangan anak bungsunya. Namanya Nola. Dialah satu-satunya adik Zoya. Sekarang dia masih kelas satu SMP.


PAPA WIDAD
Maa... Nola pulangnya jam berapa?


MAMA MIA
Biasanya jam dua. Pak Anto sudah berangkat jemput Nola kok, Pa. (Tangannya berhenti sejenak memotong sayur lalu kembali sibuk dengan urusan dapur)


Beberapa menit kemudian, Zoya keluar dari kamarnya. Dia belum mau untuk istirahat siang dan memilih untuk duduk di samping ayahnya. Namun dia tak menonton televisi. Dia justru sibuk menatap layar gawainya.


ZOYA (V.O)
Huft... Rafa itu, menyebalkan juga ya? (Jemarinya mengetik pesan untuk meminta izin karena dia tidak bisa hadir rapat). Padahal hari ini aku mau nunjukin kalau aku pantas jadi calon kandidat ketua OSIS. Eh, aku malah dapat penurunan stamina akibat hantaman bola. Ih!


DIK NOLA (O.S)
Assalamu'alaikum!!


Semua penghuni rumah menoleh ke sumber suara yang menggaung ke segala penjuru rumah. Ternyata penghuni rumah termuda telah sampai disini dengan selamat. Nola menyalami ayah. Lalu menatap heran ke arah kakaknya yang tidak biasanya pulang sangat cepat.


DIK NOLA
Kak Zoy? Kok tumben pulangnya lebih cepat? Terus itu kenapa pipinya merah?


ZOYA
Pipiku sakit, kena bola. Makanya aku izin gak sekolah, izin gak rapat, bisanya diam disini. (Berbicara sembari fokus menatap gawai. Setelah itu, melihat ke arah wajah Nola). Ck, sudah sudah! Kamu langsung ganti baju sana!


Keributan menjadi hal wajib bagi mereka. Tapi dari ribut itu, Nola tahu kalau kakaknya sedang sakit. Alhasil dia semakin penasaran mengapa bola bisa mencium pipi Zoya. Dia tak mengindahkan saran dari Zoya untuk segera berganti pakaian seragam menjadi pakaian rumah.


DIK NOLA
Bentar bentar. Kok bisa bolanya kena pipi, Kak? Yang melempar tuh, sengaja atau salah oper? Terus siapa yang melempar? Sudah dilaporin ke guru?


ZOYA
Hadeh... Dia gak sengaja, Nol. Sudah sana ih!


Zoya kembali menatap layar gawainya. Jempolnya terlihat bergerak perlahan di layar gawainya, menunjukkan kalau dia sedang membaca pesan-pesan yang masuk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi kesal. Ada amarah yang bergemuruh di dadanya.


ZOYA (V.O)
Eh sialan. Ternyata Rafa jadi calon kandidat ketua OSIS!


DISSOLVE TO.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar