Little Man
12. KATARSIS
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

157. INT. RUMAH - DAPUR - NIGHT

Dolah mengaduk teh hangat di cangkir dengan pandangan kosong.

158. EXT. AREA KANDANG - NIGHT

Budi sedang duduk melamun dengan selimut yang menyelimuti badannya.

Dolah datang membawa teh hangat. Dia letakkan teh itu di depan Budi, lalu duduk di sampingnya.

Suasana hening sejenak hingga --

DOLAH

Tolong jangan ulangi lagi ya, Nak?

BUDI

Lagi? Aku baru pertama nglakuin ini. Lagian aku cuma sampah keluarga --

DOLAH

Nggak! Nggak, Nak. Bapak gak bermaksud...itu karena situasi...waktu itu bapak hanya kebawa emosi. Bapak ga mungkin berpikir seperti itu ke anak bapak sendiri.

BUDI

Kau bapak yang buruk. Bapak cuma manfaatin aku. Kalau aku gagal, bapak nyalahin aku. Bapak sendiri ga pernah ngasih yang aku butuhkan. Dan aku memang ga pernah meminta bapak ibu ngelakuin itu karena aku paham kondisi kalian. Aku sendiri juga ga mau membebani kalian. Tapi itu ga ada artinya buat kalian. Pada akhirnya kalian ga benar-benar tulus merawat dan ngebesarin aku. Kenapa bapak ngebet banget pengen jadi orang kaya? Dan kenapa hanya aku yang harus bertanggungjawab soal itu?

Dolah merasa terketuk dengan curhatan Budi. Dia merasa bersalah dengan anaknya.

DOLAH

Bapak ga pernah manfaatin kamu, Nak. Bapak hanya ga mau anak-anak bapak mengalami nasib yang sama seperti bapak. Bapak ingin anak-anak bapak bisa mapan, lebih baik dari orang tuamu yang bodoh ini. Kamu juga bisa berkuliah, bapak gak nyangka aja kalau jadi begini.

BUDI

Aku ga benar-benar kuliah. Aku seperti orang asing di sana. Uang beasiswa ga cukup, belum lagi dimintain sama bapak. Aku sulit buat bergerak. Kalau ga ada pandemi ini belum tentu aku bisa bertahan hingga lulus. Aku kekurangan uang, tapi aku ga pernah cerita karena aku tau bapak ga bakal mampu. Kesannya kaya orang ga mampu dipaksakan buat mampu. Pada akhirnya juga ga dapet apa-apa --

DOLAH

Bapak minta maaf, Nak. Bapak ga tau kalau selama ini kamu kekurangan. Kalau seandainya bapak tahu bapak ga bakal --

BUDI

Sudah terlambat.

Budi menyeruput teh di depannya untuk menghangatkan badan.

DOLAH

Bapak ga tau kalau kuliah dulu dan sekarang berbeda. Bapak pikir kalau bisa kuliah ada jaminan buat sukses.

Budi hanya merenung.

DOLAH (CONT'D)

Kamu itu seperti bapak.

Budi menoleh ke bapaknya.

DOLAH (CONT'D)

Murid yang paling pintar di sekolah. Selalu dapat juara satu. Tapi sayang, jaman dulu belum ada beasiswa seperti sekarang. Karena ga mampu sekolah, bapak hanya lulusan SD. Bapak akhirnya gagal. Padahal waktu itu cita-cita bapak hanya jadi guru, sedangkan teman-teman bapak yang bodoh tapi bisa sekolah tinggi, mereka bisa sukses jadi pejabat. Sejak saat itu, bapak merasa semuanya ga adil. Harusnya bapak yang sukses, bukan mereka. Selama itu bapak hanya bisa mengutuki nasib. Hingga akhirnya --

Dolah mengambil tali tambang di sampingnya.

DOLAH (CONT'D)

(Berkaca-kaca)

Bapak mengalami kenangan paling pahit dalam hidup bapak.

(Menunjuk arah kuburan kecil di dekatnya)

Kenangan yang harusnya tetep terkubur di tempatnya.

Budi terkejut mendengar masa lalu bapaknya. Dia mulai kasihan dengan bapaknya.

DOLAH (CONT'D)

(Semakin emosional)

Sejak saat itu bapak berjanji. Cukup hanya bapak yang ngalamin itu. Makanya bapak sangat fokus sama pendidikan kamu, setiap malam bapak selalu membaca buku, karena bapak ingin bisa mendidik anak-anak dengan baik terlepas segala kekurangan bapak. Bapak ingin anak-anak bapak bisa memiliki nasib yang baik. Bapak memang ga sempurna --

Budi memeluk bapaknya. Dolah menangis di punggung Budi. Begitu juga dengan Budi.

DOLAH (CONT'D)

Maafin bapak, Nak. Bapak gagal jadi ayah yang baik...bapak gagal...sampai kamu harus ngalamin ini semua.

BUDI

Nggak, Pak. Ini bukan salah bapak.

Budi akhirnya melepas pelukannya.

BUDI (CONT'D)

Aku juga ingin berhasil. Aku ingin membanggakan bapak dan ibu, tapi aku ga tau gimana caranya.

Budi dan Dolah akhirnya melihat Siti yang masuk ke area kandang.

Siti berlari menemui mereka. Budi dan Dolah berdiri untuk bertemu Siti.

Saat Siti mendekati Budi, dia langsung melihat tali tambang di samping pohon. Secara spontan, Siti langsung memeluk Budi.

SITI

(Sambil memeluk Budi)

Nak...kamu ga pa...pa...pa kan?

(Meneteskan air mata)

Maafin ibu, Nak. Maafin ibu.

FADE IN:

159. EXT. RUMAH - DAY

Pagi telah tiba.

160. INT. RUMAH - RUANG TENGAH - CONTINUOUS

Suasana rumah tampak kosong.

161. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - CONTINUOUS

Budi sedang tidur.

162. INT. RUMAH - KAMAR DOLAH DAN SITI - CONTINUOUS

Siti sedang tidur. Dolah sedang duduk di samping Siti sambil memikirkan sesuatu.

163. EXT. RUMAH - CONTINUOUS

Laras datang, lalu mengetuk pintu.

LARAS

Assalamualaikum!

Dolah datang membuka pintu.

DOLAH

Laras?

LARAS

Kok tumben sepi? Masih pada tidur?

DOLAH

Iya... Lho suamimu mana?

LARAS

Mas Faruq lagi kerja.

Dolah dan Laras masuk ke dalam rumah.

164. INT. RUMAH - KAMAR DOLAH DAN SITI - CONTINUOUS

Dolah membangunkan Siti.

DOLAH

(Menoel Siti)

Bu, bangun. Ada Laras.

Siti yang terlelap langsung terbangun.

165. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - CONTINUOUS

Budi bangun dari tidurnya. Budi melamun sebentar, lalu keluar dari kamarnya.

166. INT. RUMAH - DAPUR - CONTINUOUS

Budi minum segelas air mineral.

167. INT. RUMAH - RUANG TENGAH - CONTINUOUS

Budi melihat orang tua dan adiknya sedang berkumpul. Laras melihat Budi, lalu memanggil kakaknya.

LARAS

Mas! Sini, Mas!

BUDI

Laras?

Budi langsung ikut bergabung dengan mereka.

LARAS

(Lirih)

Aku udah tau kok.

Budi melihat orang tuanya. Dia merasa ga enak, merasa bersalah.

LARAS

Gila ya.

Budi tertegun.

LARAS (CONT'D)

Pak Nugroho ada masalah apa sih sama kita?

Budi sedikit lega Laras tidak tau soal kejadian semalam.

LARAS (CONT'D)

Kemarin sih aku dikasih tau kalau bapak berantem sama Pak Nugroho. Makanya aku kesini.

DOLAH

Bukan sepenuhnya salah Pak Nugroho. Bapak juga yang salah.

LARAS

Hah, kok bisa?

Budi mengalihkan pembicaraan.

BUDI

Kamu sendiri gimana kabarnya habis nikah?

LARAS

Seru kok. Bulan depan aku mau daftar kuliah.

Budi mengangguk.

LARAS

Mas sendiri gimana? Pak Nugroho bilang, Mas pengen jadi penulis?

BUDI

Jadi apa aja terserah, Ras. Yang penting aku bisa dapat kerjaan dulu. Udah puluhan yang aku lamar, tapi kepanggil buat interview aja ga ada.

LARAS

Tapi Mas pengen jadi penulis, kan? Itu cita-cita Mas, bukan?

Dolah dan Siti melihat Budi. Budi memikirkan omongan Laras.

BUDI

Ras, kondisi kita seperti ini. Aku sudah buang impian itu. Aku jadi apa aja yang penting aku bisa kerja dulu.

LARAS

Nggak!

Budi memandang adiknya dengan heran.

LARAS

Sebentar lagi aku akan kuliah. Sebentar lagi mimpiku buat kuliah bakal tercapai. Mas juga harus bisa mencapai impian, Mas!

DOLAH

Adikmu benar Budi.

Budi juga semakin heran dengan bapaknya.

BUDI

Tapi Pak...jadi penulis itu ga gampang. Butuh waktu lama --

DOLAH

Selama 4 tahun kamu kuliah, bapak gak pernah ngasih dukungan yang penting. Kamu berjuang sendiri. Sekarang bapak ingin menebus kesalahan bapak. Perjuangkan keinginanmu. Bapak juga ikut memperjuangkan, Nak!

Budi kebingungan. Budi merasa sikap adik dan bapaknya tidak realistis.

LARAS

Aku akan ikut bantu kalau Mas butuh dukungan finansial.

DOLAH

Bapak akan cari pekerjaan. Apa pun itu bapak akan berusaha untuk mencari pekerjaan lagi. Bapak ingin kamu semangat lagi. Kamu gak sendirian lagi, Nak. Kita akan lakukan apa pun agar kau bisa meraih cita-citamu.

SITI

Mulai sekarang, kita tidak akan mendengar omongan orang. Kamu harus buktikan kalau kuliahmu gak sia- sia, Nak! Tapi kamu juga harus semangat dan yakin sama impianmu.

Budi merenung sambil berkaca-kaca.

BUDI

Nggak, aku ga mau repotin kalian. Ini bukan sepenuhnya salah kalian. Aku gak mau menyalahkan siapa pun. Aku sendiri terlalu tertutup. Aku gak punya banyak teman. Aku sempat menyia-nyiakan banyak kesempatan.

Mereka semua mendengarkan Budi dengan serius.

BUDI (CONT'D)

Aku akan melakukan pekerjaan apa pun sambil tetap fokus mengejar impianku.

LARAS

Tapi kita tetap akan mendukung untuk meraih impian, Mas.

Budi meneteskan air mata. Mereka semua tersenyum sambil berkaca-kaca.

BUDI

Bapak ingin jadi guru, kan?

Dolah memeluk Budi sambil menangis. Siti juga memeluk Budi.

DOLAH

(To Laras)

Sini anakku!

Laras ikut memeluk ayahnya.

DOLAH

(Sambil memeluk Laras)

Maafin bapak, Nak. Bapak bangga sama kamu.

Laras tersenyum. Mereka semua saling berpelukan.

FADE TO BLACK:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar